Butuh waktu satu setengah jam lewat jalur udara untuk tiba di sebuah pulau terpencil yang menjadi milik Elias pribadi. Ia sengaja mengosongkan jadwalnya setelah makan siang hanya untuk bertandang ke sini.
Rasanya sudah lebih dari satu bulan Elias tak berkunjung ke sini. Ada banyak hal yang sudah dilalui olehnya yang terkadang membuatnya lupa jika ia memiliki seorang tawanan sejak beberapa bulan yang lalu di sini.
“Dia sakit lagi hari ini, Tuan.” Preston memberi laporan saat Elias baru turun dari helikopter.
“Kau tahu harus melakukan apa,” balas Elias, yang tampak tak acuh dan berjalan santai dengan kedua lengan yang dimasukkan ke dalam saku celananya.
Dari tempat helikopternya mendarat, Elias hanya butuh berjalan sekitar lima menit untuk tiba di rumah persinggahan yang tak terlalu besar. Ada banyak orang dengan senjata api di sekelilingnya, membuat barisan penjaga untuk mengawasi tawanan yang berada di dalam sana.
Elias mengambil kunci rumah tersebut dari salah satu orang yang ditugaskan di sana. Lantas membukanya sebelum menginjakkan kedua kakinya di dalam rumah yang hampir seluruh isinya berbahan dasar kayu ini.
Langkah Elias berjalan lurus ke depan beberapa meter, lalu berhenti di depan sebuah ruangan dengan pintu cokelat berbahan kayu. Tanpa repot-repot mengetuk, ia langsung membuka pintunya dan menerobos ke dalam.
Matanya langsung disuguhkan pemandangan yang bisa dibilang cukup mengenaskan. Sosok pria yang umurnya tak lagi bisa dibilang muda, tengah berbaring lemah di atas ranjang. Tubuhnya kurus dan ringkih. Wajahnya begitu tirus dan keriput tak lagi malu untuk menutupi kulitnya. Rambutnya pun sudah dipenuhi uban.
Sosok itu benar-benar tampak sangat berbeda dengan yang dilihatnya beberapa bulan yang lalu. Tidak ada lagi arogansi dalam wajahnya. Sosok itu hanya menunjukkan kelemahan dan bentuk dari kekalahan.
Elias kembali melesakkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Kemudian, langkahnya dengan pelan berjalan menghampiri sosok tersebut. Ia mengambil posisi berdiri di sisi ranjang dengan Preston yang tetap setia berada di belakangnya.
“Sudah lama tidak bertemu, James Lewis,” sapa Elias, dengan senyum miring dalam wajahnya yang menampakkan keangkuhan, dengan jelas memperlihatkan jika dirinyalah yang menjadi pemenangnya saat ini.
Ya, sosok yang dimaksud oleh Elias sejak tadi adalah James Lewis. Pria tua itu kini sedang menerima pembalasan dari Elias dengan cara yang sedikit berbeda dari musuh-musuhnya yang lain.
Hanya tinggal James Lewis yang masih hidup. Sementara rekan-rekannya yang dulu ikut menghancurkan keluarga Elias, kini sudah terkubur di dalam tanah.
Barangkali pembalasan yang Elias lakukan pada James Lewis tidak semengerikan eksekusi yang dilakukannya pada tawanan-tawanannya sebelumnya. Namun, Elias yakin jika apa yang dilakukannya saat ini lebih menyiksa bagi James Lewis.
Elias tidak perlu mengotori tangannya secara langsung untuk menindas James Lewis. Hanya dengan cara mengasingkan pria tua itu di pulau terpencil tanpa siapa pun, maka James Lewis akan benar-benar merasa tersiksa. Dan yang lebih parahnya lagi, Elias selalu menggagalkan upaya James Lewis untuk bunuh diri hingga membuat pria tua itu semakin frustrasi.
“Di mana dokter Dean?” tanya Elias pada Preston.
“Sedang dalam perjalanan ke sini, Tuan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
I Owned by the Billionaire
Romance[TAMAT - CERITA MASIH LENGKAP] Elias White--billionaire berhati sedingin es, kejam, gila kontrol, dan selalu mendapatkan apa yang ia inginkan, termasuk Carly Lewis. "Mulai sekarang, kau adalah milikku," bisik Elias tepat di telinga Carly. Dan sejak...