Dia tak perlu berbuat apa-apa. Cukup berada di sana, hidup dengan baik, juga baik-baik saja.. Itu sudah cukup bagiku. Meski sejauh ini tak pernah ada interaksi yang terjadi, namun kehadirannya mampu membuatku termotivasi untuk menjadi lebih baik. Jika orang yang aku idolakan memiliki kualitas yang bagus, maka aku sebagai penggemarnya pun sudah sepantasnya mencapai kualitas yang sama bagusnya..
Bisa?
Sulit ternyata..
Mati-matian aku berusaha memperbaiki nilai-nilaiku. Aku kerjakan tugas sesegera mungkin setelah tugas itu diberikan, sebelum ingatanku menguap lagi. Aku mundurkan jam tidurku dan kumajukan jam bangunku untuk mengulang pelajaran yang telah diberikan.
Aku bahkan membuat rangkuman serta kumpulan rumus yang disertai penjelasan yang kubuat dengan bahasa dan ilustrasiku sendiri.
Sialnya saat ulangan tiba, aku malah dibuat bingung sendiri oleh pemahamanku. Sesat.
Tapi, meskipun aku masih sering ikut remedial, setidaknya nilainya lebih baik dari nilai ulanganku. Mencapai KKM, sudah syukur bukan?Hujan badai akan tetap kuterjang demi bisa masuk kelas dan bertemu dengan Shani. Apalagi hanya gerimis seperti pagi ini.
Aku dipaksa turun di parkiran depan perpustakaan oleh bunda. Mana aku tahu jika kami sudah sampai. Sedari tadi yang kulihat dari balik jas hujan ponco hanyalah aspal jalanan. Beruntung tak banyak siswa yang berkeliaran di halaman sekolah.
Sesampainya di kelas, tak seperti biasanya hampir seluruh teman sekelasku sibuk mengerjakan PR. Lupa berjamaahkah?
Aku pun kaget dan segera mengeluarkan buku LKS-ku karena sama tak ingatnya.Halaman 48.. Eh? Sudah aku kerjakan ternyata.. Hehe keren parah aku.. Terima kasih masa lalu..
Akhirnya aku bisa mengawali pagi dengan tenang. Kutaruh ranselku, kemudian duduk cantik sambil tersenyum menikmati kepanikan teman-temanku. Adel, Olla, Flora, dan Sisca duduk melingkari meja Fiony, si pintar underrated yang baik hati.
Aku celingak-celinguk mencari keberadaan Shani-ku. Sudah hampir bel masuk tapi ia tak ada di tempat. Begitu juga dengan Feni dan Anin.
Sisca tiba-tiba bangkit kemudian berlari-lari kecil di tempat, namun sedikit membungkukkan badannya untuk tetap menulis."Aaaaaaa gimana ini... Lima nomer lagi.. Panjang-panjang banget jawabannyaaa.."
Kubuka LKS-ku dan kulihat jawaban pertanyaan lima nomor terakhir yang memang menghabiskan hampir satu halaman penuh. Deskripsi.. Contoh kasus.. Memang harus dikerjakan dengan tenang...
Teng.. Teng.. Teng.. Teng..
"Aaaaaaa..", satu kelas berteriak panik.
"Eh kamu udah Niel? Pinjem pinjem pinjem..". Sisca tiba-tiba menyambar LKS-ku dan berlari ke mejanya. Disusul oleh Adel yang tak sadar duduk di kursi Feni. Panik sih panik.. Adel payah.. Cari mati.
Tak lama, bu guru pun masuk.
Olla dan Flora juga telah kembali ke mejanya. LKS Fiony mereka letakkan bergantian di pangkuan mereka. Menulis diam-diam saat bu guru sibuk mengutak-atik laptopnya.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Anin meminta izin untuk masuk pada bu guru, dan beralasan terlambat karena ada keperluan OSIS. Bu guru menatap Anin dengan kacamata yang sengaja diturunkan ke hidung. Kemudian mengangguk tegas tanpa sedikit pun gurat senyum nampak di wajahnya. Sampai bergidik aku melihatnya.
Anin berjalan menuju mejanya dan nampak heran dengan keberadaan Adel. Disusul oleh Feni yang dengan mantap langsung saja duduk di kursi Shani. Aku ingin protes tapi siapa aku??
Saat aku sedang fokus menatap punggung Feni, tiba-tiba seseorang menggeser kursi di sebelahku.
"Ikut duduk di sini ya..". Suaranya terdengar seperti sedikit menggigil.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tulang Hasta
FanfictionMenjadi pengagum rahasia itu sungguh berat, apalagi kalau sampai jatuh hati. Ingin melangkah lebih jauh, tak bisa. Ingin biasa saja pun mustahil rasanya.. Luangkanlah waktumu jika kamu bersedia menemaniku. Akan kututurkan sebuah kisah klasik tentang...