Sinar putih lampu kamar tidur yang tak pernah kupadamkan menyerbu masuk ke dalam bola mataku saat aku secara tiba-tiba membuka lebar kedua kelopak mataku.
Tak langsung bangun, aku mengumpulkan kesadaranku sembari berusaha mengingat mimpi yang belum lama berlalu.
Seekor harimau besar tiba-tiba saja masuk ke dalam rumahku. Warnanya belang oranye bercampur hitam dan putih. Terlihat begitu jelas dan nyata. Ia berputar-putar memasuki setiap ruangan, entah untuk mencari apa. Sementara itu, aku yang hanya seorang diri di rumah, memaksakan diri untuk tetap tenang dan berusaha sebisa mungkin untuk tidak menimbulkan suara apapun. Dari balik pagar lantai dua rumahku inilah aku berdiam diri memperhatikan gerak-geriknya. Tubuh panjang besar binatang tersebut terlihat begitu gagah. Setiap langkahnya seolah memancarkan aura yang tidak aku kenali. Geramannya yang mengagetkan itu membuat keadaan diselimuti nuansa mistis yang menyebalkan. Bulu kudukku seketika berdiri, hingga membuatku membeku di tempatku.
Di dekat tangga menuju ke bawah, terpajang sebuah senapan angin laras panjang yang baru beberapa pekan bunda beli dari seorang pengerajin yang juga merupakan kawan pamanku. Tak pernah kami gunakan, karena memang niatnya hanya untuk sebagai pajangan saja. Namun sebagai kelengkapannya, kami juga mendapatkan satu dus kecil peluru juga sesuatu yang kata ayah adalah gasnya. Aku memperkirakan jarakku dengan senapan angin tersebut, serta berapa lama waktu yang aku perlukan untuk mengambil sekaligus memasukkan peluru yang diletakkan di kusen pintu yang tak jauh dari tempat itu. Sementara itu, harimau tadi masih berputar-putar dan berjalan memasuki kamar tamu. Buru-buru aku bangkit dan berjalan sembil berjinjit. Pelan-pelan kuraih senapan tersebut yang ternyata dikaitkan dengan kuat pada beberapa buah paku beton yang mengelilinginya. Suasana semakin terasa menegang saat geraman harimau tadi terdengar mendekat. Telapak tanganku yang dipenuhi oleh peluh membuat aku semakin kesulitan melepaskan kaitan-kaitannya.
Dari pojok mataku, aku melihat harimau tersebut masuk ke dalam ruangan lain yang tak jauh dari anak tangga. Aku membeku di tempatku sekaligus menghentikan aksiku. Ujung ekor harimau tersebut akhirnya masuk sepenuhnya ke dalam ruangan itu. Lalu, secara paksa aku buru-buru menarik senapan tersebut hingga dinding tempatnya menggantung rusak dan meninggalkan lubang-lubang kecil. Hatiku mendadak tenang saat senapan tersebut telah sepenuhnya ada di dalam dekapanku. Dingin moncong besi tebal yang berpadu dengan kayu berkualitas tinggi yang melapisi beberapa sisinya seolah menjanjikan kemenangan.
Aku mengangkat kepalaku dan tiba-tiba harimau yang entah sejak kapan berada di hadapanku itu tiba-tiba saja menerkamku.
***
"Niel!"
Aku tersentak kaget dan refleks memukul bahu Olla yang duduk tak jauh dariku.
"Ngelamunin apaan sih? UAS? Udah.. Tenang aja.. Kata papah aku juga semua anak kelas 8 pasti naik ko.."
"Aku ga separah itu kali La.."
"Tapi jujur deh, kamu dari pagi keliatan beda banget tau Niel.."
"Beda?"
"Iya bener Del.. Aku juga sampe mikir, nih si Oneil lebih pendiem dari biasanya nih.. Pasti lagi ada sesuatu.."
"Iya, mikirin apa kamu Niel? UAS?"
"Apaan sih, masa UAS doang digalauin.."
"Ya kan pacar ga punya, jadi yang penting apa lagi dong selain UAS.."
Aku tak menjawab pertanyaan mereka dan hanya memberikan tatapan malas. Beruntung keributan teman-teman yang baru saja memasuki kelas menyita dan mengalihkan perhatian mereka dariku.
Sebenarnya aku hanya masih merasa kaget akibat mimpi diterkam harimau semalam. Bisa-bisanya. Dan mengapa pula rasa tegangnya terasa begitu nyata dan melekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulang Hasta
FanfictionMenjadi pengagum rahasia itu sungguh berat, apalagi kalau sampai jatuh hati. Ingin melangkah lebih jauh, tak bisa. Ingin biasa saja pun mustahil rasanya.. Luangkanlah waktumu jika kamu bersedia menemaniku. Akan kututurkan sebuah kisah klasik tentang...