Aku berbaris di bagian paling belakang. Upacara sebentar lagi akan dimulai. Kupandangkan mataku ke barisan OSIS yang berada tepat di seberang barisan kelasku. Ada Shani di sana. Wajahnya nampak serius. Berkarisma sekali. Rasanya masih tak percaya dengan yang kulihat beberapa waktu yang lalu. Aku menghirup dalam-dalam napasku beberapa kali. Membiarkan lebih banyak osksigen memenuhi paru-paru dan otakku. Kepalaku berdenyut beberapa kali. Pagi ini sebenarnya aku kurang enak badan. Entah mengapa sejak bangun tidur kepalaku terasa sangat berat. Aku sudah bilang pada bunda, namun beliau tetap memaksaku pergi sekolah..
Beruntung aku dapat barisan paling belakang, jika terjadi sesuatu kepadaku, setidaknya tidak akan banyak teman sekelas yang tahu. Adel sendiri ada di hadapanku, asyik mengobrol dengan Olla yang ada di sampingnya.
Aku menundukkan kepalaku dalam-dalam, berusaha mengusir rasa pening yang kian menjadi. Kugenggam dan kuremas-remas jari-jemariku sendiri, mencoba menguatkan diri.
Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku."Duh telat, untung masih boleh masuk barisan". Terdengar seperti suara Fiony.
Aku menoleh ke belakang sambil menutup bibirku dengan punggung tanganku, berusaha menyembunyikan kalau-kalau wajahku terlihat pucat.
"Gausah kaget gitu ih..", ucap Fiony sambil memeluk lehernya sendiri.
"Wih", ucapku sedikit terkejut melihat tampilan barunya.
"Gara-gara abang aku nih.. Potongnya kependekan.. Bagus ga Niel?". Fiony membuka topinya dan memperlihatkan potongan rambut barunya. Terlihat mirip dengan potongan rambut Shani, hanya saja memang lebih pendek.
"Gapapa Fio.. Bagus.."
Fiony kemudian membalikkan badanku. Upacara pun dimulai tak lama setelahnya.
Pembina upacara terus berbicara. Terlalu lama. Panas matahari pun semakain terik rasanya. Badanku sudah tak kuat lagi. Sekujur tubuhku terasa mendingin. Peluh makin bercucuran dari pelipisku. Aku harus bertahan. Aku benci bila harus terlihat lemah di hadapan teman-temanku.
Racauan pembina upacara rasanya semakin memancing rasa mualku. Kukerjapkan mataku beberapa kali. Kulihat sekelebat awan sirus yang ada jauh di atas sana. Langit biru terlihat sangat indah namun tak membuatku merasa lebih baik. Aku tak tahan lagi. Rasa asam sudah sampai ke kerongkonganku. Mataku terasa berat dan mulai kabur. Buru-buru aku membalikkan badanku, sambil membekap mulut, dan berjalan menuju seorang petugas PMR bertubuh mungil yang berada tak jauh dari tempat Fiony berdiri. Ia mengerti dan langsung memapahku menuju ruang UKS. Bahkan dengan sabar anggota PMR itu menungguiku saat muntah-muntah di selokan kecil sebelum sampai di ruang UKS. Aku sudah tak ingat dan tak peduli lagi bagaimana reaksi teman-temanku.
Ruang UKS ini cukup sempit dan nampak usang. Hanya ada tiga ranjang dengan tinggi yang rendah berjajar menghadap jendela. Saat aku sampai, terlihat semua ranjang itu terisi penuh. Bahkan ada Feni di sana. Ya, anggota OSIS juga ada nakal-nakalnya. Mungkin daripada berpanas-panasan berdiri di keramaian sana, lebih enak bersantai di ruangan kecil ini.
Salah seorang anggota OSIS yang tidak kukenal segera berdiri dan sedikit merapikan tempatnya untukku. Aku mengangguk lemas sebagai pengganti ucapan terima kasihku. Aku berbaring dengan sedikit tidak nyaman, sadar semua mata diam-diam memperhatikanku. Anggota PMR yang tadi mengantarku menghampiri dan memberikan teh tawar panas padaku. Ia kemudian memijat di satu titik antara ibu jadi dan telunjukku. Pijatannya tidak enak dan terasa menyakitkan, tapi aku membiarkannya, sekedar untuk menghargai.
Waktu terasa begitu lama berlalu, dan entah sudah berapa lama pembina upacara berceloteh. Tiba-tiba seorang korban upacara masuk secara mandiri. Mukanya pucat pasi, dan tanpa permisi langsung duduk di ranjang yang ada di sisi paling ujung, membuat si empunya ranjang meninggalkan tempatnya tanpa berkata-kata. Aku melihat ke ranjang di sampingku. Masih ada Feni di sana. Tatapannya yang malas dan tajam itu menusuk menembus tirai jendela. Entah apa yang sedang dipikirkannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tulang Hasta
FanfictionMenjadi pengagum rahasia itu sungguh berat, apalagi kalau sampai jatuh hati. Ingin melangkah lebih jauh, tak bisa. Ingin biasa saja pun mustahil rasanya.. Luangkanlah waktumu jika kamu bersedia menemaniku. Akan kututurkan sebuah kisah klasik tentang...