“Kak, gue numpang sarapan, ya!”
Di tengah kesunyian pagi, suara itu mendadak memenuhi rumah. Aku mengalihkan perhatianku dari wajan dan akhirnya melihat Bintang memasuki dapur. Matanya bahkan belum mampu ia buka sepenuhnya. Dengan melihatnya saja, aku bisa yakin kalau Bintang belum mencuci mukanya.
“Kak Tiara mau ke sini juga?”
“Udah berangkat. Dia tadi buru-buru makanya enggak sempat masak.”
“Eila?”
“Ngikut juga.”
“Eila enggak sarapan dong?”
Bintang mengibaskan sebelah tangannya di udara. “Paling mereka beli terus makan di jalan.”
Untuk Kak Tiara dan suaminya dengan profesi yang mengharuskan mereka siap dipanggil kapan saja memang sulit. Bukan hanya tentang pekerjaan rumah namun juga anaknya, Eila. Anak itu jadi jarang berkomunikasi dengan kedua orang tuanya. Sebenarnya, mereka bisa saja menyerahkan pengasuhan Eila pada baby sitter. Menambah dua ART pun mereka lebih dari kata mampu. Aku juga sempat mempertanyakan hal itu —walau tak menyuarakannya. Sebelum Pras menceritakannya padaku. Dua tahun lalu Kak Tiara mempekerjakan ART sekaligus mengurus Eila ketika tidak ada orang di rumah. Hampir sebulan bekerja, dia kabur dengan uang curian yang didapatkan di kamar Kak Tiara. Kak Tiara kapok dan tak ingin mencoba-coba lagi. Ia memilih mengurus segalanya seorang diri meski tahu tidak akan maksimal.
“Kak, ngomong-ngomong gue ada kabar gembira,” ujar Bintang bersemangat.
“Subscriber lo naik?” tebakku.
“Kok Kak Pita bisa tau?”
“Nebak tapi ternyata bener. Lo kan paling semangat kalau omongin hal yang lo suka,” jawabku sambil membumbui sayur sopku.
“Ihh, terharu deh akoh. Tapi, sebenarnya bukan cuma itu, Kak. Jadi, beberapa hari yang lalu temen gue saranin upload tutorial make-up di Toktik. Karena enggak ada ruginya, gue upload dah tuh 4 video tiap hari. Tau apa yang terjadi?”
Aku berbalik dan menggeleng sebentar pada Bintang.
“Gila, Kak! View sama like-nya sampai puluhan ribu! Followers Instagram gue juga naik, subscriber, viewers YouTube juga naik!” Bintang bercerita dengan menggebu-gebu. “Gila, gila. Kenapa enggak dari dulu gue upload di sana?”
Aku meletakkan lauk dan sayur di atas meja sembari mengangguk-angguk. Untung saja aku memasak lebih, kalau tidak kami bertiga harus berbagi makanan untuk dua porsi.
“Jadi, rencananya habis sarapan gue mau langsung bikin konten. Kalau menurut Kak Pita, gue upload video tiap hari atau gimana?”
“Enggak usah tiap hari juga. Yang penting jadwalnya tetap. Biar followers lo enggak kabur karena kelamaan nunggu.”
“Gitu, ya?” Bintang mengangguk-angguk.
“2-3 video seminggu udah cukup. Kalau YouTube, 1 aja kayaknya udah cukup.”
Bintang cemberut dengan tangan terlipat di atas meja. “Enak ya diskusi sama Kak Pita. Soalnya Kak Tiara selalu sibuk. Kak Pras? Dia mana ngerti.”
Sejujurnya, aku tidak banyak mengerti tentang dunia per-youtube-an. Yang kulakukan hanya memberi saran sesuai dengan apa yang kutahu dan masuk akal. Tapi, sepertinya cukup membuat Bintang puas.
Baru saja namanya disebut, sang pemilik nama tiba-tiba muncul. Pras tersenyum padaku, mengelus pucuk kepala adiknya lalu bergabung bersama kami. “Apa yang enggak gue ngerti?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Simbiosis Romantisme [TAMAT]
RomancePita butuh seseorang yang bisa membantu memperbaiki ekonomi keluarganya. Dan Pras memenuhi syarat itu. Karenanya, Pita berani menerima lamaran Pras -dibanding menunggu Bara yang beberapa bulan ini dekat dengannya. Pita telah merencanakannya matang-m...