Aku balik lagi.
Semoga kalian enggak bosen aku muncul tiap hari😌Happy reading ❤️
🕊️🕊️🕊️
“Pagi, Pita.”
Sapaan barusan kuterima begitu menggeser pagar untuk Pras lewati nantinya. Dengan sangat terpaksa aku berbalik. Lagi-lagi senyum itu. Yang aku pertanyakan adalah apakah tidak ada orang yang menegur senyum menyeramkannya? Maksudku, mungkin dia bisa mengurangi sikap murah senyumnya. Biar orang sepertiku tidak takut.
“Iya, pagi.”
“Mau berangkat, kan? Ikut ke mobil saya aja,” ajaknya tanpa basa-basi.
Aku melirik rumahnya. Tidak ada tanda-tanda Mbak Indri di sana. “Saya berangkat bareng suami,” balasku berusaha sopan.
“Naik apa? Motor?” Dia tersenyum miring. “Mending ikut saya naik mobil.”
Aku memejamkan mata demi meredam emosi yang hampir menembus ujung kepalaku. Ini pertama kalinya dalam hidup aku bertemu orang semacam ini. Sejak kemarin aku menolak tapi masih saja dia berusaha seakan-akan aku bisa luluh. “Lebih cepat naik motor.”
“Iya tapi rambut Pita jadi berantakan. Belum lagi asap kendaraan, panas juga.”
“Pita.” Akhirnya penyelamatku tiba.
Alis Pras terangkat menatapku, seakan mempertanyakan laki-laki di depanku. Begitu Pras sampai di sebelahku, aku langsung mengamit lengannya dan merapatkan tubuhku padanya. Kalau dengan kata-kata tetangga mesum ini tidak mengerti, maka aku harus memperlihatkannya langsung.
Suami Mbak Indri mengulurkan tangannya. “Saya Danan, tetangga di depan.”
Pras menyambut uluran tangannya. “Oh, saya Pras. Ini istri saya, Pita.”
“Iya, kemarin kita udah kenalan,” katanya melirikku.
Selain mesum, suami Mbak Indri ternyata juga senang berimajinasi. Jelas-jelas kemarin dia sudah tahu nama dan pekerjaanku, apanya yang berkenalan!
“Oh ...”
Aku mendongak, pembicaraan ini harus selesai sampai di sini. “Pras, nanti kita telat.”
Pras menunduk, tersenyum sambil mengangguk. “Saya pamit, Mas. Kapan-kapan kita ngobrol lagi.”
“Iya, iya, saya juga mau berangkat.”
Masih memegang tangannya, aku menariknya masuk. Aku tidak mau ditinggalkan bersama suami Mbak Indri. Iya, dia masih di sana padahal bilang ingin berangkat juga. Pras memasang helm di kepalaku lalu naik ke atas motor. Aku menyusul dan melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya.
“Pita?”
“Iya?”
Hening sejenak. “Enggak jadi.”
Motor lalu melaju pelan keluar, Pras berhenti dan aku terpaksa turun menutup pagar rumah. Untungnya suami Mbak Indri sudah menyeberang menuju rumahnya. Selesai mengunci pagar, aku kembali ke atas motor dan memeluk Pras. Aku yakin suami Mbak Indri masih melihat ke arahku.
Kami sampai di klinik lebih lambat dari biasanya. Tapi memang laju motor Pras hari ini lebih hati-hati. Mungkin ada masalah dimotornya.
Pras melepas helmku sambil berkata, “Hari ini kamu aneh.”
“Aneh?” Aku mengambil helm dari tangan Pras.
Pras mengangguk. “Kamu enggak pernah pegang tangan aku duluan. Tadi juga, biasanya cuma pegangan di jaket.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Simbiosis Romantisme [TAMAT]
RomansaPita butuh seseorang yang bisa membantu memperbaiki ekonomi keluarganya. Dan Pras memenuhi syarat itu. Karenanya, Pita berani menerima lamaran Pras -dibanding menunggu Bara yang beberapa bulan ini dekat dengannya. Pita telah merencanakannya matang-m...