22 | Kencan

24.1K 3.2K 93
                                    

Aku enggak usah ngebacot kali, yak. Langsung aja

Happy reading❤️



🕊️🕊️🕊️




“Jangan-jangan ...” Bintang menggantung kalimatnya sambil memicing ke arahku. “Kalian pisah ranjang?”

Jihan ikut kaget. “Jangan bilang karena masalah ini?”

“Astaga! Masa baru berapa hari setelah nikah kalian dah pisah ranjang.”

“Kak, kalau Ibu tau, Ibu pasti sedih.”

Terpaksa aku duduk dan menggeleng agar mereka berhenti berprasangka. Tapi untungnya, tebakan Bintang tidak benar jadi aku bisa menyangkal —walau apa yang aku katakan nanti juga kebohongan.

“Enggak. Gue belum sempat bongkar semua barang di koper jadi kutaruh di sana.”

Kenyitan di kening Bintang belum menghilang. Sepertinya masih ada yang membuatnya curiga. “Terus kenapa Kak Pit keluar dari sana tadi?”

Ada dua jawaban masuk akal yang muncul di kepalaku. Pertama, aku bisa beralasan membersihkan kamarnya. Kedua, aku tidur di kamarnya karena nuansa kamar Pras tidak begitu cocok untukku. Masalahnya, aku harus memilih jawaban yang dapat Bintang percaya dan tidak akan menimbulkan pertanyaan lagi.

“Itu, kamar Pras kan cowok banget, sementara kamar lo lebih kalem jadi gue niatnya mau lanjut tidur tadi.” Nuansa kamar Pras memang tidak ada sentuhan feminim sama sekali. Dindingnya perpaduan abu dan hitam. Sementara perabotan dan barang-barangnya kalau tidak putih, ya hitam.

Jihan mengangguk-angguk, anak ini memang paling mudah dibohongi. Berbeda dari Bintang yang masih diam. Aku menunggu satu dua kata keluar dari mulutnya sebagai tanggapan dengan cemas.

“Bilang dong, Kak!” Bintang mengibaskan tangannya di udara. “Gue nanya gitu bukan karena enggak suka Kak Pit tidur di kamar gue, ya. Gue cuma takut kalian berantem gitu.”

Akhirnya aku bisa bernapas lega.

“Nah kalau masalah kamar Kak Pras. Kenapa enggak minta dia ganti warna catnya?” lanjut Bintang penasaran.

“Iya, nanti gue bahas sama Pras,” kataku bohong. Untuk apa juga aku memintanya mengganti cat kamarnya sementara aku tidak tidur di sana —setidaknya untuk saat ini.

“Soalnya gue mau balik ke sini, Kak. Hehehe ...”

Oh, tidak.

***

Besoknya ketika aku dan Pras bersantai sambil menonton film, Bintang mengabarkan kalau video yang dibuatnya ikut viral. Karena sama-sama tak memiliki aplikasinya, Pras akhirnya mengalah dan menggunakan ponselnya.

Pras membuka kolom komentar dan menyuruhku mendekat agar bisa membacanya bersama. Seperti yang Bintang katakan, banyak orang yang murka pada Sandra. Dari yang paling marahnya paling sopan sampai menyakitkan hati. Aku juga marah pada Sandra, tapi kurasa komentar mereka keterlaluan.

Selain hujatan lebih banyak ditujukan pada Sandra, nyatanya masih ada beberapa di antara mereka yang memojokkanku. Tak banyak, itu pun hanya kubaca sekilas karena Pras menggulirnya lumayan cepat.

Stop!” Aku menahan jari Pras karena menangkap satu nama yang tidak asing.

Barata Ramadhan

Gue kenal baik sama Pita dan dia bukan perempuan yang tega rebut cowok orang. Malah dia baik banget, dari dulu dan enggak berubah sampai sekarang.

Simbiosis Romantisme [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang