Enggak jadi Rabu deng!🤣
Di mana lagi kalian menemukan kebohongan yang membuat senang.Happy reading❤️
🕊️🕊️🕊️
Walau tahu berita tentangku telah surut, aku masih sedikit waswas. Contohnya tadi pagi, ada dua perempuan yang usianya mungkin hampir sama denganku. Mereka ngobrol di kursi tunggu setelah melakukan pembayaran. Kadang berbisik, sesekali juga tertawa pelan. Mataku melirik hati-hati, takut aku kembali jadi bahan gosip.
Nyatanya, tidak. Mereka tertawa karena sempat berselfie dan melihat hasilnya bersama. Aku mendesah dan berusaha mengalihkan perhatian. Kalau dibiarkan, aku bisa terus mencurigai orang lain.
“Pita..”
Bayangan kejadian tadi pagi menghilang begitu seseorang memanggil. Aku mendongak dari kertas yang sejak tadi kucorat-coret. Itu Mami. Yang siang ini tampak silau dengan setelan berwarna pink fanta, tak lupa tas yang ditenteng pun berwarna senada. “Siang, Mami.”
Mami berhenti di sebelah meja resepsionis. “Dokter Mona di dalam, kan?”
“Iya. Mami udah buat jadwal sama Dokter Mona?” tanyaku. Seingatku hari ini belum sebulan untuk treatment bulanannya. Aku juga tidak menerima telepon perihal jadwal baru untuknya.
“Udah dong! Hari Jumat kamu enggak masuk, kan? Hari itu saya buat jadwalnya langsung sama Dokter Mona.”
Aku ber-oh ria. “Langsung masuk aja, Mi. Dokter Mona ada di dalam.”
Mami memukul pelan lengan atasku sembari tersenyum. “Anak saya yang mau treatment. Besok dia ada janji sama calonnya.” Mami lalu berbalik. “Bara!”
Bara masuk setelah namanya dipanggil. Aku tersenyum tipis saat mata kami bertemu. Bara balas tersenyum namun begitu tatapan beralih, senyumnya hilang.
“Pita, apa kabar?” tanyanya begitu sampai di dekat mejaku.
Baru saja aku menarik napas, bermaksud menjawab pertanyaan Bara. Mami langsung menarik anaknya dan tersenyum padaku. “Ayo masuk, sayang.”
Walau sedikit tersinggung, aku berusaha mengerti. Mami menolak fakta bahwa anaknya menyukaiku sementara di sini, kami bertemu. Mungkin baginya, saling bertanya dan menjawab bisa membuatnya berpikir yang tidak-tidak.
Aku mengeluarkan ponselku karena untuk satu atau dua jam ke depan tidak melakukan apa pun. Mendadak aku kangen Ibu jadi aku memutuskan mengirim pesan pada Raya. Sekadar menanyakan keadaan Ibu. Tetapi, bukannya hilang aku justru makin ingin melihat Ibu.
Kalau nanti Pras mengizinkan, sepertinya aku harus mampir ke rumah Ibu.
“Pita.”
Tadi setelah puas berbalas pesan dengan Raya, aku menonton YouTube Bintang. Lumayan banyak yang kutonton sampai tak sadar waktu telah berlalu. Panggilan barusan yang menyadarkanku.
“Udah selesai?” tanyaku pada Bara.
“Iya, muka gue jadi halus banget,” katanya sambil mengusap pipi kanannya.
Aku terkekeh. “Emang gitu. Kalau lo puas sama hasilnya, lo rutin ke sini deh buat treatment.”
Bara memejamkan matanya dan menggeleng. “Cukup sekali. Gue enggak mau lagi.”
“Lo enggak bisa kalau nyokap lo yang maksa,” bisikku.
Bara tersenyum pahit, mungkin sadar apa yang kukatakan barusan benar adanya. “Ngomong-ngomong, masalah kemarin gimana?” tanyanya hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simbiosis Romantisme [TAMAT]
RomancePita butuh seseorang yang bisa membantu memperbaiki ekonomi keluarganya. Dan Pras memenuhi syarat itu. Karenanya, Pita berani menerima lamaran Pras -dibanding menunggu Bara yang beberapa bulan ini dekat dengannya. Pita telah merencanakannya matang-m...