Happy reading❤️
🕊️🕊️🕊️
Untuk merayakan kepindahan si tetangga mesum, Pras mengajakku makan di luar malam ini. Rencana awalnya Pras hanya ingin mengajak Bintang tapi tiba-tiba Kak Tiara menghubungi, katanya mereka berencana makan di luar. Karena itu aku juga sekalian mengajak Ibu dan dua adikku. Sekalian kumpul keluarga, terakhir kami semua berkumpul ya hari pernikahanku dengan Pras.
Kami duduk dengan dua meja yang digabung, di kepala meja ada suami Kak Tiara lalu di sisi ada Eila, Kak Tiara, Ibu, dan Raya. Di hadapannya ada Jihan, Bintang, aku lalu Pras.
“Mas, sotonya yang satu jangan pake bawang goreng.”
“Kamu enggak suka bawang goreng?” tanyaku saat pelayannya pergi.
“Suka. Itu buat kamu.”
“Tau dari mana?”
Pras mendekat dan berbisik di telingaku. “Ibu.”
Sekarang aku benar-benar mengerti. Sulit untuk tidak menyukai Pras. Selalu ada hal yang membuatku semakin yakin bahwa aku memang menyukainya. Dan pilihanku menyukainya tidak salah. “Kenapa enggak nanya sama aku langsung?”
Pras menuangkan air putih ke dalam gelasku. “Itu dulu, sebelum kita nikah. Kalau sekarang, aku pasti tanya langsung.”
Laki-laki ini selalu penuh kejutan. Aku tersenyum lalu meneguk air digelas sekalian mengalihkan pandanganku. Biasanya kumpul keluarga seperti saat ini sangat rawan akan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan untuk pengantin baru. Bisa ditebak bukan apa pertanyaannya?
Untungnya Kak Tiara termasuk orang yang mengerti batasan. Ibu? Apalagi. Baginya, aku lebih tahu apa yang aku inginkan dan kehidupan rumah tanggaku adalah urusanku bersama suamiku.
“Mama, mau ke mana?”
“Toilet. Sebentar aja, kamu tunggu di sini, ya?”
“Berapa lama?”
Percakapan anak dan mamanya yang duduk di belakangku terdengar jelas olehku. Karena cukup penasaran kenapa anaknya begitu sulit melepas mamanya yang hanya izin sebentar, aku berhenti menyeruput kuah sotoku dan menengok sebentar. Ternyata hanya ada mereka berdua. Mungkin karena melihatku berbalik, Pras mengikuti arah pandangku.
“Lima menit.”
“Tapi, aku sendiri, Ma.”
“Cuma lima menit.”
Tiba-tiba Pras bangkit dari duduknya dan menghampiri meja anak laki-laki itu. “Kalau enggak keberatan biar saya yang jagain.”
“Oh, makasih banyak, Mas.” Mamanya berjongkok di depan anaknya. “Kamu sama Om ini dulu, ya? Mama enggak lama kok.”
Meski masih ragu, anak itu mengangguk dan mamanya bergegas pergi. Mataku sempat menangkap tangannya yang menyambar cepat tas di kursi sebelahnya. Namun aku tidak terlalu curiga, mungkin di dalam sana ada tisu atau pembalut yang ia butuhkan.
“Namanya siapa?” Pras bertanya dengan lembut.
“Malik.”
Mengabaikan leherku yang mulai sakit karena terus menengok, ujung bibirku terangkat melihat interaksi Pras dan anak yang mungkin berusia lima atau enam tahun itu. Pras sudah cocok jadi ayah.
“Dari dulu Kak Pras kalau lihat anak kecil tuh gitu, Kak.” Suara Bintang membuatku berhenti menatap Pras.
“Pras suka anak kecil?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Simbiosis Romantisme [TAMAT]
RomancePita butuh seseorang yang bisa membantu memperbaiki ekonomi keluarganya. Dan Pras memenuhi syarat itu. Karenanya, Pita berani menerima lamaran Pras -dibanding menunggu Bara yang beberapa bulan ini dekat dengannya. Pita telah merencanakannya matang-m...