Selamat datang di duniaku yang baru!
Mari menjelajah bersama Pita dan Pras❤️Sesuai janjiku kemarin, kan? Taun 2022 publish bab 1💃💃
Happy reading!
🕊️🕊️🕊️
Dua puluh delapan tahun dan masih betah dengan kesendirian. Bukannya tak ingin, jujur aku selalu iri setiap menghadiri pesta pernikahan teman-temanku —seperti saat ini. Duduk bersanding di atas pelaminan bersama pasangan terkasih. Belum lagi undangan lain yang datang bersama pasangan mereka, bahkan kebanyakan sudah menggandeng anak. Pemandangan yang benar-benar membuat mataku perih.
Tidak usah ditanya seberapa sering pertanyaan “Kapan nyusul?” mampir untukku. Aku saja sampai muak mendengarnya. Seakan-akan aku yang terlalu pemilih dan memiliki standar terlalu tinggi bagi calonku kelak. Padahal aku hanya belum bisa. Ada hal lain yang lebih penting untuk aku pikirkan, dibanding harus pusing memikirkan siapa kira-kira pria yang cocok.
“Pita?”
Aku mendesah pelan. Padahal aku sengaja mengasingkan diri di balkon agar tak ada yang mengajakku bicara atau menanyakan hal-hal yang terlalu privasi. Terpaksa aku menengok karena penasaran dengan suara berat yang memanggilku.
Sesaat aku memicing. Tubuhnya yang membelakangi cahaya dari dalam ruangan membuatnya tampak seperti siluet. Tetapi, satu yang aku tahu. Tingginya terlalu menjulang jika disandingkan denganku yang hanya 155cm. Oh, tidak. Malam ini 165cm karena aku sengaja mengenakan heels 10cm.
“Siapa, ya?” tanyaku pelan.
Bukannya langsung menjawab, laki-laki bertuksedo itu malah tertawa ringan. Ia lalu menutup pintu dan menghampiriku. Selangkah demi selangkah yang ia ambil aku gunakan untuk memindai wajahnya. Sayangnya, saat laki-laki itu berhasil berdiri tepat di hadapanku, aku belum juga mengenalinya.
“Bara,” katanya sembari tersenyum.
Alisku bertaut. Seingatku, teman SMP yang namanya Bara cuma satu. Perawakannya juga berbanding terbalik dengan pria ini. Bara yang kukenal punya badan agak berisi dan waktu itu juga aku lebih tinggi darinya.
“Bara Ramadhan belum ingat?”
Kedua mataku melebar mendengar nama lengkapnya. Ternyata benar, dia Bara yang kukenal. Bagaimana bisa Bara berubah drastis? Tanpa sadar aku mengamatinya mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki.
“Lo berubah banyak,” kataku jujur.
Bara tergelak sampai matanya hampir hilang. “Tau enggak? Lo orang terakhir di kelas kita yang ngomong itu.”
Aku mengernyit. “Maksudnya?”
“Semua teman sekelas kita udah lihat dan puji perubahan gue.”
Sejenak aku terdiam. Mencerna maksud dari jawaban Bara. Lalu alisku terangkat tinggi saat aku akhirnya mengerti. “Oh, ya?”
Ini memang pertama kalinya aku bertemu dengan teman SMP-ku, terhitung sejak kami lulus. Aku selalu menghindari acara reuni, kumpul-kumpul atau pernikahan salah satu teman sekelas. Jujur, aku tidak begitu suka dan dekat dengan teman sekelasku semasa SMP. Kebanyakan dari mereka terlalu menjunjung nilai akademi dan bersaing satu sama lain.
Dan untuk malam ini pengecualian. Pernikahan teman terdekatku tidak boleh aku lewatkan begitu saja. Meski harus menahan sesak mendengar aksi saling pamer para tamu.
Bara mengangguk dengan senyum yang masih menghias wajahnya. “Iya. Setiap ikut reuni, kondangan, gue selalu nyari lo.”
“Jangan bilang gue punya utang sama lo?” tanyaku serius namun juga terdengar seperti lelucon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simbiosis Romantisme [TAMAT]
RomancePita butuh seseorang yang bisa membantu memperbaiki ekonomi keluarganya. Dan Pras memenuhi syarat itu. Karenanya, Pita berani menerima lamaran Pras -dibanding menunggu Bara yang beberapa bulan ini dekat dengannya. Pita telah merencanakannya matang-m...