Episode 34 : Uncle Kim

111 17 8
                                    

Emily datang ke salah satu gedung di distrik Gangnam. Bangunan 6 lantai dengan kantor pengacara Kim terletak di lantai teratas.

Kim memilihnya karena itu memiliki balkon sehingga di atas dak itu dia bisa membuat semacam rumah kaca dengan furnitur rotan dan tanaman hijau yang diairi dengan sistem hidroponik. Kim ingin agar kantornya selalu dalam nuansa musim panas

Kedatangan Emily memang agak membuat heboh karena semua pria yang berada di gedung itu antusias untuk membantunya dengan bahasa Inggris yang berantakan. Emily menolak mereka dengan halus karena memang dia tidak memerlukannya.

Sesampainya disana, pengacara Kim langsung mengajaknya duduk di rumah kaca itu. Lantainya dibuat dari kayu parket dengan sisi meliuk dinamis berbatasan dengan rumput hijau. Dinding partisi kassa dirambati tanaman anggur yang terlihat segar karena selalu diairi.

Emily duduk di sofa rotan dengan bantalan kain katun putih dan diatapi dengan pergola kayu putih yang dipasang berjarak sehingga cahaya matahari masih bisa masuk menimbulkan bayangan cantik bergaris. Hempasan angin terasa dari kipas angin kayu yang bergelantung di atas Emily.

Mengingatkan Emily pada nuansa villa di Amerika Selatan. Bukan di atas rooptop kantor kota Seoul Korea.
Interior dan eksterior kantor paman Kim menyatu secara alami. Emily pikir adalah hal yang wajar karena koneksi paman Kim adalah politikus papan atas Korea. Wajar saja mereka punya kontak kontraktor yang handal.

"As you want, orange juice. Non alcohol. (Seperti yang kau mau, Jus Oranye. Non alkohol)." Paman Kim meletakkan baki berisi gelas es dan botol kaca berisi jus di atas coffee table rotan di hadapan Emily.

"Of course. There is no alcohol orange juice, Uncle. (Tentu saja tidak ada jus oranye beralkohol paman.)" Emily sedikit menunduk menuangkan jus ke dalam gelas, memperlihatkan belahan dadanya yang makin jelas di antara blazer ketat tanpa lengan berwarna hijau daun. Mantelnya yang berwarna kuning gading dia lipat dan taruh di atas sofa.

Mustahil bagi paman Kim untuk tidak melihat itu. Fokusnya hilang sejenak.
"Aaa ... iya ... a What are you doing? I mean the term of coming here. (Apa yang kamu lakukan? Maksud saya dalam tujuan untuk datang kemari.)"

*Semua pembicaraan paman Kim dan Emily diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari bahasa Inggris.

"Saya tertarik untuk membeli properti di Korea paman." Emily mengecap sedikit bibirnya setelah minum jus.

Kim mengamati dengan heran. Mengapa bibir penuh itu tidak meninggalkan bekas gincu di tepi gelas?
"Benarkah? Mengapa kau tiba-tiba tertarik? Apakah kau dan Kyungsoo sudah ..." Paman Kim tersenyum tipis, mengira-ira.

"Tidak. Aku hanya memiliki rekan di bidang properti dia juga seorang senator di negara bagian Texas. Maksudku dia punya saham disana. Dia tertarik juga untuk memperlebar sayapnya."
Emily tidak salah dan juga tidak benar, dia mengada-ada dalam hal itu tapi dilain pihak dia juga punya kenalan seperti yang dia katakan. Emily mencari peluang. Satu batu, dua burung terkena.

"Ah saham mayoritas."

"Benar paman." Emily mengiyakan. "Aku ingin menanyakan aspek hukum disini apakah orang asing bisa mendapatkan tanah atau properti ..."

"Oh bisa!" Paman Kim menjawab antusias. "Tidak seperti di Bali atau Cina. Di Korea kamu bisa mendapatkan tanah asal kamu menjalankan syarat. Tetapi dengan punya tanah kamu belum tentu jadi resident ya ..." Paman Kim tersenyum, menggoda Emily sekali lagi.

"Hahaha iya. Bisa jadi aku jatuh cinta pada paman Kim dan memutuskan jadi warga negara Korea." Emily tertawa. Wajahnya tambah bercahaya.

"Kau membuatku malu." Wajah pengacara Kim menjadi merah seperti tomat rebus. Tertawa kencang lalu terbatuk-batuk.

Mistake in Love (Sudah Terbit. Pemesanan lihat halaman terakhir.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang