Episode 40 : School Camping

77 14 2
                                    

Sang jongos berjalan terseok-seok. Keluar dari mobilnya. Bahunya mengeluarkan banyak darah. Rasanya dia sudah diambang tak sadarkan diri. Dia harus sadar setidaknya setelah dia masuk ke rumah yang dia tuju.

Sang jongos mengetuk pintu rumah sederhana itu. Tak ada yang keluar, mungkin penghuninya tidur. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Sang jongos mengetuknya lebih kuat lagi.

Akhirnya pintu perlahan terbuka.

"I .. bu," ucapnya lirih.

Sang Ibu pun membuka lebar pintunya. Tubuh sang jongos jatuh berdebam di hadapannya.

"Nak! Kamu kenapa nak?!" ucapnya panik. "Ke rumah sakit! Kamu harus ke rumah sakit!"

Diantara garis sadar dan tidak sadar, sang jongos melihat ibunya yang menangis.
"Tidak ... boleh ... rumah ... sakit ... Ibu ... uang ... di rekening ... Ibu ... ke ... luar ... negeri ... sebelum ... itu ... diambil ..."

Sang ibu tak mengerti arti kata sang anak. Ada banyak darah dan wajah anaknya yang memucat. Di dalam pikirannya sang anak harus ke dokter sekarang juga.
"Tidak nak. Ibu harus telfon ambulance. Harus!"

Sang ibu berlari mengambil smartphone-nya. Salurannya sibuk dan dia mencobanya sekali lagi.

Cahaya yang sangat terang seperti menyinari sang jongos. Masa lalu berkelebat di dalam pikirannya. Sang ayah ... Sang ibu ... membawanya ke bandara. Mereka akan naik pesawat meninggalkan Korea. Dia duduk diapit mereka berdua. Lepas landas menuju awan di langit.

***

"Kyungsoo ..."

"Kau menghubungiku berarti ..."

"Iya. Pengacara Kim akan pulang."  Smartphone masih menempel di telinga  Emily, saat dia berbalik Pengacara Kim melambaikan tangan padanya, menunjuk-nunjuk iga panggang besar yang sedang dimasak di atas tungku barbeque besar.

Dia berkata "Pesan?" Tidak terdengar tapi Emily dapat membaca gerak bibirnya.

Emily membuat gesture angka 2 dengan jarinya, pertanda dia ingin dipesankan iga panggang tersebut.

Dengan mantap, pengacara Kim memberi jempol, yang berarti 'baiklah'. Tak sabar ingin memakannya.

"Pengacara Kim sedang bersamaku. Dia berkemas malam ini. Apapun rencanamu lakukan secepatnya sebelum dia pulang." Emily memberi tahu Kyungsoo mengenai rencana Kim yang diberitahukan kepadanya.

Kyungsoo terkekeh. "Tau darimana kalau aku punya rencana?" ledek Kyungsoo, mendengar tebakan Emily.

"Kau selalu punya rencana."

Kyungsoo tersenyum mendengarnya. Setelah dirinya gagal menyelamatkan seorang polisi bernama Wu Jin. Sepertinya ia tetap harus bergerak. Emily benar. Dia harus berjaga-jaga. "Baik Emily. Terima kasih." Kyungsoo menutup telfonnya.

Cuaca sudah mulai menghangat. Tapi bukanlah cuaca hangat yang terjadi, melainkan hujan yang makin sering turun. Hujan memang sangat baik. Meluruhkan semua salju yang menumpuk di atas vegetasi maupun pelataran. Tapi persatuan antara salju dan air itu mengakibatkan arus deras banjir di beberapa tempat, kebasahan dan kedinginan. Sangat tidak nyaman.

Walau cuaca di luar membuat malas, Kyungsoo bertekad untuk ke rumah sakit sekarang. Ayahnya sudah tidak tinggal di apartemennya jadi pergerakannya lebih bebas. Tanpa Emily dan Suci tidak ada alasan bagi ayahnya untuk tinggal disana lagi.

***

Jihoon memakai sebuah kemeja. Walau masih agak sakit saat memasukkan tangannya ke lubang lengan, Jihoon sudah memutuskan untuk keluar dari Rumah Sakit hari ini. Kemeja dan pakaian dalam yang dia pakai sekarang adalah kiriman dari Dita melalui jasa kurir. Pakaian itu diletakkan Jihoon di tempat dimana Sang Hyuk tidak dapat melihatnya.

Mistake in Love (Sudah Terbit. Pemesanan lihat halaman terakhir.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang