Harry's POV
"Ajakan apa yang kau tolak dari Kendall malam ini?"
Shit! Bagaimana bisa aku keceplosan.
Tidak. Nina tidak boleh tau bahwa Kendall telah mengajakku bercinta.
"I-Itu, makan malam." jawabku singkat sambil membuang tatapanku darinya dan mulai menyuapkan makanan.
Nina terdiam sejenak, ku rasakan ia memandangiku sesaat. "Oh." ujarnya sambil mengangguk.
Kami pun melanjutkan makan malam dengan kesunyian. Setelah makan malam, aku segera beranjak ke ruang studyku untuk melanjutkan beberapa pekerjaan kantor, sementara Nina menyibukkan dirinya di dapur.
***
Nina's POV
Baru saja aku menyelesaikan tugasku yaitu mencuci piring dan sekarang aku mulai bosan.
Sebenarnya hobiku adalah menulis. Lebih tepatnya menulis naskah film. Aku juga pernah diam-diam memiliki kontrak dengan sebuah Production House yang membutuhkan seorang penulis naskah film, tapi kontrak itu sudah habis beberapa bulan yang lalu. Aku sempat melihat beberapa naskahku telah menjadi sebuah film pendek dan ditayangkan di stasiun televisi. Tentu saja itu semua tanpa sepengetahuan orang tuaku. Hanya Alex yang mengetahuinya.
Aku rindu menjadi seorang penulis naskah film. Aku ingin bekerja lagi, tapi tidak mungkin karena Harry tidak akan mengizinkanku. Dan jika aku diam-diam tanpa meminta izinnya, lama-kelamaan ia pasti akan tahu. Mungkin bicara padanya secara baik-baik, ia akan mengizinkanku. Akan ku coba.
Aku melangkahkan kakiku menuju kamarnya. Namun ia tak ada di sana.
"Harry?" panggilku berteriak.
Namun tak ada respon untuk panggilanku. Aku pun menghampiri ruang studynya.
Aku membuka pintunya dan menemukannya sedang mengetik sesuatu di laptopnya.
Harry menatapku yang masih berdiri di depan pintu. "Ada apa?" ia mengerutkan keningnya.
Aku menutup pintu dan menghampirinya. "Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
Ia langsung menutup layar laptopnya dengan keras. Lalu menghadapku dan menatapku, menungguku berbicara.
"Aku ingin meminta izin padamu." ucapku sambil duduk di seberang meja. "Aku ingin bekerja. Tapi pekerjaan itu tidak menuntutku untuk sering meninggalkan rumah, sungguh. Aku akan tetap bekerja di rumahmu." lanjutku dengan cepat, sebelum ia bisa memotong ucapanku.
Ekspresi wajah Harry kesal saat ini. "Aku tidak akan mengizinkanmu. Begitu pun orang tuamu." ia langsung memalingkan wajahnya dariku.
"Ayolah, Harry. Aku merasa bosan jika hanya mengurusi rumah ini. Dan pekerjaan yang ku mau itu adalah hobiku. Itu akan sangat membantuku untuk menghindari rasa bosanku." aku merengek padanya. "Dan kau tidak perlu mengatakannya pada orang tuaku."
Harry melirikku. "Apa pekerjaan itu?"
Aku menatapnya dengan penuh harap. "Penulis naskah film. Sejujurnya aku pernah mendapat pekerjaan itu tanpa sepengetahuan orang tuaku." aku menyentuh pergelangan tangannya. "Kau akan mengizinkanku 'kan?"
Harry terlihat menimbang-nimbang sesuatu untuk beberapa saat. "Kau tak perlu keluar rumah kan untuk pekerjaan itu?"
Aku tahu ia akan mengizinkanku.
"Ya, Harry! Aku bisa membuat naskahnya di rumah lalu menyerahkan itu kepada produsernya, simple bukan?" ucapku bersemangat.
Harry membuang napas dengan keras. "Baiklah. Aku mengizinkanmu asalkan kau tidak meninggalkan pekerjaan yang ku berikan padamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Forget Where You Belong
FanfictionHarry Styles dan istrinya, Nina Styles, berusaha untuk saling mencintai satu sama lain namun selalu terhalang oleh kehadiran orang lain. Ketika mereka mulai berhasil mencapai tujuan mereka, sesuatu menghalangi mereka lagi. Bagaimana cara mereka memp...