[28] Remind You

2.3K 357 27
                                    

Nina's POV

Aku, Anne, Gemma dan Kendall memasuki ruangan dan menemukan Harry tengah duduk di kasurnya.

Harry menoleh ke arah kami.

Anne berlari  dan memeluk putranya dan segera di susul oleh Gemma yang ikut memeluk Harry.

Kini aku dan Kendall terdiam dan kami saling bertatapan.

"Mom, apa benar bahwa aku telah mengalami kecelakaan?" tanya Harry polos. Suara seraknya yang ku rindukan akhirnya dapat kudengar lagi.

"Ya, Harry! Kami semua merindukanmu." jawab Anne sambil terisak.

Beberapa saat melepas kerinduan, akhirnya Anne dan Gemma melepas pelukannya dan melangkah mundur, membiarkan Harry menyambutku dan Kendall.

Harry menoleh ke arahku dan Kendall lalu merentangkan tangannya. Ia tersenyum manis. Oh Tuhan, aku sangat merindukan senyuman itu.

Bersama-sama, aku dan Kendall berjalan menghampiri Harry yang masih merentangkan tangannya.

Harry terus tersenyum. "Kemarilah," ucapannya mampu membuatku ikut tersenyum dan berjalan kearahnya. "Ken." lanjutnya.

Kakiku melemas mendengar nama yang ia sebutkan. Jelas, itu pasti Kendall, itu untuk Kendall.

Aku pun menghentikan langkahku dan sedetik kemudian Kendall berjalan ke arah Harry mendahuluiku.

Sungguh, ini rasanya seperti aku telah jatuh ke sebuah sumur dan aku tak tahu dimana dasarnya.

Harry memeluk Kendall erat dan Kendall membalas pelukannya.

Aku meneteskan air mata lagi. Ini menyakitkan. Aku tidak sedang berbohong.

Terlihat Harry melepas pelukan itu dan mendekatkan wajahnya dengan Kendall.

Oh tidak. Aku tak ingin ini terjadi, setidaknya aku tidak ingin melihatnya.

Harry mencium bibir Kendall mesra dan dapat ku lihat Kendall tersenyum kecil.

Sialan!

Aku berlari keluar ruangan. Berlari tanpa arah tujuan, aku hanya ingin menjauh dari mereka.

Aku terus menangis sambil berlari. Meratapi nasibku yang sungguh menyedihkan ini.

Harry mencintai Kendall lagi seperti dulu. Ia tidak akan ingat semua yang telah kami hadapi. Ia tidak akan ingat bahwa kami pernah bermain permainan tanya-jawabnya yang konyol. Ia tidak akan ingat rasa bangganya karena telah memiliki istri sepertiku. Ia tidak akan ingat bahwa aku pernah membuatnya cemburu dan sakit hati. Ia tidak akan ingat malam di mana ia merebut keperawananku. Ia tidak akan ingat bahwa ia telah berniat mengajakku kencan di malam kecelakaan itu.

Aku ingin mati sekarang juga. Seseorang ku mohon bunuh aku.

Aku terus berlari dengan pandanganku yang tak jelas karena air mata terus menggenang di mataku.

Namun tiba-tiba seseorang mendekapku dari arah belakang.

Dan aku tak sadarkan diri.

***

Aku mengerjapkan mataku berkali-kali, mengumpulkan nyawa. Aku tersadar bahwa aku berada di ruangan yang tak asing, ini kamar Harry.

"Kau sudah sadar." Alex muncul di pandanganku lalu di susul beberapa wajah lainnya ―Dad, Anne, Gemma, Kendall dan Harry.

Aku mendudukkan diriku di kasur ini dan nyawaku pun terkumpul. Aku menangis lagi ketika melihat wajah datar Harry.

Bagaimana aku akan menjalani hidupku sekarang? Ia telah melupakan semua kenangan yang telah kita jalani.

Dad segera memelukku dan menenangkanku.

Begitu juga Alex, Ia mengusap-usap pundakku.

Setelah aku berhenti menangis, Dad segera melepas pelukannya. "Sebaiknya kita beri waktu sebentar untuk Nina dan Harry."

Dengan itu, semua orang yang ada di ruangan ini kecuali aku dan Harry. Harry sudah tak mengenakan baju pasiennya sekarang, itu sedikit membuatku tercengang. Wajar saja, selama empat bulan terakhir ini aku selalu menemuinya tengah terbaring lemah dengan mengenakan baju pasiennya dalam keadaan koma.

Setelah pintunya tertutup Harry menatapku aneh sedangkan aku menatapnya lemah.

"Dad telah menceritakan semuanya." ia membuka mulutnya. "Aku ingin... berterima kasih karena kau telah menjaga dan menungguku selama empat bulan terakhir ini." lanjutnya.

Hanya itu? Batinku. Aku menahan tangisanku yang akan segera pecah.

"Aku sungguh tidak dapat mengingat bagaimana pernikahan kita, bagaimana rumah tangga kita. Aku minta maaf. Aku mencintai Kendall, aku sangat mencintainya. Aku ingin kita bercerai." aku menganga mendengar kalimat terrakhirnya.

Aku ingin berteriak sekarang. Kepalaku serasa akan pecah.

Aku akan berteriak sekarang juga!

"Asal kau tahu! Kau tidak bisa seenaknya berbicara seperti itu! Kita telah melakukan banyak hal untuk pernikahan kita, Harry!" aku bangkit dari kasur dan menghampirinya serta memukulnya lemah.

Aku menangis hebat sekarang.

Sedetik kemudian pintu terbuka dan kuu lihat Alex, Dad, Anne dan Gemma memasuki ruangan untuk melihat keadaan kami. Mungkin mereka mendengar teriakanku.

Alex langsung menghampiriku dan menenangkanku namun aku terus memberontak dan berteriak-teriak.

Aku hanya ingin mencurahkan amarahku saat ini. Aku marah, aku sangat marah! Aku tidak terima jika balasan inilah yang ku dapat setelah menunggu Harry bangun selama empat bulan terakhir.

Alex menahan kedua tanganku di belakang, sedangkan yang lain terlihat waspada terhadapku, terutama Harry.

Aku tidak peduli bagaimana penampilanku sekarang. Aku berkeringat, rambutku berantakan, pipiku basah sebab sedari tadi aku menjatuhkan air mata di sana.

"Kau harus mengingat semua yang telah kita lalui, Harry! Kau tidak boleh melupakannya!" aku berteriak seperti orang gila sekarang. "Cobalah mengingatnya, Harry!" aku sedikit memberontak namun Alex yang lebih kuat dariku tetap menahan tanganku di belakang.

Aku seperti seorang tawanan yang sedang memohon agar tak dibunuh sekarang. Aku berlutut di depan Harry. Tak peduli apa pendapat Dad, Anne, Gemma maupun Kendall sekarang.

"Ayolah, Harry! Ingatlah sesuatu!" aku membentaknya.

Harry terlihat kesal sekarang. "Kau pikir kau siapa? Berani-beraninya memerintahku!" balasnya dengan nada tingginya yang persis seperti dulu.

"Aku istrimu, Harry! Kau pernah berkata bahwa kau bangga memiliki istri sepertiku karena aku lebih memilihmu dari pada Liam!" tak peduli apakah ia mengingat Liam atau tidak. "Kau pernah cemburu dan merasa gagal menjadi suami yang baik ketika kau mengetahui bahwa aku menyukai Liam! Kau merasa sangat hancur, Harry. Padahal aku hanya berbohong saat itu! Kau tidak boleh melupakannya!"

Harry mengerutkan keningnya sambil menatapku. Ia terlihat seperti berpikir keras.

Aku sudah benar-benar gila di buatnya.

"Harry, please! Ingatlah sesuatu!" air mata tak hentinya membanjiri pipiku. "Kau mencintaiku, Harry! Apa kau tak ingat ketika kau membawakan dua cangkir teh pagi untuk kita, Harry! Kau meletakkannya di sana." aku menunjuk ke arah meja rias menggunakan daguku.

"Nin, sudahlah-" suara Alex terdengar.

"Tutup mulutmu, Alex! Kau yang menyuruhku agar tak menyerah. Maka aku tidak akan menyerah!"

"Dia tidak akan mengingatnya, Nin! Percuma saja!"

Harry mengangkat kedua tangannya, menyuruh kami diam. "Tinggalkan aku dan Nina di sini." Ia memerintah.



Don't Forget Where You BelongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang