Nina's POV
Kini aku tengah dalam perjalanan menuju rumah Harry. Ayah Harry mengabarkan bahwa keluarga besar mereka, keluarga Styles, tengah berkumpul di sana untuk membicarakan tentang pernikahan Harry dan Kendall yang akan berlangsung bulan depan.
Aku tak sabar melihat wajah-wajah busuk keluarganya yang akan tercengang ketika aku datang nanti.
Tentu mereka akan tercengang. Aku akan datang dengan penampilan berkelasku dengan menggunakan mobil sport berwarna kuning cerah yang baru saja ku beli dengan uang yang ku dapat dari kesuksesan filmku.
Kini filmku sukses di pasaran. Sangat sukses, mendapat banyak penghargaan di award berkelas, para aktor di filmku langsung naik menjadi artis papan atas. Bahkan filmku mengalahkan film yang di perankan oleh Taylor.
Filmnya gagal total dalam penjualan. Bahkan menuai banyak kritik.
Haters pun mulai bermunculan dan menyerang Taylor di sosial media ketika aku menyatakan kepada publik bahwa Taylor yang ku ceritakan di naskahku adalah dirinya, Taylor Swift.
Katakan aku jahat, aku tidak peduli. Semua yang terjadi pada pernikahanku dan Harry sungguh membunuhku secara perlahan. Ini semua mengakibatkan banyak perubahan padaku. Perubahan sifat, karakter, bahkan mungkin juga peranku.
Di dalam naskah yang dibuat Harry, aku adalah antagonisnya. Aku tidak peduli. Dan kebetulan, aku sungguh bosan dan lelah menjadi peran utama di sebuah naskah. Selalu tersakiti, selalu tertindas. Terkadang menjadi antagonis itu memang mengasyikkan.
Sesampainya di pekarangan rumah Harry, ku lihat telah banyak mobil yang terparkir. Aku pun bergegas dan turun dari mobilku.
Membuka kacamata hitamku yang keren ini, aku memandangi rumah Harry dengan pandangan jijik. Lalu ku letakkan kacamataku di atas kepala.
Aku berjalan menuju pintu utamanya dan menekan tombol bel.
Suara kenop pintu pun terdengar dan muncul lah sosok Gemma di balik pintu.
Matanya melebar setelah menyadari bahwa aku lah yang datang. Mantan istri dari adik kesayangannya.
Aku tersenyum sinis. "Mulutmu itu menganga, Gem." Ia tak berkutik dan aku terkekeh sombong.
Ia langsung menutup mulutnya dan mundur, mempersilahkanku masuk.
Dengan percaya diri, aku memasuki ruang tamunya dengan langkah yang anggun dan mulus.
Tercenganglah seluruh orang yang ada di dalam ruangan ini.
Beberapa Paman dan Bibi Harry yang tak ku ingat namanya, sekumpulan gadis bodoh yang pernah memuji-muji Kendall di hadapanku, Dad, Anne, Kendall dan Harry.
Mungkin bukan hanya karena penampilanku yang membuat mereka terguncang, tapi juga kepopuleran yang ku dapat setelah film yang ku tulis naskahnya sukses di perfilman dunia.
Aku tersenyum kecut pada mereka. "Oh sungguh sambutan yang sangat tidak sopan untuk tamu kalian yang satu ini." ucapku dengan nada jahat.
Kalian bayangkan saja aku adalah seorang nenek sihir di film-film Barbie. Seperti itulah sifatku sekarang.
"Dad," aku melirik Ayah Harry. "Sudah kubilang aku akan berkunjung, bukan?"
Ayah Harry hanya diam seperti anggota keluarganya yang lain.
"Oh, Harry!" aku berjalan mendekati Harry yang tengah berdiri di ambang pintu di dekat tangga.
Semua orang yang ada di ruangan masih menaruh pandangannya terhadapku.
Wajahnya Harry hanya datar.
Aku pun merogoh tas mahalku dan menemukan barang yang ku cari.
"Aku ingin kau menonton ini. Seseorang telah mendedikasikannya untukmu." aku menyerahkan kaset filmku padanya.
Ia meraih kaset pemberianku dan segera membaja judulnya di sana.
"Don't Forget Where You Belong. Judul yang bagus." Ia membuka mulutnya.
Aku merinding ketika mendengarnya menyebut kata-kata yang menurutku sakral itu. Namun dengan cepat ku sadarkan diriku sendiri.
"Ekhem!" aku berdeham keras. "Aku ada interview beberapa jam lagi. Aku harus pergi." kataku seraya melirik tam tangan mahalku.
Sekumpulan gadis bodoh yang ada di sudut ruangan pun memandangi jam tanganku.
"Sukses untuk pernikahanmu." aku tersenyum kecut pada Kendall.
Lalu pada Anne. Kemudian keluar dari rumah itu dan pergi menggunakan mobil sportku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Forget Where You Belong
FanfictionHarry Styles dan istrinya, Nina Styles, berusaha untuk saling mencintai satu sama lain namun selalu terhalang oleh kehadiran orang lain. Ketika mereka mulai berhasil mencapai tujuan mereka, sesuatu menghalangi mereka lagi. Bagaimana cara mereka memp...