Nina's POV
Aku terbangun ketika sinar matahari masuk melewati jendela dan menerpa wajahku dan aku pun tersadar bahwa aku masih berada dalam pelukan Harry. Aku mendongak untuk melihat wajahnya dan kini wajah kami sangat dekat sehingga hembusan napasnya menyentuh wajahku.
Aku menghirup aroma tubuhnya dalam dan tersenyum. Aku bahagia saat ini.
Harry mulai bergerak dan mulai membuka matanya. Aku pun menatapnya, menunggu matanya hijaunya bertemu dengan mataku. Ketika ia mengerjapkan matanya dan menyadari aku memandanginya sedari tadi, ia tersenyum dan menampakkan lesung di pipinya. Oh aku suka ini.
Harry mengeratkan lingkaran tangannya di sekitar pinggangku, membuatku semakin jatuh ke dalam pelukannya.
"Good morning," ucapnya dengan suara yang sangat seksi.
"Morning, Harry." balasku.
Ia pun makin mendekatkan wajahnya dan mengecup bibirku singkat.
Aku sedikit kecewa karena itu. Sebab aku mengharapkan lebih saat ini.
Harry menjauhkan wajahnya dan tersenyum, lalu wajahnya mendekat lagi dan menciumi bibirku.
Membalas ciumannya, aku menaruh tanganku di pipinya.
Beberapa saat kami berciuman sampai akhirnya kami terpaksa menghentikan kegiatan kami itu. Ponselku berdering, menandakan adanya panggilan masuk. Aku dan Harry menjauh dan ku dengar Harry bergumam pelan, mungkin ia sedikit kesal karena kegiatan kami terganggu.
Mengikuti sumber suara, aku baru ingat bahwa aku meletakkan ponselku di meja rias semalam. Aku pun bangkit dari kasur dan berjalan menghampiri meja rias.
Alex
Aku segera menerima panggilan itu.
"Nin!"
"Alex?"
"Nin! Orang tuamu kecelakaan. Dan mereka ada di rumah sakit sekarang. Ayahku berada di sana dan ia ingin kau datang."
Ku rasakan berdetak dengan cepat namun aku mulai tak bisa bernapas. Tubuhku pun melemas.
"Nin?"
Aku pun mendudukkan tubuhku di depan kursi meja rias itu dan baru lah aku sadar Harry mulai berjalan ke arahku.
"Ada apa, Nin?" ucap Harry berlutut di depanku.
Namun aku tak menggubrisnya.
Harry's POV
Aku jengkel karena Nina tak menjawab pertanyaanku. Namun tak mungkin aku memarahinya, ia terlihat pucat dan buruk. Bahkan air mata mulai menggenang di sekitar matanya.
Aku pun meraih ponselnya dan melihat siapa penelepon itu. Alex.
"Ada apa, Lex?" tanyaku baik-baik.
Hubunganku dan Alex meemang sudah membaik. Apalagi ketika ia memberitahuku di mana keberadaan Nina kemarin.
"Harry, apa kau bersama Nina?"
"Ya." Aku melirik ke arah Nina yang kini sedang mengusap air matanya.
"Apa ia mendengar percakapan kita?"
"Ku rasa tidak."
"Dengar, aku tidak tahu bagaimana memberitahu ini padanya."
"Apa yang ingin kau katakan?"
"Orang tuanya mengalami kecelakaan dan... um, meninggal di tempat kejadian. Ku mohon, jangan beri tahu ia. Bawalah ia ke rumah sakit ini. Sudah banyak kerabatnya yang datang dan kami akan memberitahunya baik-baik di sini. Kau tahu, ia tidak akan siap mendengar kabar buruk ini."
Sekali lagi, aku melirik ke arahnya yang sedang berjalan mendekatiku. Dengan cepat aku mengakhiri percakapan ini, aku tak ingin ia mendengarnya sekarang.
"Baik. Kirimi kami alamat rumah sakitnya dan tunggu kami di sana." aku pun memutuskan panggilan itu.
Menghembuskan napas, aku mengembalikan ponsel Nina kepada pemiliknya.
"Tenanglah. Kita akan segera ke sana." aku memeluknya erat dan mencoba membayangkan bagaimana reaksinya nanti setelah tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Ia pun melepaskan pelukanku dan mulai bersiap-siap. Begitu pun denganku.
***
Sesampainya di rumah sakit yang alamatnya telah dikirimkan oleh Alex, aku dan Nina segera masuk ke ruang lobi dan di sana ada beberapa orang yang ku kenal tengah menunggu kedatangan kami.
Nina pun berjalan menuju Alex dengan terburu-buru dan aku membuntutinya.
"Dimana orang tuaku?" tanya Nina to the point.
"Tenanglah, Nin." balas Alex.
Di belakang Alex, ku lihat seorang wanita paruh baya berjalan menghampiri kami. Aku ingat namanya, Becca. Ia adalah adik dari Ibu Nina.
"Nin, mari ikut kami. Ada yang harus kita bicarakan." ucap bibi Becca.
Aku tahu persis apa yang akan dibicarakan bibi Becca pada Nina. Nina akan segera mengetahui bahwa orang tuanya telah meninggal.
"Tidak bisakah kalian mengatakan di mana orang tuaku sekarang? Kurasa itu lebih mudah." ujar Nina kesal dan juga panik.
Aku pun menyentuh pundak Nina, mencoba menenangkannya. "Ikuti saja, Nin. Aku akan menunggumu di sini."
Nina pun menatapku dan aku mengangguk.
Melihat wajahnya yang panik, membuatku semakin tak bisa membayangkan seperti apa nantinya jika ia telah mengetahui bahwa orang tuanya telah pergi.
Nina, Alex, dan bibi Becca pun berjalan menjauhiku menuju ke tempat lain.
Aku pun berjalan ke arah kursi dan barulah ku sadari di sana ada suami dari tante Becca, paman Rick. Ia memberi isyarat padaku untuk duduk di sebelahnya, dan aku menurutinya.
"Bagaimana kabarmu, Harry?" tanya paman Rick ketika aku duduk di sampingnya.
"Kabarku baik, bagaimana dengan paman?"
"Aku baik. Bagaimana sikap Nina padamu? Masih seperti dulu kah?" tanyanya.
Seperti dulu? Mungkin maksud paman Rick, seperti dulu ketika aku dan Nina baru saja dikenalkan oleh orang tua kami. Saat itu Nina sangat angkuh padaku dan begitu pun aku.
"Tidak lagi, paman. Kini sikapnya sangat baik padaku." aku menganggukkan kepalaku.
"Bagus. Aku senang mendengarnya." Ia tersenyum dan aku membalas senyumannya.
Kami pun melanjutkan perbincangan kami dengan membicarakan bagaimana kronologi kecelakaan yang telah di alami oleh orang tua Nina.
Setelah hampir setengah jam kami menunggu sambil berbincang, akhirnya Alex muncul dari lorong diikuti oleh Nina yang tengah menunduk dan dirangkul oleh tante Becca. Mereka berjalan menghampiriku dan paman Rick.
Aku pun bangkit dari kursi menunggu Nina berjalan mendekatiku. Bisa ku lihat mata Nina merah dan pipinya basah. Aku tahu akan seperti ini jadinya.
Nina semakin mendekat dan mendongak menatapku. Ia terus berjalan ke arahku dan lama kelamaan sudut bibirnya melengkuh ke bawah.
Oh tidak. Ia akan menangis. Dan ya, ia menangis ketika ia telah berada di hadapanku.
Aku mendekapnya dan mengusap-usap punggungnya namun tangisannya semakin menjadi.
Aku tidak bisa seperti ini. Mendengarnya menangis sungguh menyakiti hatiku. Aku tak mau melihatnya seperti ini. Tapi jika aku pergi, mungkin Alex yang akan memeluknya dan menenangkannya.
Tidak. Aku tidak mau itu terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Forget Where You Belong
FanfictionHarry Styles dan istrinya, Nina Styles, berusaha untuk saling mencintai satu sama lain namun selalu terhalang oleh kehadiran orang lain. Ketika mereka mulai berhasil mencapai tujuan mereka, sesuatu menghalangi mereka lagi. Bagaimana cara mereka memp...