Nina's POV
Kini aku, Anne dan Gemma berada di rumah sakit yang telah memberi kabar buruk tentang Harry.
Ya, benar. Ia mengalami kecelakaan sore tadi. Sekarang ia masih tak sadarkan diri di UGD. Para dokter masih harus memberi beberapa jahitan di sekitar luka-lukanya yang dalam, termasuk bagian kepala Harry.
Aku tak tahu bagaimana kronologi kejadiannya hingga bisa separah ini. Membayangkannya saja sudah mampu membuat pergelangan kakiku melemas.
Aku belum melihat keadaan Harry semenjak kejadian buruk yang menimpanya ini. Aku sungguh ingin melihat wajahnya, namun para perawat dan dokter masih melarang pihak keluarga untuk memasuki ruangan.
Sedari tadi aku hanya menunggu Harry sambil menangis dan Gemma lah yang terus menenangkanku. Sebenarnya aku kurang nyaman berada di dekat keluarga Harry karena mereka tak begitu ramah padaku. Kalian pasti tahu, Gemma dan Anne lebih akrab dengan Kendall. Itulah yang membuatku sedikit kecewa.
Berbeda dengan Ayah Harry, ia sangat ramah, bahkan ia dan Ayahku lah yang mempertemukanku dan Harry. Namun Ayah Harry selalu sibuk dengan bisnisnya sehingga kami jarang bertemu. Seperti sekarang ini, ia tengah berada di Asia.
Sudah banyak sekali tisu yang kugunakan untuk menyeka air mataku ini. Ini sungguh menyedihkan. Pagi hari tadi adalah pagi terindah yang pernah terjadi dalam hidupku. Tapi mengapa malah mala petaka yang kudapati di sore harinya.
Baru pagi tadi Harry memberi ucapan selamat pagi yang sangat manis beserta sarapan lezat yang dibuatnya sendiri. Sekarang ia tengah berbaring di ruang UGD karena kecelakaan yang menimpanya.
Aku tahu Tuhan adil. Tapi mengapa jadi seperti ini?
Mengapa di saat hubungan kami membaik dan terus semakin baik, malah terjadi kejadian yang tak terduga dan tak diharapkan ini?
Tak bisakah kami bersama dalam kebahagiaan?
Dan mengapa orang-orang yang paling kusayangi di muka bumi ini harus mengelami kecelakaan? Apa aku adalah seorang yang membawa sial? Apa aku tidak boleh menyayangi orang lain? Haruskah aku mengunci hatiku untuk tak menyayagi orang lain lagi agar orang tersebut tak mengalami kecelakaan?
Serius?
Kepergian orang tuaku sudah cukup membuatku terpukul. Aku tak akan membiarkan Harry pergi menjemput mereka. Tidak akan.
Sekarang hanya Harry lah yang ku miliki. Hanya ia yang mampu dan berkewajiban untuk melindungiku.
***
Aku terbangun ketika mendengar suara orang sedang berbincang. Dan aku mulai membuka mataku. Ternyata aku tertidur dengan posisi duduk di kursi dekat pintu ruangan Harry.
Aku menengok ke arah kanan dan menemukan Anne, Gemma. Anne tengah berbicara di telepon.
Aku pun menghampiri Gemma.
"Maaf, aku tertidur tadi. Bagaimana? Belum ada kabar dari dokter?" tanyaku lembut.
"Bisa-bisanya kau tertidur di situasi seperti ini, Nin. Aku tak menyangka." balasnya dengan memutar bola matanya.
Sebelum ia meneruskan kata-katanya yang pedas aku langsung memotongnya. "Bagaimana keadaan Harry?" tanyaku to the point. Aku sungguh tidak dalam selera untuk berdebat dengannya.
"Ia koma."
Oh, ya Tuhan.
"Kau boleh masuk." kata Gemma sinis.
Dengan segera aku meraih kenop pintu ruangan Harry dan masuk. Sungguh, aku tak sabar ingin melihat wajahnya. Suara mesin-mesin yang tak ku ketahui di ruangan ini jelas terdengar.
Setelah menutup kenop pintu kembali aku berbalik dan ternyata Harry tak sendirian. Ada Kendall yang tengah duduk di kursi di sebelah Harry dan menggenggam tangan Harry dengan kuat.
Baiklah, aku telat. Tak ada perasaan yang lebih buruk dari ini. Sepertinya aku membutuhkan lebih banyak tisu.
Aku berjalan Mendekati Harry yang masih tak sadarkan diri.
Kendall yang menyadari kehadiranku di ruangan ini, langsung menoleh padaku.
"Apa yang kau lakukan pada Harry?" Kendall membuka mulutnya.
Apa yang kulakukan pada Harry?
"Ini semua pasti karenamu!" Kendall menekan suaranya.
"Aku tak melakukan apapun. Jangan biacara seenaknya!"
"Kau tahu? Kau adalah pembawa sial!"
Benar bukan. Tak hanya aku yang berpikiran seperti itu. Sepertinya aku memang pembawa sial,
Kendall bangkit dari kursi dan mendekatiku. "Tak hanya aku dan Taylor, tuhan pun tak ingin kalian bersama!"
Sial! Ia benar. Aku setuju dengan perkataannya barusan.
Aku menunduk dan menatap lantai-lantai.
"Mengapa tidak kau akhiri saja pernikahan kalian? Jika kau terus bersama dengan Harry, tak menutup kemungkinan bahwa ia akan mengalami yang lebih buruk dari ini. Kau ingin Harry mati seperti orang tuamu?"
Aku menatapnya. Rasanya aku ingin meninjunya tepat di area hidungnya.
"Sudahlah, apa lagi yang kau tunggu? Kau masih ingin memperjuangkan pernikahanmu dan menyiksa Harry?"
"Aku tak menyiksanya, Kendall." ucapku menahan taangisanku.
Aku tak menyiksa Harry. Dan tidak akan pernah. Mana mungkin aku berani melakukan itu?
"Tapi kau sedang menyiksanya secara perlahan. Tidakkah kau sadari itu? Aku masih bersyukur karena Harry masih mampu menghembuskan napasnya hingga detik ini. Bayangkan jika nasibnya sama seperti orang tuamu yang-"
"Cukup, Kendall!" aku berteriak dan menutup kedua telingaku. Kini air mataku tak bisa ku bendung lagi. "Kami saling mencintai sekarang. Tak bisakah kau menerima itu?"
Dengan itu Kendall langsung bergegas meninggalkan ruangan ini. Menginggalkanku dan Harry di ruangan ini.
Aku menghampiri Harry dan duduk di kursi yang berada di samping kasur tempat Harry tertidur.
Harry nampak sangat tenang dan damai namun banyak luka di sekujur tubuhnya. Bahkan kepalanya pun dibalut oleh perban.
Aku meraih tangannya dan menciumi telapak tangannya.
Apakah benar jika aku adalah orang yang telah membuatnya celaka? Apa Harry telah jatuh cinta pada seorang pembawa sial sepertiku? Apakah selama ini aku membahayakannya?
Aku terus menanyakan hal serupa pada diriku sendiri sambil menangis. Ku letakkan telapak tangan Harry di pipiku yang basah. Aku berharap ia mampu mengusap air mataku saat ini, membelaku ketika Kendall mengeluarkan kata-kata pedasnya, menenangkanku ketika Kendall menyebut-nyebut orang tuaku yang telah meninggal dunia.
Tapi itu mustahil. Kini Harry hanya mampu berbaring lemah dalam keadaan koma. Aku berharap datangnya keajaiban pada kisah cinta kami yang baru saja kami mulai. Itu memang berlebihan namun aku sangat mengharapkannya.
Aku menaruh kepalaku di dekat pundak Harry dan termenung.
Mungkin Kendall benar. Aku harus meninggalkan Harry. Aku harus segera menceraikannya sebelum terlambat. Sebelum orang yang kusayangi terenggut lagi nyawanya.
Tapi apakah mungkin aku bisa meninggalkan Harry? Dan jika memang aku meninggalkan Harry, lalu kemana lagi aku akan pergi? Harry seperti rumah bagiku, dan aku pasti akan pulang ke rumah. Aku tak sanggup meninggalkannya. Dan seperti yang ku katakan tadi, kami baru memulai kisah cinta kami. Apakah kami harus segera mengakhirinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Forget Where You Belong
FanficHarry Styles dan istrinya, Nina Styles, berusaha untuk saling mencintai satu sama lain namun selalu terhalang oleh kehadiran orang lain. Ketika mereka mulai berhasil mencapai tujuan mereka, sesuatu menghalangi mereka lagi. Bagaimana cara mereka memp...