[11] That Words

2.8K 388 6
                                    

Nina's POV

"Aku membutuhkanmu."

Aku merasa panas di area telingaku, seakan-akan ucapannya barusan mengeluarkan api dan membakar. Aku menatapnya, mencari tanda-tanda kebohongan darinya, namun hasilnya nihil.

Tatapannya padaku sangatlah tulus, bahkan aku bisa melihat genangan air di matanya. Itu manis. Aku tak pernah melihat Harry seperti ini sebelumnya. Kali ini ia begitu... jujur.

Untuk beberapa saat kami bertatapan, akhirnya ia mendekap tubuhku dalam pelukannya. Ia memelukku dengan sangat hangat dan erat, seakan tak memberi kesempatan padaku untuk bergerak. Mengapa baru kali ini? Mengapa tak sejak dulu?

Aku membalas pelukannya. "Aku membutuhkanmu, Harry. Aku menyukaimu." Aku menekankan kata-kataku.

Harry menaruh kepalanya di pundakku. Seakan menyesali semua perbuatannya. "Maafkan aku, Nin." suaranya seperti meringis dan tak begitu jelas karena wajahnya mendekap di pundakku.

Aku mengusap kepalanya. "Sshhh..." aku mencoba menenangkannya.

Harry pun melepas pelukan hangat itu dan tanpa ku duga, tiba-tiba Harry mencium pipiku.

Aku terdiam untuk kesekian kalinya, berusaha meyakinkan diriku bahwa ciuman dari Harry di pipiku adalah nyata. Sementara Harry meraih koperku dan berniat menaruh barang-barangku yang berada di dalam koper ke tempatnya seperti semula. Aku pun segera meraih koperku kembali.

Apakah ia berpiikir bahwa aku telah luluh dan memaafkannya sepenuhnya? Tidak semudah itu bagiku. Ia salah dan menurutku kesalahaannya sangatlah fatal. Bagaimana bisa aku langsung melupakan semua yang telah terjadi? Bagaimana bisa dengan mudahnya aku melupakan perkara Kendall dan Taylor? Apa menurutnya dengan sebuah ciuman di pipi bisa meredakan kemarahanku setelah melihatnya bercumbu dengan Taylor? Dasar gila!

"Aku harus pergi."

Mulutnya menganga. "Nin, kau tidak bisa pergi." ucapnya lemah.

"Aku butuh waktu untuk memaafkanmu." ia hanya diam. "Tidak mudah untukku, setelah semua yang telah kau lakukan padaku, Harry."

Lagi, ia diam.

"Aku merasa seperti kau tak menganggapku. Ya, aku tahu pernikahan ini hanya pura-pura dan pasti akan berakhir. Tapi setidaknya, selama aku masih berstatus istrimu, aku adalah tanggung jawabmu, Harry."

Harry hanya menatapku lemah.

"Katakan sesuatu." pintaku padanya.

Ia menunduk, memandangi lantai.

"Aku akan menghubungimu, jangan khawatir." ucapku.

Ia hanya diam. Tidak mungkin ia tuli.

Aku memutar bola mataku. "Cepat katakan sesuatu sebelum aku pergi!" aku merengek dan mempererat peganganku pada koper. Aku ingin mendengar suaranya, sekali saja sebelum aku pergi meninggalkan pria ini, pria yang sudah hampir dua bulan tinggal satu atap denganku.

Harry pun menatapku dalam. "Don't forget where you belong, Nin."

Aku membeku. Entah mengapa melihat tatapannya yang dalam dan mendengar suara beratnya mengucapkan kata-kata itu membuatku merasa tertusuk. Mengapa ia menyebutkan kalimat itu? Bukankah akan lebih tepat jika aku yang mengucapkan kalimat itu di depannya ketika ia sedang bersama Kendall atau Taylor?

Aku menggeleng "I won't." ucapku dengan segera lalu pergi meninggalkannya.




Don't Forget Where You BelongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang