[26] Miracle

2.2K 356 16
                                    

Nina's POV

"Ya. Minggu lalu adalah hari terakhir kita melaksanakan syuting. Jadi mulai hari ini semua videonya akan segera masuk ke dalam tahap editing."

"Aku senang mendengarnya. Terima kasih atas pengertian dari semua kru. Katakan pada mereka aku sangat berterima kasih."

"Kami sungguh mengerti, Nin. Aku telah mengatur semuanya."

"Terima kasih banyak, Liam."

"Berhenti berterima kasih. Di sini aku dan kru yang lain hanya mengharapkan, agar Harry cepat sadar dari komanya dan segera sembuh. Ah ya, kami juga mengharapkan kedatanganmu ke PH kita. Kapan pun kau sempat."

Aku tersenyum mendengarnya. "Harry akan segera sadar, aku yakin. Dan aku akan segera datang ke PH. Doakan saja."

"Tentu. Baiklah, aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa."

"Ya. Sampai jumpa."

Aku menutup panggilan itu dan merebahkan diriku di kasur kamar Harry.

Dan di sini lah aku mulai bernostalgia.

Ini adalah kasur tempat di mana pertama kalinya aku tidur berdampingan dengan Harry. Kala itu kami masih saling membenci dan belum mengenal satu sama lain.

Ini adalah kasur tempat di mana aku melepas keperawananku untuk Harry. Menyerahkan seluruh kasih sayang dan cintaku pada Harry.

Aku berpikir, kapan Harry akan pulang ke rumah ini dan tidur berdampingan denganku lagi.

Kapan lagi aku bisa menyandarkan kepalaku di dadanya yang bidang dan tertidur lelap di pelukannya.

Kapan aku bisa merasakan lagi itu semua?

***

Aku datang kembali ke rumah sakit pagi sekali karena Dad ―Ayah Harry― yang memintanya. Ia telah menjaga Harry seharian, jadi kini giliranku.

Sesampainya di lorong tempat biasa aku dan keluarga Harry menunggu, aku menemukan Dad di sana.

Ia menoleh ke arahku ketika aku berada di dekatnya. "Maaf, aku memintamu datang ke sini pagi buta seperti ini. Karena aku harus pergi ke kantor Harry pagi sekali."

Dad memang telah mengurusi kantor Harry selama Harry masih dalam keadaan koma

Aku tersenyum. "Ya, itu tak masalah. Aku akan menjaganya." kulihat ia bergegas untuk pergi. "Apakah Anne dan Gemma akan datang?" tanyaku malas.

Semenjak pertengkaran hebat kala itu, hubunganku dengan Anne, Gemma dan Kendall menjadi semakin buruk. Kami hanya berbicara seperlunya saja. Tak jarang juga aku mendapati tatapan sini dari ketiganya. Dan sampai saat ini Dad belum mengetahui apapun tentang kami.

"Ya, mereka akan datang. Kurasa Kendall juga akan datang."

Dad menyebut nama Kendall, membuat penasaranku bergejolak karena Dad lah satu-satunya keluarga Harry yang berpihak kepadaku.

"Dad," aku menegurnya dan ia menoleh. "Apakah menurutmu Kendall itu lebih baik dariku?" aku mengerutkan kening.

Ia tersenyum padaku. "Mengapa kau bertanya seperti itu?"

"Tidak apa. Aku hanya butuh pendapatmu."

Ia mengusap kepalaku dan mengecup keningku singkat. "Kau tidak perlu membandingkan dirimu dengan Kendall. Intinya, kau jauh lebih baik darinya bagi Harry."

Kemudian ia meninggalkanku di lorong itu sendirian.

Aku pun duduk di kursi tunggu dan merenungi perkataannya barusan.

Aku jauh lebih baik dari Kendall bagi Harry.

***

Memasuki ruangan Harry, aku masih tak melihat perubahan dari dirinya. Oh, kecuali rambutnya.

Ya, rambutnya kini bertambah panjang. Mungkin dua sentimeter lebih panjang dari hari di saat ia kecelakaan.

Aku menduduki kursi di samping kasurnya. Kursi yang selalu setia menemaniku di sini bersama Harry.

Sudah tak terhitung sudah berapa kali aku menatapnya terbaring di kasur ini semenjak kecelakaan itu. Tapi aku tak pernah bosan. Dan tak akan pernah bosan. Aku akan menunggunya. Aku akan selalu menunggunya hingga ia bangun.

Kalian pasti pernah melihat adegan di film-film, di mana peran utamanya membisikkan sesuatu yang menurutnya sakral dan sangat berarti untuk membangunkan kekasihnya dari koma atau semacamnya.

Mungkin aku juga harus melakukan itu. Aku tahu, aku aku terlalu berharap namun tak ada salahnya mencoba, bukan? Siapa tahu kata-kataku bisa menguatkan Harry dan membangunkannya.

Aku pun mendekatkan wajahku di telinga Harry.

Aku menghela napas panjang dan menelan air liurku. Aku sangat berharap ini berhasil.

Aku mulai mencari kata-kata yang menurutku berarti untukku dan Harry di otakku. Dan membisikannya.

"Harry, kau tahu? Naskah yang ku buat selama ini adalah cerita tentang kita. Dan cerita yang ku buat di naskahku adalah happy ending. Aku ingin kehidupan kita mengikuti alurnya, Harry. Tapi kau sudah melenceng. Tidak ada adegan kecelakaan di sana. Jadi bangunlah dan kembali pada alur ceritanya, ku mohon."

Air mataku mulai menggenang di mataku.

Ku tunggu reaksi dari tubuh Harry, tapi hasilnya nihil. Aku menghela napas panjang penuh kekecewaan.

Aku takkan menyerah.

"Harry, aku sedang bosan. Aku ingin bermain tanya-jawab denganmu. Kali ini ku beri kesempatan padamu 10 pertanyaan. Atau 20, 50, 100. Terserah padamu asalkan kau bangun sekarang juga."

Air mataku mulai menetes.

Katakan aku orang gila karena telah mengajak orang yang sedang dalam keadaan koma untuk berbicara, terserah kalian. Aku tidak peduli.

Aku hanya ingin Harry bangun sekarang juga!

Aku akan mencobanya lagi.

"Harry, jika kau bangun sekarang juga, aku akan bersedia bercinta denganmu hingga seharian. Aku tidak akan merasa lelah, sungguh. Jadi bangunlah sekarang juga!"

Aku sungguh frustasi sekarang. Benar, aku terlalu berharap.

Aku pun berpikir keras untuk merangkai kata-kata yang tepat. Beberapa menit berpikir, aku baru teringat akan kata-kata Harry yang pernah membuatku goyah saat itu.

Dengan segera, aku kembali membisikkan kata-kataku di telinga Harry.

"Don't forget where you belong, Harry!"

Spontan kepala Harry bergerak membuatku kaget tak karuan. Aku menjauhkan diriku dari tubuhnya, sementara tangan Harry mulai bergerak-gerak.

Napasnya pun beritme lebih cepat dan kulihat di layar komputer yang berada pojok ruangan, detak jantung Harry berdetak lebih cepat.

Aku segera mencari tombol pertolongan di dekat meja yang berada di samping kasur Harry dan menekan tombolnya.

Sambil menunggu seseorang dari pihak rumah sakit datang, aku menghampiri Harry yang ternyata telah membuka matanya.

Ku harap ini bukan mimpi.



Don't Forget Where You BelongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang