Nina's POV
Aku akan memberikan informasi pada kalian mengenai bagaimana kehidupanku sekarang, kehidupanku yang berubah total semenjak Harry hilang ingatan, dan menggugatku cerai.
Sesungguhnya, aku sangat terpuruk. Tapi aku menutupinya di hadapan orang-orang. Aku tidak ingin terlihat lemah dan rendah hanya karena sosok pria semacam Harry. Kurasa kegengsian Harry telah tertular pada sifatku. Baiklah, kalian bisa memanggilku si Ratu Gengsi mulai saat ini.
Di suatu malam, aku menemukan sebuat amplop yang tergeletak di depan pintu rumahku ―rumah mewah nan megah yang kubeli dari hasil karya naskah filmku. Kurogoh isi dari amplop itu, ternyata isinya adalah surat undangan pernikahan dari Harry dan Kendall.
Hatiku mencelos, melihat nama mereka tercetak berdampingan dengan warna keemasan mengkilap. Dulu, namaku lah yang tertera di sana. Tapi kini nama Kendall telah menggantikannya. Kini Kendall telah merebut kembali posisinya di hati Harry yang dulu sempat kutempati.
Mungkin bagi kisah cinta Harry dan Kendall, akulah tokoh antagonisnya. Aku baru menyadarinya dan aku sangat menyesal. Harry adalah sepasang kekasih ketika ayahku menjodohkanku dengan Harry dan dengan terpaksa, Harry meninggalkan Kendall.
Bisa kubayangkan bagaimana perasaan Kendall saat mengetahui orang yang dicintainya menikah dengan orang lain. Karena saat ini, itulah yang kurasakan.
Merasa patah hati, aku hanya menyumpahi agar Harry dan Kendall hidup bahagia... selama beberapa bulan, seperti pernikahanku dengan Harry dulu.
Jika nanti mereka memiliki anak, kuharap anak itu menjadi anak yang tidak berbakti kepada orang tua atau mungkin memiliki cacat fisik? Semoga doaku ini terkabul.
Oh, maaf. Sisi antagonisku muncul lagi.
Sudah berminggu-minggu yang lalu amplop beserta undangan itu kubuang ke tempat sampah dan aku tidak datang ke pernikahan mereka. Tentu saja aku tidak datang. Hanya wanita bodoh yang datang ke pernikahan mantan suaminya, opiniku.
Sudahlah, aku tidak ingin membicarakan mereka lagi. Terutama Harry. Ia sudah meremukkan hatiku, membuatnya seperti puzzle raksasa yang sulit untukku susun. Ia telah merusak kepribadianku.
Bukan menjadi wanita nakal, jalang atau semacamnya. Hanya saja, kini aku tidak bisa mencintai orang lain lagi, serta menjadi sosok yang jahat, cuek, dan sombong.
Bahkan Alex berkata padaku, menurutnya kini aku kembali pada pribadi naturalku, tomboy.
Tapi aku tetap menjaga sikapku jika di hadapan publik. Apalagi setelah Liam mengumumkan pada publik bahwa aku akan membintangi sebuah film. Aku harus menjaga imageku dengan baik.
Kini aku bukan hanya penulis naskah yang bekerja di belakang layar dan mendapat bayaran murah setelah naskahnya selesai. Sekarang aku sibuk mondar-mandir untuk photoshoot, interview, casting, meet and greet dan semacamnya. Aku dibayar mahal untuk itu.
Selain naskah dan kisah seputar pernikahanku dulu yang menarik, aku juga memiliki kelebihan yang lain. Seperti cantik, pintar, modis dan memiliki postur tubuh yang bagus, itu membuatku semakin diterima di dunia entertainment ini. Begitulah kata Liam.
Oh ya, Liam. Kini ia sangat sukses dan memiliki banyak uang, pastinya. Namun ia tetap memilih untuk menetap di apartemennya yang kecil. Ia orang yang sederhana. Berpacaran dengan seorang gadis bernama Sophia, kini Liam benar-benar telah move on dariku. Aku sangat senang mendengarnya.
Oh, satu lagi! Jangan lupakan Alex. Kini Alex dan Gabby telah bertunangan. Dan Alex sudah tidak bekerja di toko kaset lagi. Ia adalah manajerku sekarang. Ia ikut andil dalam kesuksesanku, tentunya, bahkan sebelum aku debut dalam film yang akan kuperani. Aku nyaman karena sambil bekerja sebagai publik figur, aku tetap bisa menghabiskan waktuku dengannya, dengan sahabatku yang sekaligus manajerku.
Aku merasa senang karena orang-orang yang kusayangi ―Liam, Alex, baiklah Harry juga termasuk (kalian tahu aku pernah menyayanginya melebihi apapun). Mereka telah menemukan kebahagiaannya.
Dan di sinilah aku, Nina Dobrev, artis pendatang baru yang telah diceraikan dan dilupakan oleh suamiku sendiri. Mati rasa dan tidak bisa mencintai orang lain lagi namun tetap bahagia karena kini harta kekayaan dan ketenaran yang kumiliki lebih setia menemaniku.
Katakan aku sombong, tapi aku bersyukur setelah perceraian yang menguras batin, aku masih bisa bangkit dari keterpurukanku dan mengekspresikannya dengan berkarya dan bekerja keras untuk membuktikan kepada orang-orang yang dulu menjelekkanku dari belakang bahwa aku mampu membeli omongan busuk mereka.
Kuharap cerita kehidupanku itu mampu membuahkan manfaat bagi kalian, para pembaca. Aku tidak menghasut kalian agar menjadi sosok antagonis setelah suatu musibah menimpa kalian. Tapi yang kuharapkan kalian bisa mengekspresikan diri kalian dalam hal positif saat musibah itu datang.
Sebagai kata terakhir aku hanya ingin mengucapkan.
Don't Forget Where You Belong, H.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Forget Where You Belong
FanfictionHarry Styles dan istrinya, Nina Styles, berusaha untuk saling mencintai satu sama lain namun selalu terhalang oleh kehadiran orang lain. Ketika mereka mulai berhasil mencapai tujuan mereka, sesuatu menghalangi mereka lagi. Bagaimana cara mereka memp...