[15] Come Back Home

2.9K 399 10
                                    

Nina's POV

Aku mengedipkan mataku berkali-kali untuk meyakinkan bahwa ini semua nyata. Dan ya, ini adalah kenyataan. Orang yang menjaga keseimbanganku tadi adalah suamiku, Harry. Orang yang beberapa hari ini tak ku temui. Orang yang beberapa hari ini kurindukan.

Rasanya aku ingin berteriak di lobi ini untuk melampiaskan kebahagiaanku karena bisa melihat wajahnya lagi. Wajahnya yang dulu berseri dan terlihat sehat, kini mulai berbeda. Padahal baru sekitar lima hari aku meninggalakannya, tapi pipinya sudah mulai tirus dan benar kata Alex, kantung matanya gelap dan besar.

Aku menatap matanya dengan lekat dan ia membalas tatapanku. Untuk beberapa saat kami bertatapan, sampai akhirnya ia menaarikku dalam dekapannya.

Ia memelukku sangat erat seakan tak pernah rela melepasku. Aku pun membalas pelukannya, aku memeluknya erat. Aku bisa mencium harum wangi tubuhnya. Aku tak akan melepasnya, aku ingin terus seperti ini.

"Aku sangat merindukanmu, Nin." suara seraknya yang dalam menunjukkan betapa tulusnya ia berkata. Aku yakin itu. "Sungguh, aku tak berbohong." lanjutnya.

Itulah kata-kata yang kunantikan sedari dulu, Harry! Mengapa kau baru mengatakannya sekarang? Sungguh, aku ingin berteriak saat ini.

Tak terasa, aku menjatuhkan air mataku di pundak Harry dan kami terus berpelukan.

Ia mengusap-usap punggungku dengan lembut, membuat bentuk lingkarang di sana. "Katakan sesuatu, Nin." Ia memohon.

"Aku juga merindukanmu, Harry." ucapku dengan isak tangis.

"Ku mohon, jangan menangis, Nin. Aku tak ingin mendengarmu menangis."

"Kau begitu jahat padaku, Harry. Aku ingin menangis dengan kerass sekarang juga!" aku membentaknya sambil menangis dan memukul-mukul dadanya pelan.

Ia pun melepas pelukan dan mengusap air mata di pipiku. "Baiklah, baiklah. Kau berhak menghukumku. Tapi jangan di sini, Nin." Ia pun menarik koperku yang tergeletak di lantai dan membawaku ke luar dari lobi ini.

Sampai di dekat mobil Harry, ia membukakan pintu mobilnya untukku dan aku pun masuk. Ia juga ikut masuk setelah meletakkan koperku di kursi belakang.

Ia tak langsung menyalakan mesin mobilnya melainkan menggenggam tanganku. "Maafkan aku, Nin. Aku sungguh menyesal telah melakukan ini semua padamu."

Aku menatap matanya yang mulai tergengang air mata.

"Kau tahu, aku telah memutuskan hubunganku dengan Taylor. Ku lakukan ini semua untukmu." ia begitu tulus mengatakannya.

"Kau tidak bisa memutuskannya begitu saja, Harry. Aku sangat mengerti bagaimana perasaannya saat ini."

"Untuk apa kau mengerti bagaimana perasaannya? Sedangkan Taylor tidak pernah memikirkan bagaimana perasaanmu."

Ya, Harry benar. Untuk apa aku memikirkan perasaan Taylor.

"Mengapa kau selalu membiarkan orang lain menyakiti hatimu, Nin?" tanya Harry.

Aku mencoba menyadarkan diri, benarkah aku selalu membiarkan orang lain menyakiti hatiku?

Ia mendekatkan tubuhnya padaku. "Mengapa kau selalu membiarkan aku menyakiti hatimu?"

"Karena aku merasa aku bukan siapa-siapamu, Harry. Aku tak berhak apapun atasmu. Kita telah berjanji untuk bercerai dan-"

Tangan kanan Harry menyentuh bibirku, memaksaku untuk diam. "Aku tidak ingin kita bercerai."

Aku merasa kepalaku berputar-putar sekarang. Punggungku pun terasa merinding setelah mendengar kata-katanya.

"Katakan sesuatu, Nin." Ia terlihat mulai gelisah. "Jangan ceraikan aku, kumohon." wajahnya pun memelas.

Don't Forget Where You BelongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang