[18] Keep Your Words

2.9K 367 8
                                    

Harry's POV

Urusan pemakaman dan lainnya telah usai di laksanakan di kediaman orang tua Nina kemarin. Dan kini, aku dan Nina kembali pulang ke rumahku.

Akhir-akhir ini Nina jadi lebih pendiam dan tidak akan berbicara jika tak ada orang yang memulai percakapan dengannya. Walaupun begitu aku selalu menemaninya. Kemana pun ia pergi ―ke dapur, ke kamar, ke taman belakang―  pasti aku ikut dengannya atau sekedar mengintainya.

Saat ia menangis atau akan  menangis pun aku terus mencoba menghiburnya dengan leluconku yang sungguh tak lucu. Tapi ia selalu tersenyum, dan aku suka senyumannya. Walaupun senyumannya saat ini tidak menggambarkan isi hatinya. Sebab pasti ia masih sangat merasa kehilangan setelah kepergian orang tuanya.

"Ini sudah waktunya makan siang, sebaiknya kita mampir ke restoran terlebih dahulu. Aku ingin kau makan." ucapku memecah keheningan di dalam mobil.

Pandangan Nina masih kosong dan lurus ke depan. "Aku tak lapar, Harry. Kita pulang saja." jawabnya datar.

"Kau belum makan apapun hari ini, Nin. Aku tidak ingin kau sakit. Lihatlah dirimu! Tubuhmu mulai mengurus sekarang." Aku membagi pandanganku ke jalanan dan Nina.

"Aku tidak nafsu."

"Baiklah temani aku makan." ucapku berbohong. Aku akan memaksanya makan di restoran nanti.

Ia terlihat seperti ingin mengelak namun dengan cepat aku memotongnya. "Turuti permintaanku, ku mohon."

Ia menyandarkan kepalanya ke belakang. "Baiklah."

***

Memasuki restoran dan menempati kursi, aku pun memesan dua porsi makanan dan dua minuman. Untukku dan Nina.

Nina pun menatapku bingung, menyadari bahwa aku memesan makanan untuknya juga.

"Aku tidak akan memakannya." ucapnya geram.

Aku pun menggenggam tangannya. "Kau harus makan. Aku tidak ingin kau menolaknya."

Ia membuang wajahnya dariku namun aku terus menggenggam tangannya.

Keheningan pun terjadi di antara kami untuk beberapa menit.

Lalu akhirnya Nina memandangiku dan membuka mulutnya. "Ada yang ingin ku katakan padamu." ekspresinya sangat serius sekarang.

"Aku akan selalu mendengarkanmu." ujarku dan memfokuskan konsentrasiku padanya.

"Apa kau akan menceraikanku?" wajahnya terlihat ketakutan.

Aku bungkam.

Untuk apa ia menanyakan pertanyaan bodoh ini. Tentu aku tidak akan menceraikannya. Aku mencintainya saat ini dan sampai kapan pun.

"Harry, jawab saja. Aku tak apa jika jawabanmu adalah 'ya'." ucapnya.

Apa maksudnya? Ia kira aku akan melepasnya begitu saja? Aku tidak akan pernah merelakannya pergi. Apa ia mengira bahwa akhir-akhir ini aku hanya membuang-buang waktuku bersamanya? Tentu tidak. Saat-saat bersamanya itu adalah sesuatu yang sangat berharga bagiku. Yeah, walaupun aku tidak menyadarinya sejak awal pernikahan kami.

Nina menarik tangannya dari genggamanku dan wajahnya nampak kesal.

Dengan segera aku pun menjawabnya. "Tidak." Ia menatapku. "Jawabanku adalah tidak." aku meyakinkannya.

"Kau tidak perlu memaksakan dirimu." ia menggeleng.

"Mengapa kau mengira aku terpaksa? Aku sudah tulus mencintaimu, Nin. Sekarang jangan kacaukan perasaanku padamu." balasku kesal.

Don't Forget Where You BelongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang