[30] Just A Script Writer

2.4K 360 12
                                    

Nina's POV

Sudah hampir satu bulan aku menetap di rumah Alex.

Ternyata Gabby, kekasih Alex, juga tinggal di sini. Ia cantik dan baik. Sangat cocok dengan Alex, menurutku. Kami berteman dengan baik. Ia ramah dan mudah diajak mengobrol. Aku jadi semakin nyaman tinggal di rumah Alex.

Tentang Harry, aku sudah resmi bercerai dengannya seminggu yang lalu. Astaga, sekarang aku adalah seorang janda. Aku mencoba menerima semua keadaan. Hidupku tidak berhenti begitu saja hanya karena seorang lelaki bajingan sepertinya. Ya, aku membencinya saat ini. Ia sungguh tidak menghargai apa yang telah ku lakukan, ku perjuangkan, dan ku korbankan untuknya.

Aku mencoba melupakannya karena ia akan segera menikahi wanita jalang nan brengsek yang kini menjadi kekasihnya lagi. Tidak mungkin aku menaruh perasaan pada suami orang. Aku bukan wanita murahan.

Tentang Liam, ia bilang PH kami akan merilisnya besok dan sore ini adalah pemutaran perdana di salah satu bioskop terkenal di pusat kota dan hanya orang-orang tertentu lah yang dapat menyaksikan ini secara perdana.

Di saat film kami masih dalam tahap penyelesaian editing, aku telah mengatakan satu keinginanku padanya, aku ingin di awal film kami di beri title 'Dedicated for Harry Styles'. Dan Liam langsung mengiyakan permintaanku setelah aku menceritakan semua yang kini terjadi padaku dan Harry. Ia juga menyatakan bahwa ia sempat menangis ketika mendengarkan ceritaku lewat telepon. Aku tidak menyangka ia mampu terbawa suasana seperti itu.

Aku mendapat tiga tiket bioskop untuk tayangan perdana filmku ini dan pasti, aku mengajak Alex dan Gabby datang bersamaku.

Kini kami ―aku, Alex, dan Gabby― baru saja sampai di bioskop yang terletak di pusat kota.

Kami sudah telat hampir sepuluh menit. Maka kami langsung memasuki bioskop itu dan mencari tempat duduk kami dengan tergesa-gesa.

Dan kami pun menontonnya secara seksama.

Pemain yang memerankan Harry tidak begitu mirip dengan Harry yang asli, hanya saja ia sama-sama memiliki lesung di kedua pipinya.

Pemain yang memerankan tokohku sangat mirip denganku, namun  ia sepertinya lebih pendek.

Tak lama, seseorang duduk di kursi yang kosong di sebelahku.

Aku pun menoleh dan ternyata itu Liam.

Ia tersenyum padaku, senyuman yang seperti biasanya, hangat. "Apa kabar, orang asing?" ia berbisik.

Hampir lima bulan tak bertemu dengannya, penampilan Liam telah banyak berubah.

"Kau tahu bagaimana keadaanmu, bapak Produser." aku berbisik dan tersenyum.

Kami harus berbisik karena kalau tidak kami akan mengganggu orang-orang yang sedang fokus menyaksikan film di ruangan ini.

"Aku senang kau datang."

"Terima kasih. Aku sangat suka filmnya."

"Berterima kasihlah pada orang yang telah membuat naskahnya. Karena orang itulah yang menjadi blue print kami." Ia tersenyum menggodaku.

***

Di sela-sela film, Alex yang duduk di sebelah kiriku tak henti berbisik padaku dan berkomentar tentang filmnya.

"Nin, dia mirip sepertimu." katanya sambil menunjuk ke arah layar yang tengah menampilkan aktris yang memerankanku.

"Aku tak menyangka, ternyata aku juga ikut serta di cerita ini."

"Gila! Harry benar-benar orang yang gengsian."

"Aktor yang memerankanku sungguh tidak bisa berakting."

"Nin, serius? Kau bertengkar dengan Harry seperti itu?"

Aku hanya dian, tersenyum, dan mengangguk sebagai jawaban atas semua komentarnya.

Setelah menonton, semua orang yang ada di ruangan ini bertepuk tangan dengan meriah. Tak jarang juga ada yang sibuk membersihkan wajah mereka karena menangis. Aku tak menyangka naskah di debut film layar lebarku ini berhasil. Ku harap tak banyak kritik yang menuaiku hingga seterusnya.

Lampu-lampu bioskop mulai menerangi dan Liam menarikku hingga ke depan layar bioskop.

Di sana telah berbaris seluruh pemain pemeran utamanya dan sang sutradara.

"Kau harus bersikap seperti telah mengenal mereka sejak lama. Karena jika orang-orang tahu bahwa kau tidak pernah berkomunikasi dengan sutradara dan para pemain, film kita akan di cap jelek." Liam berbisik di telingaku.

Aku hanya mengangguk dan tersenyum pada para pemain dan sutradara. Mereka pun membalas senyumanku.

Sesampainya di depan, aktris yang memerankanku langsung mendekat dan merangkul pinggangku, mencoba terlihat akrab denganku. Oh, dia pandai berakting.

Aku pun tersenyum hangat padanya dan merangkul pundaknya. Lalu menghadap ke depan, ke pada para penonton.

Setelah beberapa menit sang sutradara berkicau untuk mempromosikan film ini, kami pun langsung menutup acara ini dan para penonton bergegas untuk keluar dari bioskop.

Liam menghampiriku. "Tetaplah di sini. Banyak yang ingin menjabat tanganmu dan juga berfoto denganmu." ucapnya dengan berbisik.

Benarkah? Banyak yang ingin berfoto denganku? Bahkan aku hanyalah seorang penulis naskah di sini.

Oh, mungkin karena di film ini di tuliskan 'Kisah ini berdasarkan kisah nyata sang penulis, Nina Dobrev' di menit-menit awal. Aku telah berpesan pada Liam untuk tidak menulis 'Nina Styles' di sana.

Satu persatu penonton menghampiriku sebelum keluar dari ruangan bioskop ini.

Dan benar kata Liam. Beberapa remaja wanita maupun pria banyak yang meminta tanda tanganku serta berfoto denganku. Aku merasa seperti aku adalah salah satu artis di sini.

Tak lama, setelah semuanya hampir keluar, ku lihat Alex dan gabby berjalan ke arahku.

"Kau sukses, Nin." ucap Alex seraya memelukku erat.

"Terima kasih, Lex."

Bergantian, kini Gabby yang mendekapku dengan sangat erat. "Aku tak menyangka, aku berteman dengan seorang selebriti."

Aku tersenyum mendengarnya.



Don't Forget Where You BelongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang