[20] Q & A

2.6K 349 14
                                    

Nina's POV

Aku dan Harry baru saja menyelesaikan makan malam. Kini kami sedang menonton film di ruang tengah. Harry duduk di sampingku dan aku memeluknya, menyandarkan kepalaku di dadanya yang terbalut kaus hitam.

Aku sangat suka Harry ketika ia memakai setelan pakaian berwarna hitam. Jangan tanya padaku karena aku tak tahu apa alasanku menyukai itu. Mungkin Harry terlihat lebih berkarisma karena pakaian hitam, ku pikir.

Sedari tadi mata Harry tertuju pada layar televisi dan tangannya mengelus pinggangku.

Ugh. Aku sungguh bosan jika seperti ini. Filmnya sangat tidak menarik menurutku. Tapi sepertinya Harry masih seru menonton film itu.

Aku menghela napas dalam-dalam dengan malas dan itu menyebabkan Harry sedikit peka.

"Ada apa, Nin?" tanyanya sambil menundukkan kepalanya dan menatapku.

Aku mendongak dan menatapnya balik. "Aku bosan." aku memasang wajah datarku.

"Baiklah." tiba-tiba ia mematikan televisi menggunakan remote. "Apa yang ingin kau lakukan?" tanyanya antusias.

Aku memiringkan kepalaku ke kiri dan mengangkat pundakku, sebagai jawaban bahwa aku tak tahu apa yang harus kulakukan.

Sejenak, ia terlihat berpikir. Lalu membuka mulutnya. "Bagaimana kalau kita bermain tanya jawab seperti dulu?"

Ku rasa itu ide yang bagus. Ini akan jadi pertama kalinya kami bermain tanya jawab setelah kami benar-benar saling mencintai. Well, itu terdengar berlebihan.

Aku pun tersenyum dan mengangguk dan merubah posisiku. Kini aku duduk miring di sofa dan menghadapnya. Dan begitu pun dengan Harry.

"Tiga pertanyaan. Ladies first." ucapnya dengan senyuman.

"Pertanyaan pertama, apakah... Taylor masih menghubungimu?"

Ia menghembuskan napas dengan wajah malasnya. "Aku tidak ingin membicarakan ini. Tapi baiklah, aku akan menjawabnya." Ia memutar bola matanya. "Ya, dia masih menghubungiku lewat telepon. Tapi aku tak pernah mengangkat panggilannya." lanjutnya.

Aku mengangguk pelan. Sebenarnya aku sedikit khawatir.

"Jangan khawatir, aku akan memberitahumu jika ia menghubungiku lagi." katanya seakan membaca pikiranku.

Aku pun tersenyum. "Giliranmu."

"Pertanyaan pertama, apa kau membenciku?"

What? Pertanyaan yang sangat konyol.

"Tentu saja tidak." aku membantah.

"Jadi, kau mencintaiku?" tanyanya penuh harap.

Sepertinya akan seru jika aku menggodanya.

Aku pun menaikkan alis kiriku dan tersenyum untuk menggodanya. "Kau sudah bertanya tadi. Sekarang giliranku."

Wajah Harry terlihat kecewa dengan jawabanku barusan. Aku senang karena telah menggodanya.

"Pertanyaan kedua, bagaimana dengan Kendall? Apa ia masih menghubungimu?"

"Tidak. Ia tidak menghubungiku setelah mengetahui bahwa aku dan Taylor bersama lagi saat itu." ucapnya meyakinkanku.

Baiklah. Aku akan mempercayai kata-katanya.

"Giliranku. Pertanyaan kedua, apa kau menyukai ciumanku?" Harry menyeringai padaku.

Sialan. Aku jadi ingin mencium bibirnya saat ini.

"Um, ya." jawabku singkat dan malu-malu.

Kulihat Harry masih terus menyeringai namun tatapannya mengarah pada bibirku. Ku rasa aku harus mengalihkan pembicaraan.

"Sekarang giliranku. Pertanyaan ketiga, apa yang kau benci?" sepertinya pertanyaanku akan berhasil mengalihkan topic.

"Aku benci anak kecil. Tapi, aku tidak akan membenci anakku. Apalagi jika ibu dari anakku adalah kau. Aku akan sangat menyayanginya." Jawabnya dengan senyum kecil.

Sepertinya aku salah mengalihkan pembicaraan. Lihat saja sekarang kini ia menjadi ke-bapak-an seperti ini membuatku sedikit rishi. Pasalnya sifat Harry biasanya adalah keras kepala, gengsi dan kekanak-anakan.

"Ya, ya. Giliranmu." aku memerintahnya dengan malas.

Harry terkekeh. "Baiklah. Pertanyaan terakhir, apa saja yang kau lakukan di apartemen Liam?"

Pasti Harry telah berburuk sangka padaku. "Aku tidur di kamarnya, dan ia tidur di sofa ruang tamunya."

Ia terdiam dan terlihat bingung. "Aku tidak bertanya di mana kau tidur, Nin."

"Aku tahu apa yang ada dipikiranmu, Harry. Kau pasti menyangka bahwa ia telah meniduriku, 'kan?"

Harry tersenyum. "Ya, aku sempat berpikir seperti itu."

Aku menggelengkan kepalaku. "Aku bukan wanita murahan, Harry. Aku masih menghormatimu."

Seketika Harry menggenggam tanganku erat dan tersenyum aneh. Entahlah, aku tak tahu yang ada dipikirannya. Mungkin ia menyukai kata-kataku yang baru saja ku lontarkan.

"Terima kasih banyak, Nina." ucapnya dengan nada yang dibuat-buat.

"Terima kasih? Untuk apa?"

"Karena aku yang akan menidurimu malam ini." Ia menyeringai.

Ugh sial. Aku sungguh ingin mencium-

Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirku. Oh, Harry.

Harry mulai melumat bibirku sedangkan aku hanya diam memperhatikan Harry yang memejamkan matanya. Ku rasakan napas kami bersatu.

Ia terus menciumiku, namun aku tak berkutik sedikit pun.

Ia pun mulai menjauhkan wajahnya dariku. "Balas ciumanku," ucapnya berbisik.

Aku pun mendekati wajahku padanya dan mencium bibirnya.

Harry langsung membalas ciumanku dan meremas pinggulku lembut. Kemudian ia berpindah ke leherku dan menghirup aroma tubuhku di sana dalam-dalam. Tak lama, ia bergeser ke telingaku dan berbisik.

"I want you right now."




Don't Forget Where You BelongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang