Haruto membuka matanya perlahan dan mengernyit ketika silau cahaya masuk ke dalam matanya. Matanya mengedar dan mencoba untuk duduk. Ringisan beberapa kali keluar dari mulutnya. Luka cambukan yang kemarin sempat tidak dia rasakan kini kembali ia rasakan.
"Ini kamar--"
Ceklek
Haruto menoleh ke arah pintu dan mendapati Jeongwoo yang membawa nampan yang ia yakini berisi sarapan untuknya. Jeongwoo tersenyum manis dan duduk di samping Haruto.
"makan dulu sarapannya. Ini ramuan dari tabib untuk ba--"
"Tabib sudah memberitahumu?"
"Semalam tabib memeriksamu dan mengatakan jika kandunganmu melemah" Haruto mengangguk singkat dan berdiri perlahan dari kasurnya. Jeongwoo mencekal lengan Haruto saat omega itu hendak pergi.
"Kau mau kemana? Sarapanmu bahkan tidak kau sentuh sama sekali"
" Kembali ke kamarku dan jadwal makan di penjara masih nanti sore dan aku tidak di perbolehkan makan sebelum itu." Jeongwoo tersenyum nanar mendengarkan ucapan Haruto.
"Kau sudah di bebaskan, Ru" Haruto menoleh dan tersenyum tipis.
"Kau yang mengatakan sendiri jika perintah Raja tidak dapat di tarik kembali. Kau melanggar peraturan yang kau buat sendiri, Yang Mulia." Haruto melepas paksa cengkeraman Jeongwoo dan keluar dari kamar yang dulunya mereka tempati berdua. Jeongwoo dengan cepat mengejar langkah tertatih sang istri dan menghalangi jalannya.
"Kita bicara ya? Kumohon."
"Menyingkir, Park Jeongwoo"
"Ru, kumohon" Haruto mendongak dan menatap mata tajam itu lekat lalu mencoba berdiri tegak walaupun tangannya harus berpegangan dengan pinggiran tangga. Omega itu mati-matian menahan perih dan nyeri di punggungnya.
"Baiklah. Kumpulkan tetuah serta ayah dan ibu. Kita bicara di sana." Haruto dengan perlahan menuruni tangga dan menolak ketika Jeongwoo ingin menolongnya.
Para tetua dan kedua orangtua Jeongwoo benar-benar datang dan kini menatap Haruto yang berdiri di tengah tengah mereka. Junhoe tersenyum miris melihat pakaian Haruto yang masih memakai pakaian khusus tahanan bawah tanah.
"Yang Mulia"
"Aku ingin menarik kembali hukuman yang aku jatuhkan kepada istriku" ucap Jeongwoo. Tetua yang ada di sampingnya mengangguk. Roseanna dan Junhoe sontak menghela nafas lega namun ucapan Haruto membuat semua orang di sana terdiam.
"Bisa aku bicara? Aku tidak punya banyak waktu" Haruto mengedarkan pandangannya dan melanjutkan ucapannya.
"Aku seorang Ratu yang sudah bersumpah untuk menjadi perisai Raja nya dan akan selalu berkata jujur. Tapi kemarin aku di permalukan di hadapan seluruh penghuni istana membuat harga diriku terinjak. Dengan ini, aku mohon kepada tetua untuk mengabulkan keinginanku untuk berpisah dan tidak lagi menjadi bagian dari Pack ini." Jeongwoo berdiri dari duduknya dan melangkah lebar menghampiri istrinya.
"Ru, kau bercanda kan?" Haruto menatap dalam mata tajam itu lekat.
"Aku tidak pernah bercanda dengan ucapanku, Yang Mulia. Bukankah kau sendiri yang mengatakan jika aku boleh meminta berpisah jika kau menyakitiku. Kau sudah melakukannya Yang Mulia. Kau menyakitiku, menyakiti semua yang ada pada diriku."
"Kita bisa bicarakan ini, Ru. Kumohon, kau boleh menghukumku tapi tidak dengan meninggalkanku disini, Ru." Haruto tidak mengindahkan perkataan Jeongwoo dan lebih memilih menghampiri tetua di sampingnya.
"Bisa kau kabulkan keinginanku?" Tetua tersebut hanya bisa menatap iba pada sang Ratu dan mengangguk dengan berat hati.
"Keinginanmu di kabulkan, Yang Mulia. Maafkan kami tidak bisa menjaga martabatmu di sini"

KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINO S1 (END)
Hombres LoboHaruto merasa dirinya memanglah seorang Beta dari keluarga Watanabe. Dia yakin seratus persen karena dia tidak mengalami heat saat umurnya genap 17 tahun hingga kini ia 19 tahun dan berada di tingkat akhir sekolah menengah atas. Namun apakah pemikir...