"Kau masih mencintai Jeongwoo?" Haruto tertunduk malu lalu mengangkat wajahnya.
"Aku..."
.
.
"Aku.. Sebelum Haru jawab, Haru ingin bertanya terlebih dahulu. Ayah sudah merestui Jeongwoo?" Hanbin terkekeh pelan. Tidak ada alasan baginya untuk tidak menerima kembali kehadiran Jeongwoo di tengah-tengah keluarga mereka. Jeongwoo telah membuktikan jika dirinya mampu dan serius untuk kembali membahagiakan anaknya.
"kenapa bertanya seperti itu?"
"Aku mengatakan padanya jika ayah, ibu dan kakak memberinya restu maka aku akan kembali padanya" Hanbin menatap jail sang putra.
"Kalau begitu ayah tidak memberi restu" Hatuto mendongak dan menatap sang ayah kesal. Sang Ibu yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Ayahhh" rengek Haruto.
"Kita lihat nanti"
"Isshh" Haruto membalikkan badannya dan memilih memeluk Ibunya. Dia kesal dengan ayahnya. Lalice hanya bisa terkekeh gemas dan mengecup surai Haruto lembut. Tangannya memukul pelan lengan sang suami membuat Hanbin tertawa melihat tingkah Haruto.
"Jangan menggodanya"
"Hahaha Hei anak ayah, kau tidak ingin menemani pangeran berkudamu?" goda Hanbin. Haruto menolehkan kepalanya dan menatap Hanbin dengan alis yang bertaut. Lucu dan menggemaskan.
"Ayahh berhenti menggodaku!" Hanbin tertawa keras lalu menarik lembut tangan putranya. Haruto perlahan bangkit dari kasurnya dan menerima uluran tangan ayahnya.
Hanbin membuka pintu perawatan dan ternyata Jeongwoo telah sadar dari pingsan nya.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Hanbin kepada tabib yang kini tengah membereskan perlatan dan obat-obatan.
"Rouv tidak memberikan banyak luka ataupun sayatan yang dalam, ada beberapa tulang yang retak pada punggungnya dan akan pulih dalam beberapa hari kedepan." jelas sang tabib. Hanbin mengangguk.
"Baiklah. Kau boleh kembali" Tabib itu menunduk hormat dan meninggalkan ruangan tersebut. Hanbin menatap Junhoe, Roseanne seolah memberi kode untuk keduanya agar mengikutinya keluar. Paham akan itu, keduanya berdiri dan menghampiri Hanbin.
"Ayah tinggal ya." Haruto mengangguk pelan. Setelah pintu tertutup sempurna, Haruto berlari kecil menghampiri Jeongwoo. Alpha itu sontak menatap tajam sang omega.
"Haru, jangan berlari!" tegur Jeongwoo. Haruto duduk dan memamerkan cengiran lebar di bibirnya. Jeongwoo yang hendak memarahi omeganya, ia urungkan saat melihat senyuman lebar pujaan hatinya.
"Sakit sekali ya?" tanya Haruto. Sesekali omega itu meringis pelan melihat hampir setengah dari tubuh alphanya terbubuhi obat yang berarti setengah dari tubuhnya penuh dengan luka.
"Sedikit"
"Bohong! Kalau sakit sedikit, kau tidak mungkin hampir mati tadi" Haruto benar-benar kalut saat mendapati detak nadi Jeongwoo yang melemah dan tangannya yang berubah dingin.
Jeongwoo yang mendengar itu sontak tertawa pelan, tangannya ia bawa untuk mengusap lembut pipi gembil sang omega lalu menariknya mendekat dan mengecup bibir merah itu lembut.
"Senyummu membuat semua luka-luka di tubuhku tidak terasa sakit bagiku" pipi gembil itu sontak memerah mendengar kalimat manis yang Jeongwoo ucapkan. Omega itu hendak menjauhkan wajahnya namun Jeongwoo menahan seolah tidak mengizinkan Haruto membuang pandangannya seinchi pun.
"Ru.." pipi itu semakin memerah saat mata tajam Jeongwoo menatap dalam mata bulat Haruto.
"Hm?"
"Aku mencintaimu" Haruto tersenyum dan mengangguk malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINO S1 (END)
Người sóiHaruto merasa dirinya memanglah seorang Beta dari keluarga Watanabe. Dia yakin seratus persen karena dia tidak mengalami heat saat umurnya genap 17 tahun hingga kini ia 19 tahun dan berada di tingkat akhir sekolah menengah atas. Namun apakah pemikir...