I.

46 6 0
                                        

Kantor Song Kang menghadap laut lepas yang biru. Begitu indah pemandangan didepannya namun dia tak bisa menikmati itu. Pikirannya terpecah antara pekerjaan juga dua orang yang dia cintai di ibu kota. Lebih-lebih mereka berdua seatap dengan pria yang tak ingin dia tau keberadaannya.

Ponselnya berdering dengan namaku dilayar.

"Papa?" Suara imut itu membuatnya tersenyum.

Namun berikutnya adalah suara isakan tangis. Wajah Song Kang menjadi berubah bingung.

"Ryu, apa yang terjadi?"

"Mengapa papa pergi tak berpamitan? Aku sangat kecewa. Huaa....huaa...huaa...."

Suara tangis Ryu malah makin keras. Song Kang mencegah tawanya terlontar. Dia sendiri lupa untuk berpamitan dan pergi begitu saja. Kejadian semalam sangat mengganggunya.

"Maafkan papa nak, papa terburu-buru ke Busan. Papa harus segera datang supaya hotel kita cepat buka. Jadi Ryu bisa datang dan berlibur disini dengan nyaman." Bujuknya.

"Aku tau, kapan papa pulang?"

"Papa akan pulang segera atau Ryu yang berkunjung bersama mama kesini?"

Mata Ryu menatapku.

"Mama sangat sibuk disini. Bahkan tadi ketika aku menangis menunggu mama di lobby, mama lama datangnya."

Mereka sepertinya sedang seru bercakap-cakap sekarang. Aku melepaskan blazer yang kupakai, meninggalkan tank top satin. Dingin AC menyapu bahu memberikan sedikit kesejukan padaku yang memang panas.

Hingga....
"Papa, aku akan telpon papa lagi nanti. Makan siangku sepertinya  sudah datang."

Ryu membukakan pintu karena mendengar bel. Aku yang berada di dapur mengira staf membawakan makan siang Ryu.

"Paman? Mama..paman SeokJin disini...paman SeokJin disini!" Teriakan Ryu membuatku menghambur menuju suara Ryu.

Benar, SeokJin berdiri menggendong Ryu yang sembab habis menangis. Wajah itu sekarang berubah 360⁰ karena bahagia. SeokJin menatapku yang hanya memakai tank top satin berdiri membatu menatapnya juga. Senyumnya terkembang kearahku.

"Ark, hai?" Sapanya tak tau diri.

"Maaf tuan, sepertinya anda salah kamar." Ucapku mendekatinya.

"Tidak, aku datang untuk Ryu juga untukmu."

Sebuah dentuman keras menghantam dadaku hingga kakiku berhenti. Kata manis itu mendayu di telinga, begitu menentramkan. Kalimat dan tatapan yang sama yang ku rindukan selama ini. Kalimat sederhana yang menunjukkan jika dia masih hidup dalam diriku.

SeokJin menurunkan Ryu dari gendongannya. Keduanya sekarang duduk didekat jendela. Ryu yang lebih banyak bicara bercerita tentang sekolahnya. Sesekali SeokJin melirikku yang masih berdiri ditempat sedari tadi hingga bunyi mesin kopi mati.

"Ngomong-ngomong, mengapa Ryu menangis?" Tanya SeokJin terusik dengan hidung merah putranya.

"Aku habis menangis, papa pergi ke Busan tidak pamit. Aku sedih."

SeokJin menoleh sekilas ke arahku tak rela mendengar keluhan putranya, namun atensinya kembali pada Ryu. Tangannya menyentuh ujung hidung Ryu lembut.

"Sebaiknya tidak dengan menangis sayangku. Dia pasti akan kembali lagi."

Nada jawaban SeokJin terdengar sumbang di telingaku, tapi tidak buat Ryu. Anak itu duduk dihadapan SeokJin sambil mengangguk mendengarkan dengan seksama yang dikatakan ayahnya.

The Secret Story of RJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang