"Apa kau yakin dengan rencana bertemu nenek?" SeokJin ternyata tak percaya.
"Eomma yang memintanya langsung. Aku tak bisa mengabaikan itu."
"Baiklah-baiklah, jika itu keputusan mu." SeokJin memeluk sambil mengusap lenganku.
"Oppa, aku takut." Rengekku.
"Hahahaha, tadi kau terdengar begitu yakin." SeokJin tertawa berderit.
"Ahhhh oppa, aku sedang serius."
"Tenanglah, nenek tak lagi seperti dulu. Namun aku juga masih merasa heran, mengapa nenek selalu memperlakukan mu dengan sangat tegas." SeokJin bertanya-tanya.
"Entahlah, ku rasa memang nenek tak suka dengan ku. Bukankah kadang kita bisa merasa tak suka pada seseorang disaat pertama kali kita melihat mereka?"
"Itu terdengar tak adil, bukan begitu? Penilaian seharusnya bukan disaat pertama kali bertemu. Bukankah yang w jahat tak selamanya buruk dan yang bagus tak selamanya baik?"
Dahiku berkerut mendengar dia begitu bijak. SeokJin membuatku bangga dan sedikit tenang. Aku juga setuju dengan pendapatnya tadi. Semoga saja perlakuan buruk neneknya yang dulu memang sudah berubah.
Berbeda dengan SeokJin yang akhirnya bisa tenang. Song Kang malah sebaliknya, dia duduk dengan gelisah sambil menunggu makanan mereka datang. Restoran yang dipilih Song Kang bukan resto sembarangan. Sebuah restoran yang terkenal dengan steak enak di daerah Busan.
Hyeoni baru pertama kali masuk ke restoran itu. Dia juga gusar merasa tak pantas dengan gaya hidupnya. Merasa tak enak menolak pria yang duduk didepannya itu, ia memilih menelan sendirian yang dia rasakan. Keduanya duduk diam degan wajah penuh makna karena isi kepala mereka masing-masing.
"Emmm....." Keduanya sama-sama bicara membuat mereka akhirnya malu.
"Silahkan, kau duluan." Sekali lagi Song Kang dengan sopan memperlakukan Hyeoni.
"Apakah tak sebaiknya kita pindah ke restoran yang lebih...emmm maksudku, aku belum pernah makan ditempat seperti ini. Aku hanya takut akan mempermalukan mu hanya karena pisau dan garpu." Hyeoni menekan dirinya yang sudah sangat gusar.
"Ohh maafkan aku, jika kau tak nyaman. Sebenarnya aku hanya ingin membuatmu terkesan. Baiklah kita akan pindah restoran lain. Maukah kau memilihnya?"
Di rumah orang tua SeokJin, sang ibu memberikan cerita yang membahagiakan bagi seisi rumah. Janjiku untuk menemui nenek membuat semuanya senang. Nenek juga terlihat lega mendengar kabar yang dibawa ibu.
"Jadi Ryu sudah memanggil SeokJin dengan sebutan appa?" Sang ayah begitu senang.
"Sekalipun dia masih belum tau jika SeokJin memang benar-benar appanya, tapi itu cukup melegakan bukan? Mendengarnya menyebut appa pada SeokJin benar-benar membuatku merasa jadi seorang nenek." Air mata bahagia kembali mengumpul di pelupuk mata ibu.
"Aigoo, aku jadi ingin cepat-cepat bertemu supaya dia bisa memanggilku Haraboji." Kekehan ayah SeokJin membahana.
"Kali ini, sekalipun agensi menghalangi, aku akan pasang badan." Tekad ibu terdengar mantap.
"Sudah saatnya untuk memberikan kebahagian pada mereka dan kita semua, bukan begitu ibu?" Ayah SeokJin menoleh pada sang ibu--nenek.
"Kau benar, waktu ku hanya tinggal sedikit lagi. Aku hanya ingin menebus semua kesalahanku." Nenek yang duduk di kursi roda tak bisa menyembunyikan keinginannya untuk mewujudkan keinginannya.
"Tidak Bu, ibu harus tetap sehat untuk melihat Ryu dewasa." Ibu SeokJin menyentuh tangan renta mertuanya yang kini bergetar karena tangis.
Suasana haru bahkan sudah muncul sebelum orang-orang yang diharapkan datang muncul. Artinya perubahan positif memang sudah pasti datang. Percakapan mengenai kelucuan Ryu masih ibu ceritakan yang membuat mereka tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Story of RJ
Fanfictionsekuel kedua dari Sabitah the bright star 5 tahun kemudian.... "Mom. apa aku bisa bertemu dengan BTS?"