5.

40 5 0
                                    

Suara di luar makin ribut karena pintu berusaha didobrak dari luar. Suara beberapa pria bisa kami dengar. Mereka berdebat satu sama lain. Berselisih pendapat untuk melanjutkan atau meninggalkan tempat ini.

SeokJin masih berbicara menyebutkan alamat kami berada ketika pintu akhirnya roboh. Tiga pria berdiri didepan kami dengan pisau dan seorang diantaranya menodongkan pistol.

"Serahkan semua yang kalian punya!" Perintah yang memegang pistol.

"Tolong jangan sakiti kami, ambillah yang kalian butuhkan lalu pergi dengan tenang dari sini." SeokJin melepaskan jam tangannya.

"Bos bukankah dia Bangtan?" Seorang dari mereka mengenali SeokJin.

Seorang yang lainnya sedang mengacak tasku. Membuka dompet kami berdua, mengambil uang. Jam tangan juga perhiasan di atas meja juga digasak mereka.

"Lepaskan cincin mu nyonya." Seorang diantaranya melihat cincin pernikahan ku.

"Ambil semuanya, silahkan. Tapi tidak dengan cincin ini." Tegas ku menolak.

"SERAHKAN! Bos itu berlian besar." Dia meminta dukungan pemimpinnya.

"Nyawa atau cincin, nyonya?" Pria dengan pistol jumawa.

"Tak akan!"

SeokJin membujukku untuk menyerahkan cincin yang ku pakai.

"Tidak oppa! Aku tak mau!" Aku menggeleng kepala menolak bujukannya.

Seorang yang memegang pisau mendekatiku berusaha merampas cincin yang kupakai. Kami bertiga saling mempertahankan. Pria itu menarik tanganku, SeokJin juga mendekap berusaha melepaskan diriku dari cengkeraman pria itu.

Hingga pria yang beringas untuk melepaskan cincin dari jariku tak sabar lagi dan menusukkan pisau yang dipegangnya ke pinggangku. Aku terkulai menahan sakit yang luar biasa. Darah mengucur membuat piyama yang kupakai menjadi basah merah.

Tiga pria perampok itu turut kaget dengan kejadian barusan. Mereka saling menyalahkan kemudian berbalik keluar dengan semua yang mereka bisa bawa. SeokJin menepuk-nepuk pipiku.

"Sayang, tolong....sayang bertahan." SeokJin berderai air mata.

Ternyata ponsel SeokJin masih dalam keadaan on ketika terlempar dari genggamannya saat dia mempertahankan ku yang ditarik oleh perampok tadi. Seluruh percakapan kami didengar oleh petugas diseberang sana.

"TOLONG! TOLONG!" SeokJin berteriak berusaha mencari seseorang.

"Hallo, pak! Pak! Anda mendengar saya?" Suara dari ponsel membuat SeokJin mencari benda itu.

"Ohh, ohhhh tolong istri saya. Jebal! Tolong! Ambulance! Istri saya ditusuk pisau."

Paman, bibi Hyang juga Ryu muncul kemudian panik. Aku melihat Ryu berdiri di pintu memandang dengan penuh air mata juga ketakutan. Tubuhnya bergetar hebat melihat darah yang menggenang.

Ku ulurkan tangan supaya dia mendekat. Ryu menyambut tanganku yang merah berlumur darah. Dia bersimpuh dengan mulut tertutup, mata nanar dan shock. Tangisnya bahkan tak bersuara.

Suara ambulans mulai terdengar makin jelas. Bibi Hyang menekan pinggangku dengan handuk untuk mengurangi pendarahan yang terus keluar. Suara orang-orang di sekitarku makin lama makin mengecil tak terdengar. Wajah Ryu yang khawatir makin lama makin pudar.

SeokJin duduk disalah satu bed memeluk Ryu yang terlelap. Seseorang menepuk bahunya dan SeokJin lega. Managernya muncul dengan wajah panik luar biasa. Petugas menelpon agensi setelah mengkonfirmasi nama SeokJin.

"Ark?" Tanya managernya.

"Kritis. Bayiku hyung." SeokJin menangis tak terbendung.

Managernya menepuk-nepuk bahu SeokJin yang bergetar makin hebat. Aku mendapatkan perawatan intensif di ICU setelah menjalani operasi CITO. Dokter mengabarkan jika luka ku cukup dalam namun tak sampai melukai ginjal maupun organ lainnya.

The Secret Story of RJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang