Seminggu berlalu, aku juga tetap mondar-mandir ke rumah sakit seperti biasanya. Aktifitas ku dan Ryu tetap seperti biasa dan kami tak lagi pulang ke kondo.
Tak sehari pun SeokJin pulang, tak sekalipun SeokJin mengirim pesan. Ryu sendiri sering bertanya kemana ayahnya. Jawabanku hanya bisa mengucap jika dia sibuk dengan pekerjaan. Memang acara SeokJin ditayangkan di televisi.
Pintu kamar kami diketuk, ibu SeokJin mengunjungi kami. Ryu senang bukan kepalang. Selama nenek di rawat, Ryu tak bisa bertemu dengan haelmoni-nya.
"Haelmoni, aku rindu." Ryu memeluk neneknya.
"Kau terlihat lebih tinggi dari sebelumnya."
"Apakah aku juga setampan appa?"
"Emm, kau lebih tampan dari appa." Ibu SeokJin.
"Ark-aa, boleh eomma bicara?"
Suasana menjadi begitu dingin dan penuh teka-teki. Aku duduk sudah tak tenang lagi. Wajah ibu SeokJin tegang namun ragu. Sudah kuduga jika beliau pasti akan membahas mengenai kami.
"Eomma, berharap yang terbaik untuk kalian. Semua tidak mudah karena segalanya telah berubah. Kau dan Ryu telah lama hidup sendirian tanpa kami. SeokJin juga sudah punya kehidupan yang tak seperti dulu."
Ibu SeokJin menyentuh tanganku.
"Orang tua hanya ingin melihat anak-anaknya bahagia. Jika kau merasa bimbang dengan keputusan dan keinginan kami, eomma mengerti. Kami orang tua tak akan memaksa. Eomma hanya ingin kau bahagia, Ryu bahagia."
Sekali lagi eomma mengusap lembut tanganku.
"Haelmoni, bolehkah haelmoni membantuku? Aku rindu appa, tapi appa sibuk. Bisakah haelmoni menelponnya dan bilang jika aku rindu? Aku tak bisa menelpon appa, bukan?"
Ibu SeokJin menoleh padaku, entah apa maksudnya. Meminta ijin untuk meluluskan permintaan Ryu atau hanya sekedar memberitahu jika ada yang akan selalu membantu kami?
SeokJin sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Jam sudah menunjuk pukul sepuluh malam dan ibu SeokJin masih di rumah kami. Ryu bahkan tertidur di sofa karena menunggu ayahnya sambil menonton televisi.
Anak bungsunya pulang membuat wajah sang ibu sumringah. Seperti seorang ibu, ibu SeokJin juga sekarang sibuk menyiapkan makan malam untuk putranya. Wajah beliau terlihat begitu senang melihat anaknya yang super sibuk duduk diruang makan menunggu makan malamnya yang tertunda.
Melihat pemandangan yang tak pernah kulihat sebelumnya, membuatku mengerti. Senyumku muncul tanpa ku sadari, kasih ibu memang begitu besar. Bahkan ketika dirinya sedang sedih sekalipun dia masih memikirkan anaknya.
Ku toleh Ryu yang masih pulas di atas sofa. Permintaan Ryu pada neneknya membuatku sadar bahwa seharusnya Ryu bahagia. Keinginan sederhana Ryu yang tak bisa dia minta padaku menjadikan ku mengerti bahwa aku sudah membuatnya menderita.
"Eomma." Panggilku.
"Emmm, makan malam akan segera selesai."
"Eomma, aku mau menjadi menantu eomma."
Ibu SeokJin terhenti beraktivitas bahkan SeokJin menatapku terkejut.
"Apa kau serius? Kau yakin tidak akan lagi berubah pikiran?" Ibu SeokJin begitu bersemangat.
"Eomma lelah karena seharian bermain dengan Ryu, tapi ketika putra eomma pulang, eomma masih mau sibuk untuknya. Padahal dia sudah tua."
SeokJin menghirup udara dari mulutnya karena karena aku meyebut kata terlarang bagi telinganya 'tua'.
"Mengapa eomma mau susah payah?" Tanyaku.
"Molla, eomma juga tak tau. Mungkin saja sudah kebiasaan. Melihatnya makan dengan lahap, tersenyum sambil bilang terimakasih, mereka kenyang bisa tidur nyenyak membuat eomma bahagia. Apapun akan eomma lakukan supaya anak-anak eomma bahagia." Jawab ibu SeokJin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Story of RJ
Fanfictionsekuel kedua dari Sabitah the bright star 5 tahun kemudian.... "Mom. apa aku bisa bertemu dengan BTS?"