6.

55 3 0
                                    

Ji Eun muncul di kantor polisi desa tempatnya dilahirkan. Wajahnya kesal dan menahan marah. Kali ini ayahnya sudah sangat keterlaluan. Merampok dan melukai seseorang. Bahkan seseorang yang mereka bilang orang penting.

Dirinya tak takut ketika polisi menjelaskan korban ayahnya adalah orang penting. Ji Eun makin membenci ayahnya, kebencian pada ayahnya mengalahkan rasa takutnya kehilangan ayahnya dipenjara. Gadis itu duduk malas dan terpaksa menunggu keterangan polisi.

Sebenarnya dia enggan datang. Hidupnya di ibu kota telah menyamankan dirinya. Makin jauh dari sang ayah makin tenang, begitu pikiran Ji Eun. Melihat ayahnya duduk pasrah dalam sel tak membuat Ji Eun iba.

Ayah Ji Eun juga hanya bisa menatap pasrah dan menyesali dirinya sendiri. Dia tak ingin melihat anaknya menderita bahkan membencinya, tapi dia juga tak ingin anaknya kekurangan lagi.

"Nona, anda boleh pulang. Keluarga korban sepertinya punya hati yang sangat baik. Tapi kami akan tetap menahan ayah anda karena kepemilikan pistol dan perampokan."

Ji Eun keluar kantor polisi dengan kesal. Dia memilih untuk kembali ke Seoul. Hidupnya seperti telah runtuh, karena ayahnya di tahan polisi kekasihnya meninggalkannya. Keluarga mana yang akan menerima menantu dari latar belakang seperti dirinya?

"Semua kesalahan ada pada kalian!" Teriak Ji Eun kesal sendirian.

Aktifitas kami telah kembali seperti biasanya, ada sedikit perubahan sekarang. Aku memutuskan untuk mengembalikan jabatan GM hotel Seoul kembali pada Song Kang lagi. GM Busan juga sudah ditunjuk.

Aku sekarang kembali pada pekerjaan ku, ibu rumah tangga juga owner. Tak perlu banyak bergerak hanya sesekali harus memeriksa, meninjau dan lain sebagainya. Hasilnya aku berkutat antara rumah dan laptop.

Tiga hari ini SeokJin berada di LA untuk rekaman albumnya. Rencananya hari ini dia akan pulang. Ryu masih di sekolahnya. Keadaan nenek berangsur membaik. Pernikahan kami membuat suasana hati nenek bagus. Aku dan Ryu juga sering pulang ke rumah orang tua SeokJin sekedar untuk berbincang atau menemani nenek di rumah.

Hingga hari itu tiba....
Nenek duduk di kursi roda khususnya ditemani Ryu yang berceloteh riang. Dia bercerita tentang sekolahnya hari ini. Aku dan ibu SeokJin masih berada di dapur memasak makan siang kami.

"Akhirnya aku bisa melihat binar bahagia di mata ibu." Ibu SeokJin membuka percakapan.

"Ryu juga semalam bercerita pada ayahnya tentang nenek. Dia sangat bersemangat bahkan menambahkan 'appa, bisnonna itu sering menangis sambil menatapku'." Ku tiru gaya bicara Ryu yang membuat ibu SeokJin terkekeh-kekeh.

Bunyi bel pintu membuat ibu SeokJin meninggalkan ku menata meja makan sendirian. Aku sadar jika tak ada bunyi pintu atau percakapan seperti biasanya menyambut tamu. Terlihat ibu berdiri di depan layar monitor hanya menatap.

"Untuk apa wanita ini datang lagi?" Ibu bertanya tanpa melepas tatapannya kearah layar monitor.

Telunjuk ibu memencet tombol pembuka pintu. Namun langkahnya menjauhi pintu, melewati gang pemisah antar ruangan termasuk tempat nenek dan Ryu.

"Selamat siang Bu." Suara Ji Eun membuatku menoleh.

Makan siang kami terasa begitu dingin. Hanya denting alat makan yang terdengar, tanpa percakapan seperti biasanya. Aku beberapa kali harus membantu nenek yang cukup kesulitan makan dengan mulut yang miring karena stroke beliau.

"Eonni, apa yang membawa eonni berkunjung?" Tanyaku enggan terus menerus merasa tak nyaman.

"Emm, aku hanya rindu pada ibu dan nenek." Jawabnya sambil tersenyum ragu.

The Secret Story of RJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang