Kembalikan!

41 5 3
                                    

"Kalau begitu selamat atas pertunanganmu, Moni! Aku berangkat dulu, ya! Teman-teman sudah menunggu." Monsa memelukku lalu ngeloyor pergi.

"Nduk, kali ini Ayah tidak bisa menolak lagi. Seseorang yang kamu tunggu juga tak kunjung kemari, mungkin jodohmu memang bukan dia ...." Ayah membelai punggungku yang bergetar oleh tangis.

"Kita terima saja Nak Saga, sepertinya dia pemuda yang baik!" Aku terhenyak mendengar nama yang disebut Ayah, seperti tidak asing.

"Cobalah keluar dan lihat orangnya sebentar ...." Ibu memberikan saran sembari mengusap air mataku dengan ujung gamisnya.
****
"Lama tidak bertemu, Mbak ...." Pemuda itu membuka suara setelah kami saling terdiam. Mataku mencoba memindai wajah seseorang yang sedang duduk di hadapanku, namun syaraf otak gagal menemukannya dalam memoriku.

"Tentu saja Mbak Harmoni melupakannya, kita hanya sekali bertemu ...." Pemuda itu tersenyum ramah, menyadari kebingungan yang sedang menderaku.

"Aku Saga, Lutfan Sagara, Mbak ...." Spontan mataku membeliak, kenangan bersama Mas Arhan dan santri-santri SMK IB berputar kembali. Mas Saga memang pernah ke sini, setahun yang lalu. Tapi, Mas Saga yang kulihat saat ini berbeda. Terdapat bekas luka di bawah mata kanannya, meski tidak dapat menutupi parasnya yang rupawan.

"Aku kecelakaan sesaat sebelum mendapat panggilan kerja di Depok." Dia seperti sedang membaca pikiranku. Sepertinya luka itu cukup dalam, menciptakan parut dan warna gelap serupa tanda lahir, kontras dengan wajahnya yang putih.

"Dulu, rambut Mas Saga ikal, kan?" Bukannya menjawab pertanyaanku dia malah tertawa sambil menggelengkan kepalanya.

"Mana mungkin Mbak Harmoni mengingatku, sementara aku bukanlah orang yang spesial itu ...." Sejujurnya aku tak enak, telah menyampaikan tebakan yang keliru.

"Lalu, dari mana Mas Saga tahu hubunganku dengan Mas Arhan sudah berakhir?"
"Teman-teman heboh, aku sendiri kaget mendengar kabar ini."
Rupanya berita perpisahan kami cepat sekali menyebar.

"Mas Saga tahu, kan perasaanku saat ini? Hidup tapi hampa! Jadi, mana bisa Mas Saga melamar orang yang baru saja patah hati?"
"Setidaknya aku berusaha ...."

'Sandainya bukan dirimu yang datang, Mas ... akupun tak punya kekuatan untuk menolak.

"Kita hanya butuh waktu! Bila suatu saat nanti, Gus Arhan datang kembali di tengah-tengah usahaku untuk menghalalkan Mbak Harmoni, maka aku bersedia mundur." Setelah mengatakan itu, Mas Saga mengeluarkan selembar foto dari dompetnya.

"Mohon untuk sudi menyimpannya, Mbak! Kuharap saat kita bertemu setahun lagi Mbak Harmoni tidak melupakan wajahku ...."

Kandas cita-citaku untuk kuliah, baik keluargaku dan keluarga Mas Saga sepakat untuk tidak menikahkan kami di tahun ini. Mengingat umurku belum genap 17 tahun, terpaut tiga tahun di bawah Mas Saga. Kami masih sama-sama muda untuk membina rumah tangga, sehingga Mas Saga kembali ke Depok hari itu juga, sedangkan aku akan dimasukkan ke pesantren dengan biaya yang ditanggung Mas Saga sepenuhnya.
****
"Mbak Harmoni beneran nerima Saga? Lalu, bagaimana dengan Gus Arhan?" Mas Panca setengah tak percaya saat mendengar kabar dari Mas Saga, lalu buru-buru menelponku.

"Apa peduliku dengan Gusmu itu, dia sendiri yang menginginkan aku dinikahi orang lain!" Jawabku sengit. Meski aku tahu tak seharusnya menumpahkan kekesalanku pada Mas Panca.

"Mm--mungkin Gus Arhan bb--utuh waktu, Mbak!"
"Dia tidak memberiku kesempatan menunggu ...."
"Aku tahu Mbak Harmoni terluka, tapi menerima Saga mungkinkah keputusan yang tepat?"

"Aku sudah berjanji untuk siap menerima siapapun yang dekat dengan Gusmu! Mungkin, Mas Saga orangnya."

"Tapi, Mbak--"
"Jika Mas Panca mengakuiku sebagai saudara, maka doakan kami bahagia ...." Tak terasa bulir-bulir bening menetes lagi dari mataku. Padahal aku sudah bosan menangis, toh seseorang yang membuatku bersedih mungkin lupa telah menyakitiku sedalam ini.

"Kuharap Mas Panca bisa merahasiakan pertunanganku, sampai kami mengumumkannya sendiri ...."
****
Gawaiku berdering oleh panggilan dari nomor asing, kuangkat setelah nada dering hampir berakhir.

"Harmoni ...." Aku mengenali suara itu, yang dulu selalu membuatku optimis menjalani hidup. Mengajariku cara merangkai mimpi-mimpi, kemudian pergi saat mimpi itu melangit tanpa kendali.

"Tenang saja! aku masih hidup, Mas ...," lirihku dalam tangis.

"Harmoni ... aku rindu ...." Mas Arhan terisak di seberang sana.

"Mas ... apa aku ini badut bagimu? Sekalipun badut, aku punya perasaan. Dan aku bukan terminal tempatmu datang dan pergi sesuka hati!"

"Harmoni ... aa--kku ... ak--ku bermimpi buruk!"

"Maaf, Mas ... aku tak tertarik lagi dengan mimpimu!" Sungguh hatiku hancur mengatakannya, bahkan sebenarnya aku masih sangat ingin berlama-lama mendengar deru napas Mas Arhan.

"Harmoni ... apa terjadi sesuatu selama kepergianku?"

'Banyak, Mas! Bagian mana yang ingin kamu tahu? Aku yang jadi ceking karena tak berselera makan, nyaris insomnia sepanjang malam, atau diriku yang hampir gila menanti kabar darimu.'

"Di dalam mimpi itu, kita berboncengan motor bebek Ingin kuajak  bertemu Abah dan Umi. Tiba-tiba banjir bandang datang dari arah depan. Lalu kubawa dirimu ke rumah sahabatku sampai kondisi aman. Tapi sebelum menjemputmu, aku sudah terbangun dari tidur ...."

"Bagus, Mas! Sesuai harapan Mas Arhan, kan?" Balasku menyindir. Sayangnya tak bisa kuperlihatkan cincin yang melingkar manis di jariku.

"Harmoni ...."

'Ayo! Katakan kalau Mas Arhan ingin kembali! sebelum sahabatmu mengendalikan mimpi-mimpi yang kubangun bersamamu ....'

"Berjanjilah! Kamu bisa bahagia tanpaku di sisimu ...."

'Oh! Pupus harapan ku. Mengapa datang menambah luka yang baru, Mas? Jadilah diriku sebentar saja ... rasakan betapa aku sangat hebat. Tetap berdiri setegar ini setelah kamu hempaskan berkali-kali.'

"Harmoni ... kamu dendam padaku?"

"Meskipun ingin aku tak punya kekuatan melakukannya, Mas ...."

"Dari sekian banyak manusia di bumi ini, kenapa harus Saga?"

"Kebetulan dia yang sudi memungut sampah yang Mas buang ini!"

"Harmoni ... maafkan aku ... bisakah kamu kembalikan Saga, sahabatku?"

"Astaghfirullah ... egois kamu, Mas!"













HARMONI SAGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang