Pengecut

28 3 0
                                    

Rutinitas pagiku adalah membuat sarapan untuk Mas Saga. Setelah dia berangkat kerja, maka aku akan berguling-guling di kasur sambil berselancar di Internet. Mencari hal-hal baru yang ingin kupelajari. Terlebih, akun atas namaku di aplikasi biru sudah diserahkan Mas Saga sepenuhnya padaku.

Kuketik nama Purba Sera di kolom pencarian, ternyata banyak akun dengan nama yang sama. Kujelajahi satu persatu akun itu tak ada tanda-tanda kebersamaan si pemilik akun dengan Mas Arhan. Hingga mataku mulai lelah dan hampir saja menyerah.

'purrba serra' iseng kutambahkan huruf 'r' dobel, klik! Terpampang wajah seorang perempuan dengan rambut ikal sebahu yang digerai. Kuselami puluhan fotonya, rata-rata hanya fotonya sendiri dengan background kampus. Hingga kulihat wajah Mas Arhan berada diantara segerombol pemuda yang tengah tertawa lepas pada sebuah foto yang diunggah akun itu dua bulan lalu.

Purba Sera, perempuan itu berpenampilan polos tanpa polesan makeup. Pakaian yang dikenakan jauh dari kata feminim, terkesan trendi dan sangat santai. Beberapa foto menampilkan dirinya dengan kaos oblong dan jins belel.

'Mungkinkah selera Mas Arhan terhadap perempuan sudah berubah?'

Dulu, Mas Arhan selalu mewanti-wanti diriku agar tidak mengenakan celana bahan atau jins saat keluar rumah. Menurutnya tampilan tersebut mengurangi keanggunan perempuan. Kecuali celana itu dijadikan untuk dalaman, agar saat rok tersingkap angin area intim tidak terlihat.

Bahkan Mas Arhan mendukung pilihanku untuk berhijab meski di dalam rumah. Tapi, Purba Sera mengapa Mas Arhan tak membuatnya berhijab meski sudah sah menjadi istrinya? Mungkinkah cinta mengubah Mas Arhan menjadi pribadi yang demokratis sehingga syarat untuk menjadi bagian dari keluarga Bisyir tidak harus berhijab. Entahlah ....

Kulanjutkan pencarianku dengan mengetik nama Mas Arhan. Ratusan akun dengan namanya kutemukan tapi tak ada satupun yang menunjukkan ciri-ciri dirinya.

'Keren sekali, di saat orang-orang berlomba eksis di dunia maya justeru Mas Arhan tidak terlihat di aplikasi biru.'

Bosan berada di sana, aku berpindah pada aplikasi berlogo burung. Biasanya aku sering mengintip status para artis atau kabar yang sedang nge-hits. Hingga jariku berulah lagi, mengetik nama Mas Arhan. Debaran dadaku semakin kencang tatkala kulihat gambarnya terpampang nyata berikut status-status galaunya.

"Tresno Ra iso nyanding, duh! Pusing!"

"Andai kumiliki hati juga raganya ...."

"KBH apa kau mengingatku?"

Hatiku teremas lagi, inisial yang dia tulis itu seperti namaku Kirani Bumi Harmoni. Tapi, bukankah Mas Arhan sudah beristri. Mustahil jika Purba Sera tak cemburu membaca status itu.

Tak kutinggalkan jejak apapun, aku tak ingin Mas Arhan mengetahui aku baru saja melihat-lihat postingannya. Meski  sangat ingin kembali menyapa, tapi sesama perempuan tak mungkin kusakiti hati Purba Sera dengan kembali mengusik rumah tangga mereka. Baik Mas Arhan dengan Purba Sera sama-sama kompak tidak pernah mengunggah keharmonisan mereka. Padahal dulu Purba Sera sering kali menceritakan cinta dan gairah mereka begitu menggelora.
****
Senja kembali hadir, pertanda Mas Saga akan pulang dari kantornya. Aku bergegas mandi dan menyambutnya di teras. Ada perasaan bahagia setiap mendengar deru motornya, seolah sahabatku baru saja datang untuk mendengar keluh-kesahku. Selain itu, Mas Saga hampir tak pernah pulang dengan tangan kosong, selalu ada kresek yang dia tenteng. Di dalamnya kadang berisi martabak manis, donat, ayam tepung, semua yang kusukai. Sepertinya Mas Saga benar-benar berusaha membuatku senang setiap harinya.

Meski belum bisa mencintai dirinya, aku tetap berusaha membalas kebaikan Mas Saga dengan menyiapkan menu makan malam yang variatif.

"Wah! Rasa tongseng ayamnya lezat. Seperti di restoran 'Nyi Iteung', Dek!" Mas Saga terlihat puas. Keringatnya mengucur deras dari dahi sampai pucuk hidungnya.

"Beneran enak, Mas? Itu resep yang kupelajari di internet tadi siang." Aku merasa tersanjung dengan pujian Mas Saga. Menambah semangatku untuk giat belajar dan praktek resep-resep baru. Entah mengapa di dalam hati, timbul hasrat untuk menyenangkan Mas Saga seolah menikmati peranku sebagai istrinya.

Namun, saat gelap menyelimuti bumi. Ketakutanku kembali hadir. Jantungku tak pernah stabil detaknya saat berada seranjang dengan Mas Saga. Tak kubiarkan tubuhku terlelap lebih dulu, aku menunggu Mas Saga terlena dengan mimpi indahnya baru kemudian aku bisa tidur. Hati selalu saja was-was seolah takut Mas Saga mencuri sesuatu yang berharga di tubuhku.

"Dek ...."
"Iya ...."
"Aku sudah kenyang ...."

'Tentu saja, dua mangkok tongseng tandas sendirian'

"Jadi, Adek tidak perlu takut! aku tidak akan memakanmu." Mas Saga merapatkan selimutku lalu berbalik menghadap tembok. Setengah jam kemudian, kudengar dengkuran halusnya.

'Oh! Mas Arhan ... ragamu menjauh tapi bayanganmu menjadi spasi antara diriku dan Mas Saga.'
****
Jemariku berkelana menyusuri akun Mas Arhan lagi. Tersayat hatiku membaca untaian kalimat yang ditulisnya. Hingga tak tahan untuk berdiam diri menyaksikan kekasihku tersiksa rindu.

"Mas ... pipiku cabi sekarang. Sahabatmu memperlakukanku dengan sangat baik." Kutulis komentarku di bawah status terbarunya. Hingga beberapa jam kemudian Mas Arhan membalasnya.

"Harmoni ... kau kah, itu?" Meski aku tak memasang foto pribadi Mas Arhan tetap bisa mengenaliku.

"Mas Arhan bagaimana?" Hanya kalimat itu yang bisa kutanyakan meski dalam hati menginginkan lebih. Mengapa bisa memilih Purba Sera, apa yang begitu spesial darinya, apakah Mas Arhan bahagia, banyak yang bergejolak di benak tapi sebisa mungkin kutahan-tahan. Aku tidak ingin Mas Arhan menyadari bahwa aku masih memikirkannya.

"Harmoni ... aku rindu ...."

'Harusnya kamu tak perlu mengatakannya, Mas ... apa arti rindu bila mustahil bersatu'

"Hahaha! Terimakasih Mas, sampaikan salamku untuk istrimu ...." Tanganku bergetar menulis hal yang berbanding dengan apa yang kurasakan. Jariku fasih berbohong sedang air mata sudah membanjiri jilbabku.

"Harmoni ... Lutfan Sagara lelaki terhebat, jangan pernah berpikir untuk meninggalkannya. Aku senang kalian bahagia." Belum sampai kubalas kalimat terakhirnya, akun Mas Arhan menghilang.   Selalu saja seperti ini. Dia tak memberi kesempatan untuk memperbaiki keadaan ini. Yang dia lakukan hanya bersembunyi, lari, dan menghindar.

'Beginikah orang yang kucintai?'














HARMONI SAGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang