Part 14

5.1K 433 12
                                    

25 Mei 2022

•••

Selena meletakkan tas berisi gitar milik Brendon di meja ruang tamu, sebelum akhirnya duduk di sofa sambil menghela napas dan membuka laptop yang tersedia di sana. Entah bagaimana, cowok itu datang ke rumahnya, kemudian ditempeli sang putra, Tommy, tanpa mau melepaskan. Mereka berdua tidur dengan tenang, dan karena berbagai kondisi Selena mau tak mau membiarkan keduanya bersama. Tak mau Tommy kekurangan tidur karena cepat atau lambat ia akan bersekolah, nanti.

Selena menyalakan laptopnya dan melihat rekaman CCTV rumah, sebelum kejadian itu.

Tommy tampak keluar kamar dengan ketakutan sambil menangis histeris dan berlari, kemungkinan besar mencari Selena. Seketika, Selena merasa bersalah, karena telah meninggalkan Tommy sendirian. Tommy memang takut sendirian, terlebih kelihatannya ia terbangun akibat mimpi buruk, pasti ada teror di diri anaknya itu.

Lalu kemudian, Tommy keluar rumah, di luar tampak ia ketakutan awalnya, sampai ia sadar sosok lain bersamanya adalah Brendon, Brendon bahkan rela menaiki pagar karena pagar tinggi itu terkunci. Selena kaget kenapa pemuda itu bisa ke sini, apa ....

Selena ingat Brendon sempat mengkhawatirkan Tommy sendirian, apa itu alasannya?

Kenapa? Ada apa dengan pemuda itu? Selena memang berterima kasih padanya tetapi kenapa dia ... bukannya dia ingin melepaskan Tommy agar berhenti menyebutnya Papa? Kalau begini bukankah keduanya terus-menerus semakin dekat bahkan lengket. Selena benar-benar tak habis pikir apa isi kepala Brendon.

Jujur, lama-kelamaan, Selena merasa tak nyaman, karena kalau Tommy terlalu dekat dengan Brendon, anaknya bisa saja meminta lebih ... Selena tak mau membuka hati pada siapa pun, lagi, sekalipun pemuda ajaib ini penuh perhatian pada putranya, kelihatan baik seperti yang Tommy bilang, tetapi bisa saja banyak kejutan lain di sana.

Selayaknya ia dan Gio dulu.

Selena bukan wanita polos yang mudah luluh.

Untuk saat ini, dengan beberapa alasan, Selena tak akan mengganggu permainan papa dan anak di dalam kamar Tommy, tetapi yang pasti Selena mulai memikirkan apa yang harus dia lakukan berikutnya. Brendon harus buka suara maksud dari semua perbuatannya saat ini. Jangan sampai pemuda itu berubah pikiran, karena Selena tak mau menanggung risiko apa pun jika Tommy menginginkan lebih.

Sekali lagi, ia tak mau.

Wanita itu menutup laptopnya, berdiri, dan masuk ke kamar kemudian. Saat pagi tiba, sudah Selena pastikan, aksi berikutnya yang akan dia lakukan.

Pagi tiba ....

Brendon mengerang pelan seraya meregangkan badannya yang bak remuk, tetapi lumayan sih tidurnya malam tadi amatlah nyenyak. Ugh, tapi kok ada hal yang aneh ya?

Mata Brendon membulat sempurna.

"Hah?!" Brendon kaget, karena baru sadar, di mana sekarang ia berada. Terlebih, menemukan sepasang kaki mungil di sampingnya. Saat menelusuri, nyatanya itu adalah kaki Tommy, di mana anak itu muter hingga kaki di bantal, dan kepalanya malah di bawah.

Dia ketiduran di kamar Tommy!

Karena Tommy menempel padanya, virus-virus ngantuk pun menular dengan cepatnya hingga Brendon yang memang sudah ngantuk plus lelah, tertidur bersama anak itu. Dan gilanya, hingga pagi lagi, Brendon benar-benar tak habis pikir. Terutama ....

"Kamu sudah bangun?" Sebuah suara bertanya, Brendon spontan menoleh dan menemukan sang mama Tommy di sana.

Selena ....

Wajahnya kelihatan kesal, oh astaga. Bagaimana ini? Brendon yakin ia menahan emosinya saat kali pertama menemukan Brendon di sini, yang sepertinya susah dibangunin, tapi sejujurnya mustahil karena sengantuk dan selelah apa pun, saat dibangunin Brendon akan bangun.

Oh, apa ... alasan lainnya? Tommy yang menempel bak perangko takut terbangun?

"Ma-maafin saya, Tante ...." Brendon benar-benar merasa bersalah, ia tidak sengaja, tetapi jelas dia tak bisa menyalahkan Tommy.

Selena menghela napas, matanya mengintruksi agar Brendon ikut keluar bersamanya agar tak mengganggu Tommy yang masih terlelap. Dengan langkah gontai, Brendon akhirnya keluar dari sana, cukup jauh berjalan dari kamar Tommy.

"Bagaimana kamu bisa berakhir di kamar anak saya?" tanya Selena akhirnya.

Brendon menghela napas, agak menunduk selayaknya anak kecil yang baru berbuat kesalahan. "Saya gak sengaja pulang, Tan, tapi tetiba denger suara Tommy di sini jadi saya samperin. Kasian dia nangis."

"Eh? Gak sengaja pulang?"

"Rumah kita tetanggaan, Tan. Dua rumah dari sini." Mata Selena membulat sempurna, dia baru tahu.

"Sungguh?" Bukan modus buat deketin anaknya kan?

Brendon mengangguk. "Iya, di sana, Tan. Saya sebenernya nginep di kost-an temen saya buat ya ... mengurangi intesitas Tommy manggil saya Papa, tapi ya karena digodain temen-temen saya jadi saya bingung eh malah balik rumah."

Pemuda ini ... kenapa membingungkan sih? Dia bilang tak ingin disebut papa lagi, tetapi sikapnya malah membuat Tommy semakin lengket. Kontradiksi.

"Lalu kenapa kamu lakuin hal ini? Kamu tahu kan itu malah bikin Tommy makin lengket sama kamu?"

Brendon nyengir dan menggaruk belakang kepalanya. "Gimana ya, kan saya dah bilang kasian liat Tommy, dia nangis histeris, Tan, Tante tinggalin."

Selena terdiam, oh ia ingat kesalahan terbesarnya hari ini. Brendon punya alasan logis, meski pedang bermata dua. "Terima kasih, untuk itu." Kali ini, Selena yang menunduk.

"Mm ... uhm ... yah ... tapi maaf banget ya Tan saya ampe ketiduran di kamar Tommy tadi, sumpah Tan gak sengaja ketiduran."

"Ya, saya mengerti. Sudahlah." Selena menghela napas dan mengalihkan pandangan tak ingin menatap pemuda itu. "Jadi kamu bakalan nginep di kost-an temen kamu ... sampai ...."

"Iya, Tan, rencananya sih gitu." Brendon tersenyum kecut.

"Berapa biaya sewanya? Biar saya yang--"

"Gak usah, Tante. Gak perlu. Tante udah banyak banget ngasih kami." Brendon menolak, jujur ia tak enak diberi uang terus oleh Selena. Brendon bukan tipe orang yang suka menerima jika ia tak memberikan sesuatu terlebih dahulu.

"Jangan begitu, kamu kan kesusahan karena hal ini." Selena juga tak enak hati karena telah salah menilai Brendon, cowok itu murni hanya berniat menolong, meski efeknya kelengketan ia dan anaknya akan semakin terjalin.

"Enggak juga sih, Tan. Lagian rumah saya kosong, ortu saya jarang di rumah, biasanya saya ngisi waktu ya ngojek, tapi karena masih kena masa hukuman, mending ke kost-an temen." Brendon menggedikan bahu dan Selena agak terkejut dengan penuturan Brendon, siapa yang menyangka. "Saya balik ya, Tante. Takutnya Tommy bangun, nanti dia jadiin saya panjat pinang dia lagi."

Ah, benar.

"Baiklah, hati-hati di jalan, Brendon. Dan sekali lagi, terima kasih, atas yang kamu lakukan untuk Tommy."

Brendon tersenyum hangat. "Terima kasih kembali, Tan."

Dan Brendon keluar rumah Selena, sejenak Selena mengekorinya hingga ke depan, pemuda itu mulai melangkah menuju ke samping setelah membuka pagar yang tidak dikunci, dan akhirnya hilang dari hadapan. Selena menghela napas dan masuk rumah lagi, pun duduk di sofa yang tersedia di ruang tamu itu.

Eh, tunggu!

Tas berisi gitar Brendon ada di sini!

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

PAPA BEEBO [Brendon Series - P]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang