Part 26

3.7K 342 16
                                    

6 Juni 2022

•••

Brendon benar-benar diseret pulang oleh orang tuanya tanpa babibu, dan Brendon tak punya kuasa apa pun untuk membantah. Terlebih mereka bilang, ada hal yang ingin mereka bicarakan secara enam mata, ia, ibunya, dan ayahnya.

Untuk sejenak, Brendon berhenti di depan rumah Selena. "Jadi ini rumah dia?" Brendon hanya menatap sekilas, tatapannya sendu memperhatikan, apa di dalam sana Tommy baik-baik saja.

Dia memang berencana pulang, tapi pelan-pelan, untuk kali ini ia lebih cepat tetapi tetap rencananya akan berjapan pelan.

"Iya, Pah, Mah. Ini tempat Tante Selena tinggal, sama anaknya."

"Anak? Lho lho lho, dia udah bersuami?" tanya sang ibu kaget.

Brendon menggeleng. "Enggak sih, Pah." Ia tahu hal ini karena selama ini, kan Tommy dalam pencarian sang ayah, bapak Tommy hilang entah ke mana mungkin.

"Hm begitu ...." Ayahnya mengangguk paham.

"Sebenernya ada apa sih, Pah, Mah? Kalian keliatannya kepo banget sama Tante Selena atasanku?" Kalau hanya sekadar atasan, tak mungkin mereka sekepo ini, pasti ada hal lain yang belum Brendon ketahui.

"Itulah kenapa, kami akan menjelaskan semuanya sama kamu." Ibunya menjawab, Brendon mengerutkan kening bingung.

Dia jadi penasaran.

Apa sebenarnya yang ada di antara orang tuanya dan Selena ....

Saat pulang, mereka menuju ruang tengah, ruang keluarga, kumpul-kumpul begini biasanya hangat tetapi sekarang agak tegang, padahal kepulangan orang tuanya yang mendadak harus ada sambutan. Namun kali ini, keseriusan yang ada.

"Jadi, apa yang pengen kalian omongin, Pah? Mah?" tanya Brendon akhirnya.

"Brendon, Papah Mamah mau kamu ... jagain Selena dan anaknya, kita bersama-sama jaga dia." Itu sebenarnya hal yang ingin Brendon lakukan, tetapi menyentuh hati Selena tak mudah makanya dia perlahan-lahan.

Tapi, eh, tapi, kenapa orang tuanya ikut-ikutan? Apa karena batin orang tua dan anak? Atau hal lain?

"Ke-kenapa?" tanya Brendon, kepo.

Orang tuanya bertukar pandang. "Ini enggak Papah ceritakan pada Selena, karena takut dia sakit hati, tapi kamu ... harap dengar baik-baik, ya." Brendon mulai memasang telinga dengan baik.

"Mamah, Papah, dan ayah Selena, Simon Prayuda, dulu berteman baik." Mata Brendon membulat sempurna, kaget bukan main akan penuturan ayahnya.

Berteman baik katanya?

Lah kok Brendon tak pernah tahu?

"Kami menjalani sekolah, bahkan sampai bekerja bersama-sama, tak terpisahkan, intinya kami selalu bertiga." Begitukah? Brendon masih menyimak dengan baik semua itu. "Meski akhirnya pun, kami membangun bisnis masing-masing, dan semuanya berjalan cukup baik karena kami saling bahu membahu satu sama lain. Cuman, di antara kami bertiga, bisnis Papah yang lumayan menjanjikan."

"Lalu, masalah hadir ... ketika Simon mengutarakan perasaannya ke Mamah."

"Terus Mamah nolak, karena dia punya perasaan ke Papah?" tebak Brendon, karena itu adegan klise sekali, cinta segitiga antar sahabat itu sangat sering dan mungkin terjadi.

Tebakan Brendon pun rasanya akurat, karena kalau tidak, mungkin dia tak akan terlahir karena kedua orang tuanya tak bersama.

"Satu-satunya alasan Mamah menolak dia, karena dia baru aja nusuk Papah kamu dari belakang, karena faktanya saat itu Papah Mamah sudah tunangan dan dia tahu hal itu." Brendon jelas kaget akan hal tersebut.

Lah, nikung?!

"Dia pun marah sama Mamah kamu, berpikir menolaknya karena Papah kamu jauh lebih kaya dan lebih berpotensi, dia berpikir soal materi, Mamah matrealistis, faktanya bukan begitu. Jelas-jelas dia harusnya tahu asalannya. Dia kalah start sama Papah kamu, dan lagi juga ... Mamah yang tahu persis sifat aslinya jelas gak akan memilih jatuh cinta sama dia."

"Sifat asli dia?"

"Ego Simon itu super tinggi, dia juga emosional, tempramen buruk, meski dia orang baik." Ayahnya menghela napas panjang. "Papah gak menyangka, itu akhir pertemanan kami, kebencian dia pada Papah Mamah, bahkan kami masih ingat ucapan dia malam itu."

"Apa, Pah?"

"'Aku akan melampaui kalian, dan kalian bakalan ada di bawah kakiku, jangan harap bisa memohon apa pun. Kalian akan menyesali perbuatan kalian'."

"Lah, aneh banget." Brendon menatap heran. Dia yang salah, dia juga yang galak, kan bukan main.

"Dia tak main-main dengan ucapannya, terlebih kemudian dia ikut seseorang, yang memang pada dasarnya ingin menghancurkan bisnis Papah Mamah, sehancur-hancurnya. Kami, dengan backingan sekuat itu, jelas tak berdaya. Kami nyaris gulung tikar karena mereka." Mata Brendon membulat sempurna, kaget bukan main dengan hal itu. "Walau syukurlah, ada orang baik, yang senantiasa membantu kami menghadapi itu semua, dan yah beginilah sekarang. Perusahaan Papah Mamah juga lebih gede dari punya dia lho."

Ayahnya ke mode sombong, Brendon mendengkus pelan, sebenarnya sifat ayahnya yang satu ini agak menyebalkan. Brendon berpikir ayahnya mungkin menyombongkan diri dengan Simon itu, jadi dia emosi berat, toh di masa lalu ia tak ada jadi tak tahu aslinya.

"Simon rela membuang segalanya, mengorbankan segalanya, demi ambisinya mengalahkan kami, Brendon. Bahkan sepertinya, anaknya sendiri saja, dia buang."

Hah?! Buang ....

Oh, pa-pantas saja ... Selena di sini, bukan di istananya. Mereka dibuang?!

"Intinya, itu saja, kamu harus jagain Selena, karena Papah Mamah belum pasti ada terus di sini."

Kalau itu ....

"Siap, Pah, Mah! Siap! Aku bakalan jaga Selena dan Tommy! Karena emang ... hehe, dukung aku ya." Kedua orang tua Brendon mengerutkan kening.

"Dukung?"

"Itu lho, Pah, Mah, anu ...."

"Ouh ... kamu suka Selena?" tanya sang ibu, wajahnya menggoda. "Dia mirip Mamah di masa lalu, Mamah suka banget wanita begitu."

"Hehe, nyoba nyoba trial, Mah."

Ayahnya tertawa. "Jangan coba-coba, langsung beli premiumnya." Ketiganya mulai bersikap konyol lagi meski tadi serius.

Walau seperdetik kemudian, ayahnya menyerius lagi. "Meski semua yang telah terjadi, kami masih berharap ... Simon kembali ke jalan yang benar."

Waduh, Simon kayak orang kesasar saja.

"Karena kami yakin, masih ada sisi baik di diri dia, karena saat dia bisa menghancurkan kami sehancur-hancurnya, dia ... malah stop begitu saja. Dia membiarkan kami membangun apa yang hancur, tetapi sebagai gantinya kami gak pernah tahu lagi soal dia. Kami lost contact."

"Papah yakin soal itu? Bisa aja dia bikin rencana gede, Pah. Bisa aja dia ...."

Ayahnya menggeleng. "Meski keliatan kejam, Simon sebenarnya orang yang sangat rapuh."

"Dia paling cengeng di antara kami, dan kekeraskepalaannya itu cara dia nutupin kalau dia tahu dirinya lemah. Dia pandai menyembunyikan perasaannya."

"Tetep aja, Pah. Kudu hati-hati." Brendon tak tahu menahu soal Simon, tetap saja mau bagaimanapun orang itu menghancurkan apa yang menghalanginya, jadi harus tetap waspada.

"Iya, Brendon Sayang. Iya."

"BTW, Mah, Pah, kalian kepo gak kenapa aku ... ngincer Selena?" tanya Brendon cengengesan, dia merasa didukung banyak pihak, jadi entah kenapa bisa sepercaya diri ini.

Mantaplah.

Gas terus, hati ini untukmu, Selena.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

PAPA BEEBO [Brendon Series - P]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang