Part 20

3.9K 382 27
                                    

31 Mei 2022

•••

Menerima orderan itu kewajiban, iya Brendon tahu persis, jika dia membatalkan tanpa alasan maka dia egois dan tak mau dapat rezeki. Jadi, mau tak mau, pemuda itu pun menerima orderan dari seorang ibu-ibu guna mengantarkan anaknya ke sekolah dasar.

Dan sekolah dasar itu, adalah sekolah dasar di mana Tommy katanya akan bersekolah.

Meski belum tentu bertemu karena mungkin saja Tommy belum bersekolah di sana, tetapi ingatan demi ingatan yang rasanya mau Brendon buat hadir lagi. Duh ... Brendon benar-benar merutuki otaknya yang susah lepas dari Tommy kecil, apa benar ini rasa keayahan yang meningkat?

Jangan jangan jangan, pokoknya jangan.

Semoga saja, mereka tak bertemu, dan kalau bertemu pun Brendon akan segera kabur. Ya, tentu saja, akan segera kabur.

Sesampainya di sekolah dasar itu, si anak turun dari motornya dan melenggang masuk area sekolah, Brendon menghela napas panjang dan menatap sekitaran. Tak ada Tommy, bagus.

Meski agaknya sedih tak bertemu anak--eh, apa perasaan ini? Tidak tidak.

Brendon memutar kemudi lagi dan siap ke orderan berikutnya, sampai ia tersadar sesuatu.

"Weh helm gue." Brendon lupa, bocil tadi tak melepaskan helm miliknya, oke Brendon yang banyak pikiran semakin pikun.

Segera, si pemuda turun dari motornya dan masuk area sekolah mencari bocil itu, ke mana tu bocil sih ya? Ke kelas mana dia? Brendon menggaruk kepalanya yang tak gatal sampai seseorang menoel punggungnya.

"Kakak, nyari helm ini ya?"

Brendon terdiam, jantungnya berdebar tak keruan akan suara itu, dan panggilannya ....

Dengan tatapan melotot, Brendon menatap ke sumber suara, di belakangnya, dan tampaklah bule mini berdiri sambil memasang helm di kepalanya. Nyengir lebar ke arah Brendon. "Helm Kakak kan? Masih sama kek dulu."

"To-Tommy ...."

Ya, itu Tommy. Anak itu kelihatan ceria, tetapi Brendon menenggak salivanya kelat, Tommy ... membencinya kan? Apa wajah itu wajah dia sudah tak mau tahu lagi soal status mereka.

Namun, Brendon ingat, keduanya tak memiliki status apa pun, selain orang asing yang dipertemukan karena nama belakangnya yang sama.

"Nih, helm Kakak." Sakit, sakit dipanggil kakak, dulu saja Brendon inginnya dipanggil kakak tetapi setelah betul dipanggil kakak, malah mau balik lagi dipanggil papa.

Tommy menyerahkan helm pada Brendon, dan dengan sendu Brendon menyambutnya. "Makasih, ya, Tommy." Ia berusaha berdamai dengan diri sendiri.

"Sama-sama, Kakak." Rasanya dadanya diiris-iris.

Apa ia harus pergi sekarang? Entah kenapa ada sesuatu yang kurang. Ia tahu belum tentu Tommy akan menerima ini akan tetapi sepertinya, tanpa mengatakannya, itu membuat Brendon merasa bersalah pada anak itu.

Apakah mungkin ... semua yang dirasakan Brendon karena rasa bersalah?

Bisa jadi, ya.

"Maafin Kakak ya, Tommy." Brendon akhirnya berkata, dan nyatanya benar, rasanya sedikit lebih lega.

Sekian banyak beban, satu sedikit tersingkirkan.

Sekarang, ia siap menerima benci keseluruhan, ia rasa dirinya tak pantas menerima maaf, meski bukan sepenuhnya salahnya tetapi itulah takdir yang menghadang secara seharusnya.

PAPA BEEBO [Brendon Series - P]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang