Part 7

6.3K 565 24
                                    

18 Mei 2022

•••

Suspend tiga hari adalah hukuman berat bagi Brendon, dalam tiga hari ke depan karena laporan dari pelanggannya yang menerima pesanan datang lelet, ia tak bisa ngojek dulu. Beruntung sih pelanggannya tak memberikan sanksi lain berupa bintang satu, setidaknya itu bisa Brendon syukuri. Di kamarnya, Brendon menghela napas gusar, tak tahu harus melakukan apa selain menunggu jadwal manggungnya malam ini.

Tak ada jadwal kampus, tak ada kegiatan lain, hanya rebahan layaknya nolep tanpa kegiatan.

Lalu kemudian, pemuda itu teringat sesuatu, seorang anak yang jatuh pingsan karena kelelahan dan kelaparan terlebih dengan tangisan di sana. Oh, apa kabar Tommy ya? Brendon tak berniat menjenguk, sih, karena sadar sudah cukup urusan antar mereka.

Ah, Brendon nonton anime sajalah.

Tapi ... kok males ya?

Sementara itu di sisi lain, malam hari sebelumnya ....

Ibunda Tommy bersyukur anaknya baik-baik saja, meski demikian ia kelelahan dan kelaparan, kekurangan cairan dan rasa lelah itulah yang menjadi penyebab Tommy pingsan, wajahnya pun kelihatan sembab, pasti sehabis menangis. Rasa bersalah Selena semakin hinggap kala ia ingat siang itu, saat di mana ia meninggalkan Tommy sendirian padahal seharusnya ia menemaninya saja.

Tommy, setelah itu, ternyata kabur dari rumah melalui jendela kamar, anak kecil itu sangat lihai dan tahu cara kabur dari rumahnya yang berpenjagaan ketat, terlebih karena badannya mungil, kecerdasan tinggi, dan tahu persis seluk beluk rumahnya, hingga akhirnya lolos. Selena jelas panik, dan ia marah pada semua orang yang ada, tetapi sebenarnya ia hanya marah pada dirinya sendiri yang tak bisa menjaga putranya.

Putranya yang tengah patah hati karena fakta soal ayahnya. Apa Tommy kabur menemui Brendon karena itu? Entahlah, ia masih belum mengerti ....

"Tommy ... maafin Mama Sayang." Selena menggenggam tangan putranya yang tak diinfus dan masih tak sadarkan diri. Ia mencium tangan itu berkali-kali. Meski kondisi Tommy sudah membaik, tetapi jiwa keibuannya tetap mengkhawatirkan putranya.

Sangat.

Dan tiba-tiba ....

"Ugh, nggh ...." Tommy melenguh pelan, matanya mulai terbuka pelan tetapi pasti, seakan menyesuaikan cahaya yang ada. "Aku di mana? Papa Beebo mana?"

"Tommy, Sayang!" Sang mama menggenggam lebih erat tangan Tommy, mengusap puncak kepala dan pipi gempalnya. "Akhirnya kamu sadar, Sayang. Kamu baik-baik aja? Mama khawatir sama kamu, Sayang. Maafin Mama, Sayang, maafin Mama." Selena tak bisa menahan tangisnya, rasa bersalah begitu besar, ia merasa jadi ibu yang gagal tak bisa menahan ungkapan sang kakek yang jelas pasti menyakiti hati putranya.

Sementara Tommy yang memandang itu, terdiam sejenak, sebelum akhirnya merengut sedih, sebenarnya ia tak benar-benar pingsan, kala itu. Ia setengah sadar, mempertahankan kondisi matanya yang begitu lelah dan kepalanya yang pusing, ketika Brendon menggendongnya dan memeluknya erat.

Pelukan hangat yang menenangkan.

"Tommy ... bertahan ... Sayang ... ke rumah sakit ...." Suara Brendon terdengar terputus-putus di sela-sela sayup-sayup matanya terbuka tutup. Brendon mungkin tak sadar, jika Tommy mengeratkan pelukannya, tetapi sepertinya karena kondisi Tommy terlalu lemah hingga Brendon tak menyadarinya. Brendon bahkan melepaskan jaket dan menyelimuti Tommy dengan jaket itu.

Tommy bisa merasakan kekhawatiran itu, kekhawatiran amat besar, Brendon terus menenangkannya, memeluk erat, dan sesekali mengusap menenangkan semuanya akan baik-baik saja, sampai akhirnya mereka tiba di rumah sakit.

"Tolong, tangani dia, Dokter!" Brendon meminta, tegas dan penuh nada perhatian.

Selayaknya sosok ayah yang selalu Tommy idam-idamkan, Tommy selalu iri dengan teman-temannya yang punya ayah, ayah yang baik hati, ayah yang melindungi, ayah yang rela melakukan apa saja untuk anaknya, dia ingin ayah itu.

"Mama ...." Tommy memanggil, entah kenapa dia tak bisa lagi kesal setelah berpikir tentang ini, tentang di mana .... "Papa aku jahat ya sama kita?" Bukan hanya dia yang tersakiti, tetapi juga ibunya, dan justru tak seharusnya ia kabur dari rumah padahal anak kecil nan cerdas itu sadar, ibunya tak salah, Brendon juga tak salah.

Ia ... hanya belum mengerti.

Wajah Selena seketika sendu, perasaannya hancur akan pertanyaan itu, dan ia memeluk putra mungilnya lagi. "Maafin Mama, Sayang. Maafin Mama."

"Aku gak mau Papa jahat, Mama." Tommy menggeleng, ia mulai ikut menangis seperti ibundanya. "Aku mau Papa kayak Papa Beebo."

"Ah?" Jelas akan pernyataan itu, Selena agak terkejut.

"Papa Beebo baik, Papa Beebo gak jahat, dia nolongin aku."

"Ada-ada saja anak ini, berhenti meminta hal aneh-aneh lagi, sudah cukup aku berbaik hati memberikan ini itu, berhentilah bermanja selayaknya harta ini hartamu!" Selena dan Tommy spontan menoleh, terkejut menemukan sang ayah ada di ambang pintu kamar rawat Tommy.

"Papah ... he's just a kid." Selena mulai emosi, kenapa ayahnya begitu kejam berkata di hadapan seorang anak cerdas usia 6 tahun. Tak seharusnya ia begitu ....

"Aku benci melihat wajahnya yang semakin mirip dengan bajingan itu!" Mata Selena membulat sempurna, segera ia peluk anaknya dan menutup telinganya agar tak mendengar lagi ungkapan sang kakek, meski rasanya sia-sia karena Tommy kini menangis dengan tubuh gemetaran.

"Dia cucu Papah!"

"He is not!" Sang ayah bersikeras, emosinya begitu meledak saat ini. Dan Selena menggeleng tak percaya, sebenci itukah ayahnya pada cucunya sendiri?

Namun, Selena sadar, masa lalu itu ....

"Oke, kalau Papah benci dengan Tommy, itu artinya Papah juga membenciku kan? Papah benci kamu berdua kan? Oke, Pah, kami akan pergi dari hadapan Papah."

Mata pria itu membulat sempurna kaget. "Selena, kamu jangan coba-coba kabur, lebih baik kamu letakkan anak itu ke panti asuhan dan memulai hidup kamu lagi dari awal! Anak ini benar-benar memalukan!"

"Anda gila memisahkan saya dan anak saya hah?!" Selena tak bisa menahan emosinya, panti asuhan katanya? Selena tak akan tega, ia masih mampu mengasuh Tommy!

Ayahnya, semakin terkejut dengan ungkapan itu.

"Dengan kami pergi, tak akan ada aib lagi, terserah lakukan apa saja kami enggak akan peduli!" Selena bersikeras.

"Ck, terserah saja, pergilah sana! Apa pun yang terjadi, jangan pernah lagi kamu merangkak ke hadapanku, mulai sekarang ... kita hanyalah orang asing!" Dan kemudian, ayah Selena beranjak pergi meninggalkan mereka berdua, Selena memeluk erat Tommy lagi.

"Mama ... Kakek marah ya sama aku? Aku mirip Papa jahat ya? Mama ... maafin aku, maafin aku."

"Bukan salah kamu, Sayang. Mulai sekarang enggak akan ada yang bisa ganggu kita lagi, kamu jangan sedih, ada Mama di sini, cukup sama Mama kita bisa kuat, kok. Tommy jangan sedih ya. Mama sayang sama Tommy ...." Kembali, Selena sendu seraya memeluk putra kecilnya yang pasti begitu terpukul dengan keadaan mereka saat ini.

Ya, ini masa-masa terpuruk, tetapi ia lega sudah memisahkan diri dari ayahnya, akhirnya ia punya cukup keberanian untuk bilang itu.

Sekarang, hanya ada dia dan anaknya, dan hidup baru yang akan mereka tempuh. Selena, sebagai wanita karier dengan seribu satu kharisma yakin, akan ada jalan mulus, untuk kehidupannya. Semoga, semoga saja.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

PAPA BEEBO [Brendon Series - P]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang