Part 6

6.7K 578 11
                                    

17 Mei 2022

•••

Brendon keluar dari kedai salah satu mall besar setelah pesanan pelanggannya beres, pemuda itu segera menginformasikan dirinya akan ke tempat tujuan mengantarkan pesanan yang ada dan memperbarui status jalan di aplikasi. Segera ia beranjak dari sana guna keluar mall, menuju motornya yang terparkir di parkiran khusus, bayar parkiran dan ia mulai keluar dari area halaman raksasa di sana bersama motornya.

Namun tiba-tiba ....

Bruk!

"Aduh ...." Seorang anak menabrak motor Brendon dari samping, ya, menabrak, bukan ditabrak, untuk Brendon masih mengemudikan motornya dengan pelan, jika saja cepat anak ini mungkin akan keseret dengan menyakitkan.

Spontan, Brendon berhenti. "Astaga, Dek, ngapa nabrak? Adek gak papa?" Brendon yang agak kesal berusaha tetap sabar pada anak itu yang absurdnya bukan main, tak lihat kah segede gini? Sekalipun suasana malam gelap tapi penerangan cukup lho.

Eh, tunggu, rambut pirang itu ... Brendon memicingkan mata, entah kenapa ia rasa ia mengenal siapa anak ini, apa jangan-jangan ....

"Dek, sini kamu! Bayar dulu corndog yang kamu makan! Orang tua kamu mana?" Seorang pria datang bersama seorang satpam di sana, mata Brendon membulat sempurna.

Terlebih, kala sang anak mendongak, dan dikenalinyalah wajah sendu penuh ketakutan itu.

Tommy!

Lah? Lho heh?!

"Nanti aku bayar, Om, pas aku kerja!" kata Tommy, ia kini naik motor Brendon dan berlindung di balik badannya. "Hueee nanti aku bayar, Om, aku gak maksud nyuri, aku laper tapi gak punya uang."

Hah? Anak sultan tak punya uang? Ini sebenarnya Tommy kenapa sih? Kok bisa sampai nyuri?

"Makanya sini dulu, mana orang tua kamu!" Pria penjual itu bersikeras dan Tommy gemetaran ketakutan, Brendon bisa merasakannya, ada tangisan juga di sana.

"Gak ada aku gak punya, Om." Kagetlah Brendon, dibilang gak punya katanya? Lah kok makin membingungkan? Ini Tommy atau bukan ya? Kembarannya? Atau ....

"Pak, Pak, maaf ya maaf." Brendon akhirnya angkat bicara, ia melepaskan helm dan maskernya, hingga spontan Tommy, yang melihat wajah itu terkejut.

"Papa Beebo--ugh bukan!" Wajah Tommy mengesal, kedua pipinya yang sudah merah ranum semakin ranum karena tangisannya mulai keluar lagi.

"Berapa corndognya? Biar saya yang bayar."

"Mas siapanya anak ini?" tanya sang satpam, terlihat curiga. Meski kesal dengan bocah itu tetap saja anak-anak perlu dijaga keselamatannya, siapa tahu sang ojek online ini orang jahat.

"Bukan siapa-siapa, tapi saya kenal orang tuanya, nanti saya mau antarkan ke Bu Selena Prayuda. Ini putranya, Tommy Prayuda." Brendon mengeluarkan uang dari sakunya.

"Brendon gak usah sok baik! Mama Selena bukan Mama aku lagi!" pekik Tommy kesal, menabok belakang Brendon, meski terlihat keras sebenarnya tiada tenaga lagi di sana, anak itu kelihatan lelah dan lemah, entah letih karena katanya dia laper, atau menangis, atau mengantuk barang kali, mungkin semua.

Namun yang lebih mengejutkan Brendon, kenapa sekarang anak ini tak mau mengakui siapa pun orang tuanya, beberapa saat lalu dia heboh ingin orang tua lengkap. Mungkinkah, karena Brendon, dia jadi ....

Oh, rasa bersalah ini, astaga.

Dirasa anak ini memang di tangan yang tepat, penjual dan satpam itu pun memilih jalur damai, Brendon membayar corndog-nya dan kemudian menatap Tommy yang masih setia duduk di belakangnya sambil memukuli, menangis dan meraung dengan ucapan demi ucapan kekesalan yang tak jelas di sela ceracaunya.

"Tommy, hei, hei, kamu kenapa sih?" tanya Brendon heran, berusaha menenangkan anak itu.

"Kalian jahat ...." Brendon terkejut akan ungkapan itu, rasa bersalah semakin menghinggapinya. "Kata Kakek Papa Tommy yang asli pria berengsek, dia gak mau Tommy, gak mau Mama juga, dia jahat."

Ouh astaga, apa bagus mengatakan hal itu ke hadapan anak-anak? Ya Tuhan!

Setidaknya jujur ya jujur dengan ucapan baik-baik, jangan terlalu to the point begini, yang ada anak-anak tersakiti.

"Dan kamu kabur dari rumah sekarang? Tommy, Mama kamu pasti nyariin." Brendon menghela napas, jelas meski tak menjawab Tommy sepertinya kabur dari rumah, hebat juga anak cerdik ini kabur tanpa siapa pun tahu, padahal rumahnya superketat penjagaannya, tetapi anak ini lolos, meski tanpa membawa sepeser uang atau apa pun, tak ada penjagaan dan tak ada orang lain. Astaga, untung dia nemu Tommy, andai tidak entah apa nantinya.

"Maafin Kakak ya, Kakak gak maksud nyakitin kamu saat itu, sekarang kamu pulang ya, Tommy."

"Gak, gak mau, Tommy kesel sama Mama, Mama gak jujur dari lama sama Tommy. Gak mau!" Ugh, tapi mereka ini harus pulang, kalau tidak bisa saja Brendon jadi buron karena membawa Tommy pergi, Tommy kan anak sultan berpenjagaan ketat.

"Tommy, jangan gitu, kasian Mama kamu, Mama kamu kan sayang banget sama Tommy." Tommy menggeleng keras.

"Gak mau! Tommy males sama kalian semua!" Tommy turun dari motor Brendon, ia siap berlari, tetapi nyatanya anak itu seketika ambruk.

"Astaga, Tommy!" Brendon turun dari motor dan segera menolongnya.

"Huhu kaki Tommy sakit ... jangan pegang-pegang! Pergi sana Tommy benci kalian!" pekik Tommy kesal, membuat Brendon semakin panik.

Ada bagian kaki Tommy yang membiru, tampaknya aksi tabrak lari tadi penyebabnya, kasihannya. Tommy kini menangis kesakitan, begitu berat penderitaannya saat ini, sampai tanpa disangka ....

"Eh, Tommy! Tommy!" Anak itu memejamkan mata, ambruk di pelukan Brendon yang menyambut tubuhnya, Tommy pingsan.

Brendon pun segera menggendongnya dan membawanya ke rumah sakit, mau tak mau secara darurat Brendon menjadi wali anak itu demi mengurusnya, sebelum akhirnya menuju ke rumah Tommy karena ia tak punya nomor ponsel keluarga besar itu. Dan yang paling pertama menyambutnya, adalah Selena, yang mengeluarkan wajah begitu khawatir, pasti karena mencari Tommy.

"Kamu ...." Selena yang menemukan keberadaan Brendon bersama jaket ojek online-nya yang khas membulatkan mata sempurna.

"Tante, Tante nyari Tommy ya?" tanya Brendon akhirnya. "Saya tahu dia ada di mana."

Dengan itu pun, segera pihak Selena ke rumah sakit, tanpa berkata apa pun pada Brendon, pemuda itu menghela napas pasrah saja, toh ia tidak mengharapkan terima kasih.

Ah ... ia pikir masalahnya kelar, kelar sih kelar ya tetapi kenapa dunianya selalu berputar di tempat gitu. Ketemu bocah absurd yang membuat hidupnya terasa abnormal. Semoga saja ini yang terakhir deh ....

Namun pikiran Brendon masih terngiang tentang kesedihan Tommy, meski sultan dan seakan punya segalanya, Tommy ternyata ... tak sebahagia itu, ya. Brendon sadar ia tak bisa menolong anak itu, tetapi ia hanya bisa mendoakan agar anak itu punya orang tua yang mengasihinya. Ibunya kelihatannya sangat sayang padanya, tinggal ayah sambungnya, entah siapa jelas bukan Brendon, semoga terbaik.

Sejenak diam demi melegangkan isi kepala, Brendon pun siap memulai kariernya lagi.

Sekarang ia ... oh iya pesanan pelanggannya!

Brendon pun buru-buru menuju ke tempat pelanggan, makanan sudah pasti dingin karena selama ini ia baru mengantarnya, saat sampai Brendon bisa melihat wajah masam sang pemesan menemukan kehadirannya.

Haduh ... kena masalah dia nih.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

PAPA BEEBO [Brendon Series - P]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang