Part 16

4.6K 418 17
                                    

27 Mei 2022

•••

Sepanjang mendaftar, Tommy tak lagi seceria tadi, itu membuat Selena khawatir, sungguh, akan tetapi ia terpaksa melakukan ini, mau tak mau. Kini, mereka pun berada di depan sekolah dasar, menunggu taksi online pesanan mereka untuk menjemput.

"Mama ...." Tommy yang sedari tadi diam akhirnya memanggil Selena, Selena memeluknya lembut.

"Iya, Sayang?"

"Kenapa Papa selalu kabur dari aku?" tanya Tommy, wajahnya begitu sedih dan murung. "Papa ... sebenernya sayang sama aku atau enggak sih, Ma?" Melihat semua perbuatan Brendon, sepertinya Brendon menyayanginya.

Selena menghela napas, mungkin ia harus menjelaskannya, selugas mungkin, agar anaknya mengerti keadaan mereka saat ini. "Dia sayang sama kamu, kok." Selena tahu, Brendon perhatian dengan Tommy, pasti bukan hanya alasan kasihan pada anaknya. "Tapi, dia enggak akan bisa jadi Papa Tommy."

"Kenapa, Ma? Tommy kan mau Papa Beebo jadi Papa Tommy, kalau sayang harusnya kan mau. Papa Beebo baik, pasti bisa jadi Papa Tommy." Tommy merengut.

Selena membelai pipi gembul anaknya. "Meskipun Tommy mau, dan Tommy tahu Papa Beebo baik, bukan berarti dia bisa jadi Papa kamu, Sayang."

Wajah Tommy semakin sedih, matanya berkaca-kaca. "Kenapa? Karena aku anak nakal ya, Ma?"

"Bukan, Sayang. Kamu bukan anak nakal kok. Tapi memang, enggak bisa, karena Papa Beebo enggak mau, tapi bukan berarti dia gak sayang Tommy kok. Batasan kalian cuman itu, Sayang, dan Papa Beebo masih bisa jadi temen kamu."

"Tapi ... Tommy pengen punya Papa kayak Papa Beebo, Ma. Biar gak cuman aku, tapi Mama juga dijagain, atau mungkin ...." Tommy menggantung kalimatnya dengan sesenggukan.

"Kenapa, Sayang?" Selena penasaran.

"Antara Papa Beebo sama Mama gak saling sayang, jadi gak mau?" Aduh, pinter sekali anak ini menebaknya. "Soalnya kalau mau jadi Papa Mama, harus nikah dulu, dan sebelum nikah harus saling cinta, Papa Beebo pasti mau jadi Papa aku."

Duh anak ini ....

"Sayang, pernikahan itu hal sakral, enggak bisa sembarangan menjalaninya, kita enggak bisa memaksa seseorang buat lakuin hal yang sesakral itu." Selena agak emosi menjawab, tetapi segera ia meredakan emosinya. "Sayang, mengertilah, cukup sama Mama aja, Mama yakin kamu akan bahagia. Kamu enggak perlu Papa, kita bisa bahagia berdua aja, oke?"

"Tapi ucapan aku benar kan Ma?" tanya Tommy, dan Selena terdiam, ia memang tak menyangkal ucapan Tommy dan entah kenapa seumur begini Tommy sangat pandai sekali berbicara. "Mama jangan khawatir, Papa Beebo bukan kek Papa jahat, aku yakin nanti dia bisa beneran jadi Papa aku, kita bakalan bahagia bertiga Ma."

Oh, anaknya ini ... dia tetaplah anak kecil, saat ini, semoga semakin dewasa ia semakin memahami perihal ini. Selena memilih diam saja tak menjawab.

"Tapi ... aku gak akan maksa Mama, deh. Maafin Tommy ya, Ma." Selena tersenyum hangat, ia mengusap puncak kepapa anaknya yang kemudian memeluknya erat. "Aku cuman bakalan lakuin pelan-pelan biar kalian saling sayang dengan tulus kayak aku sama Papa Beebo."

"Kamu ngomong apa, Sayang?" Selena tak terlalu mendengar ocehan Tommy yang pelan dan tak jelas. Tommy tak menjawab, dan itu membuat Selena agak bingung.

Bicara apa anaknya tadi?

"Mbak, atas nama Selena?" Taksi online yang dipesan ternyata datang, keduanya pun segera menghentikan perbincangan dan masuk ke bangku penumpang. Selena merasa mungkin anaknya tadi mengoceh hal tak jelas saja, bukan hal aneh-aneh.

Sementara itu di sisi Brendon ....

Ia dan Dani ada di kost-an, pemuda itu tampak memainkan gitar kesayangannya sambil curhat dengan Dani apa yang baru saja terjadi kemarin. Ia curhat dengan puas hati setelah dua sobatnya yang suka jail pergi dari kost-an itu.

"Oh, jadi gitu." Dani menanggapi dengan santai. "Keknya berat banget kasus lo sekarang ya, Bren. Makin nempel tu anak sama lo gue rasa."

"Yaiya, tapi gue harap kalau gue kabur-kaburan tadi, dia jadi benci sama gue sih." Walau sebenarnya, Brendon tak ingin dibenci anak itu, setidaknya menjauh saja bisa ya.

Namun ia sadar, tak ada pilihan lain.

"Kenapa muka lo pas nyebut dibenci tu anak? Lo gak mau dibenci?" tanya Dani tiba-tiba, seakan membaca isi hati Brendon. "Lo sayang sama dia?"

"Ya ... kalau sayang ya, keknya enggak tau ya, lo tau kan gue sama anak-anak gimana, mungkin gak rela aja dibenci." Brendon menggedikan bahu. "Kasihan, ada juga kasiannya sih."

Dani menatap Brendon intens, seakan membaca ada sesuatu di sana. Brendon yang menemukan tatapan intimidasi itu mendengkus.

"Iya iya, gue sayang sama tu bocil, dikitlah. Ketemu gak lama juga!" Akhirnya, Brendon mengakui. "Gegara ditempelin, tu muka bocil juga pinter banget melas, siapa yang gak kepengaruh coba."

"I see ...."

"I see, I see!" Brendon mendengkus kesal sambil mengejek.

"Lo gak mau nyoba gitu, Bren, beneran jadi Papa sambung dia? Mamanya juga leh uga."

Mata Brendon melotot. "Kok lo sama sih kek Nico sama Mike? Gak beres gue curhat sama lo ternyata! Asem!"

"Bukan gitu maksud gue, Bren." Dani menghela napas. "Coba, lo coba pikir-pikir."

Brendon mengerutkan kening. "Pikir apaan?"

"Coba aja pikirin, Tommy, Selena." Brendon pun terpengaruh ucapan Dani, ia mulai membayangkan dirinya, dibalut jas, kemudian di pernikahan bersama pengantinnya, Selena.

Lalu bermesraan, dan liburan bertiga, ia Selena dan Tommy. Terlihat ketiganya sangat bahagia akan hal itu ....

Brendon jadi senyam senyum sendiri.

Sampai, pemuda itu menampar dirinya. "Heh! Lo apa-apaan sih! Gak gak gak, mustahil. Selena keliatannya wanita yang gak perlu lelaki, kalaupun perlu paling cuman yang seimbang sama dia. Gue ini cuman hoki dipanggil tu anak Papa gegara nama belakang kami sama." Brendon menepis pikiran itu, lagi pula kalau suka pada Selena pun, ia rasa tidak, Selena memang cantik tapi Brendon tak punya rasa. "Gue gak cinta tuh sama mamanya."

Selain kagum karena kehebatan wanita itu, single mom, super, cantik, seksoy, dan mommy-able.

Iya kan?

"Hilih, muka ragu-ragu ...." Dani bergumam pelan.

"Lo tau, pertemuan demi pertemuan kalian itu, kadang bukan cuman kebetulan. Kalau emang jodoh, mau lo ngelak bagaimana pun, ya jodoh." Dani bersuara.

"Dan kalau enggak, ya enggak." Brendon menimpali, masih dengan wajah kesalnya. "Lo kalau bukan dukung gue dan malah ikut-ikutan Nico sama Mike, gue jitak lo!"

"Cuman saran, gak usah sewot."

"Pokoknya, gue usaha jauhin mereka, terutama Tommy, karena kalau enggak, gue khawatir gue bakalan jadi papa sambung dia beneran." Dani hanya memutar bola mata malas.

"Es doger, es doger!"

Wajah Brendon teralihkan. "Mang, es doger. Lo mau?" tanya Brendon pada temannya.

"Ya, beliin gue." Brendon pun melepaskan gitarnya dan berlari keluar, sementara Dani mengambil gitar itu dan mulai memainkannya.

"Bren, Bren, bener kata mereka, hoki seumur hidup jangan dibuang." Padahal kalau Dani jadi Brendon, jelas dia bakal gas terus sampai mendapatkan hati Selena, si mama muda nan cantik jelita, sudah dimudahkan itu dapat hati anaknya. Padahal paling susah dapat hati si anak.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

PAPA BEEBO [Brendon Series - P]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang