Part 3

11.5K 829 28
                                    

14 Mei 2022

•••

Kini, mereka sampai di rumah si bocah sultan dan ibu seksi cantik jelitanya, mereka keluar dari mobil mewah itu dan dengan si Tommy gembul di gendongan Brendon, mereka mulai memasuki area rumah yang dipagari tinggi itu. Sebelum masuk, sekilas Brendon menatap pak satpam yang ada di sana, membungkuk hormat pada mereka semua.

Lalu, saat di dalam, satu kata yang Brendon keluarkan.

"Wow." Rumahnya besar, sangat. Mewah dan khas orang-orang kaya sultan kebanyakan. Sepanjang jalan Brendon tengok kiri dan kanan dengan takjub.

Luas sekali, ini bisa buat pemukiman dua puluh kepala keluarga sepertinya, berapa banyak pembantu? Penjaga? Pajaknya berapa? Kalau kemalingan keknya tak bakal terasa. Banyak sekali isi kepala pemuda itu yang begitu random memikirkan sekitarnya, sampai-sampai mengabaikan ucapan demi ucapan Tommy yang banyak omong soal kehidupannya, meski sesekali Brendon menyahut dan iya iya saja padahal hanya sekilas mendengar.

Bodoh amatlah sama ni bocah.

Setelah ini, urusannya harus beres.

Memasuki rumah tante single parent cantik itu, Brendon bisa merasakan atmosfer ala rakyat jelata yang dibawa ke kerajaan, mewah banget banget banget.

"Tommy, ayo turun ya, Sayang, kamu mandi dulu ya." Ibunya dengan suara sehalus sutera berkata pada Tommy.

Tommy segera mengalungkan tangan ke leher Brendon posesif. "Tommy mau mandi bareng Papa Beebo ya, Ma!"

Papa Beebo ... eh kemarin Brendon ingat Tommy sepertinya pernah memanggilnya begitu, Beebo itu panggilan buat dia? Ada-ada saja ni bocil. Imut banget panggilannya, Brendon ini tak ada imut-imutnya padahal.

Cuma tunggu ... mandi bareng?!

"Aduh, Papa kan udah mandi, Sayang." Sang mama berdalih, duhileh ni dia masih main papa-mama-an kah ini? Brendon bisa lihat wajah geli dan terpaksa dari wanita itu, hm sepertinya masih akting dulu sebelum meluruskan keadaan.

"Kalau gitu, aku mau dimandiin Papa!" kata Tommy, astaga ni bocah dari kemarin sungguh keras kepala, yakali Brendon lakuin itu.

Meski anak-anak, mereka ini orang asing, lagi juga Brendon gak bisa mandiin orang. Malu. Namun dia tak tahu alasan bagus biar ni anak tak tantrum seperti kemarin, ngeri.

"Sayang ... gak bisa. Papa kamu capek, kamu mandi bareng bibi aja ya, Papa sama Mama ada urusan." Wajah wanita itu terlihat miris mengakui Brendon papa anak ini, Brendon pun juga ngerasa ... ugh astaga. "Lagian kan abis ini, kita bertiga kan mau jalan-jalan, kamu mau jalan-jalan gak?"

"Jalan-jalan?" Brendon bergumam. Lah? Tapi Brendon ngikut sajalah, asal beres aja.

"Beneran Ma? Yeay, jalan-jalan!" pekik Tommy, anak laki-laki itu pun turun dari gendongan Brendon.

"Mama, jagain Papa ya, biar enggak kabur! Papa, nanti kita jalan-jalan, aku mandi dulu hihi! Dah Papa!" Buset, dijagain biar tak kabur katanya, Brendon merasa seperti tahanan saja. Tommy pun segera berlari mengekori seorang bibi, tetapi belum jauh ia berbalik lagi menatap Brendon. "Papa gak kabur kan?"

Brendon tersenyum kecut dengan paksa. "Eng-enggak kok." Toh, sekarang ini waktunya meluruskan hal yang keliru ini kan?

Tommy nyengir dan tertawa sebelum akhirnya kabur lagi, kali ini benar-benar hilang dari hadapan.

"Hah ... anak itu ...." Brendon menoleh ke sang ibu yang bergumam sambil menghela napas lelah, sepertinya lelah menghadapi bocahnya itu. Sangat keras kepala.

"Jadi, Tante ... kita bakalan ngurus soal ... Tommy yang nempel sama saya kan ya?" tanya Brendon to the point, tak mau banyak berleha-leha.

Wanita itu menatap tajam Brendon, agak menusuk, tetapi dengan gerakan lemah dia mengangguk. "Ikut saya."

Brendon pun mengekorinya menuju ke sebuah ruangan, yang sepertinya ruangan rapat, ada meja panjang serta merta kursi yang begitu banyak. Kayak ruangan meeting perusahaan saja.

"Duduklah di mana pun kamu mau." Brendon menurut, ia pun duduk di kursi yang tersedia di sana, sementara sang wanita duduk di seberangnya saja. Sesuatu ia keluarkan dari tas mewahnya, berupa sebuah berkas yang membuat Brendon mengerutkan kening.

"Ini apa?"

"Bukalah, dan baca." Brendon dengan heran membuka berkas itu, hanya untuk terkejut dengan isinya.

"Papa sewaan?!" Jelas, siapa yang tak kaget, karena isi berkas ini menjadi ayah sewaan bagi Tommy. "Lah?"

"Ya, di sana ada cek, tulis nominal semau kamu, itu gaji bulan pertama kamu kalau kamu menandatangani perjanjian di sana."

Wajah Brendon memasam. "Tante, saya ke sini buat minta dilurusin, soal kesalahpahaman Tommy sama saya, saya ini bukan Papa dia, marga doang, malah nyuruh saya makin bohong gini, Tante gimana sih?"

"Dia tak akan mau percaya soal itu, oke? Sulit menghadapi Tommy, lebih baik begini saja."

"Baik? Baik dari segi mana? Ngebohongin anak sendiri? Lagi juga Tante, Tante gak sadar kalau saya bisa aja berbuat jahat? Kita ini gak saling kenal, kan? Tante tau siapa saya? Saya tahu siapa Tante?"

"Saya tahu kamu, kamu tukang ojek dengan bintang lima, servis kamu sepertinya cukup baik." Brendon menghela napas pasrah. "Lagipula, daripada kamu lelah bekerja ke sana kemari, lebih baik bekerja dengan saya, bahkan saya bisa menanggung seluruh hidup kamu tujuh turunan."

"Enggak, Tante. Meski menggiurkan, saya ogah nerima beginian." Brendon menyerahkan berkas itu ke ibunda Tommy, membuat sang wanita agak terkejut.

"Tahu menggiurkan kenapa ditolak? Oh, kurang huh? Sifat lelaki memang begitu sepertinya, selalu merasa kurang. Apa mau kamu yang lain huh?" Mulai terasa ada nada emosi di sana.

"Hah? Kurang? Justru saya ngerasa hidup saya cukup ya saya nolak." Brendon tak kalah emosi, toh dia kan juga orang lumayan berada, keluarganya harmonis, gajinya nge-band dan ngojek mayan buat makan enak sehari-hari, buat apa susah-susah ngurus bocah sultan apalagi di balik kedok kebohongan besar. "Pengalaman pribadi jangan bikin Tante mikir semua pria sama dong, lawak, Tante."

Sang wanita terkejut, baru kali ini ada seseorang yang berani menyahut padanya dengan ketidaksopanan yang kentara, bahkan balik membentak dan mengejeknya juga. Siapa yang menyangka cowok ini berani melakukannya, anak muda memang banyak tak sopan. Kurang ajar.

"Saya nolak justru buat kebaikan Tommy juga, tu bocah tantrum kudu diterangin bener-bener siapa saya, siapa dia, siapa kita, jangan manut doang Tante, kebiasaan nanti tu bocah. Kasih tahu deh sama dia, bahaya efeknya nanti pas dewasa." Brendon berdiri dari duduknya, menatap intens wanita itu yang begitu tajam menatap masih tak percaya jawaban pemuda ini.

Tanpa disangka, sang wanita menggebrak meja, membuat Brendon terkesiap terlebih kini ibunda Tommy berdiri.

"Kalau kamu memang ngerasa kamu pria yang beda, baiklah, sekarang nikahi saya dan buktikan ucapan kamu."

"Hah?!" Brendon terkejut bukan main, ni gak anak, gak mamak, sama stresnya sepertinya. Enak banget nyebut dia papanya, dan mamanya enak banget ngajak nikah kayak ngajak main game. "Tante stres kah? Ngapa jadi belok ke nikah nikah hah? Gak nyambung banget sumpah! Sumpah ni entah saya atau tante keknya mabok kecubung!"

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

PAPA BEEBO [Brendon Series - P]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang