Mark menatap selebaran kertas yang di berikan pacarnya, lelaki itu melihat Renjun tersenyum tipis sembari menunjuk kertas di tangannya "Ikut?"
Menghela nafas pelan, Mark menyandarkan tubuh pada kursi. Menimbang nimbang haruskah ia mengambil kesempatan ini?
"Sepertinya aku harus ijin pada Papa dan Dad dulu."
Pacarnya tersenyum maklum, ia menggenggam tangan Mark lantas mengusapnya lembut. Memberi ketenangan untuk berpikir pada lelaki itu "Tentu, tapi aku yakin orang tuamu akan mendukung apapun keputusanmu."
Mark setuju, tentu saja. Dia sangat tahu watak lembut Papanya. Atau sikap tegas sang Daddy, Mark tahu tapi jika ia mengambil kesempatan ini. Itu berarti Mark akan kehilangan lebih banyak waktu dengan keluarganya. Satu hal yang belum siap Mark hadapi terkait mimpinya itu
"Terimakasih, Sayang. Biar aku antar kau pulang, Ayo."
Mark itu lelaki lembut penuh pengertian, di mata Renjun kekasihnya adalah lelaki kuat yang Berdiri dengan kaki yang kokoh seperti karang
Renjun terlampau bangga menjadi kekasih lelaki itu, jika seluruh dunia bertanya siapa Kekasihnya dengan lantang tanpa malu Renjun kan menjawab itu Mark. Marknya yang perhatian, Marknya yang lembut dan penuh kasih sayang
Oh tuhan, Renjun mengutuk siapapun yang berani menyakiti kekasih tampannya.
"Terimakasih sudah mengantarku." Kekasihnya tersenyum tipis, membawa tubuh Renjun yang lebih pendek ke dalam pelukannya sambil terus menghinggapi kepala Renjun dengan kecupan
"Aku pamit ya, langsung tidur sehabis bersih bersih nanti jangan begadang lagi. Wajahmu jelek kalau sakit."
Renjun mencebik kesal, meski begitu ia tetap menikmati hangat usapan tangan Mark di pelipisnya "Iyaaa, sana pulang Hush Hush."
Terkekeh gemas, Mark menghadiahi satu kecupan kilat di bibir Renjun sebelum bergegas memasuki mobilnya. Melambai kecil sampai bayangan Renjun tak nampak dari kaca spionnya.
Apa arti rumah? Bagi Mark rumahnya sangat berarti, lebih dari tempat berteduh dari panasnya matahari atau dinginnya Hujan
Rumahnya lebih dari sekedar bangunan dari semen dan batu bata di dalamnya, rumah tempat Mark pulang seperti harta yang amat berharga sejauh dirinya hidup sampai sekarang
Oh tidak, bukan Rumah yang itu. Rumah yang Mark maksud adalah rumah dengan rupa Daddy, Papa dan adik kecilnya yang berharga. Rumah yang begitu Mark sayangi
Tuhan. Mark bahkan tak bisa berpikir apa jadinya jika Doyoung tak mengadopsinya hari itu.
"Oh shit!"
Mobil berwarna merah itu berhenti mendadak dengan bunyi berisik decitan ban yang memekakkan telinga
Mark terburu buru mematikan mesin lantas melihat keluar, takut takut ia menabrak seorang pria setangah baya yang barusan menyebrang
"Maaf pak anda tak apa?"
Lelaki itu berujar panik, menarik bahu pria setangah baya itu lalu terdiam dengan wajah datar saat wajahnya terlihat sepenuhnya
Pria itu tersenyum kaku, "Mark Lee." Tangan ringkihnya hampir menyentuh wajah Mark jika ia tak segera menepisnya cukup kasar
"Aku bukan Mark Lee, kau Salah orang maaf pak biar aku bantu ke pinggir." Mark menahan gejolak Apapun dalam dirinya, menuntun pria dengan tubuh ringkih dan bahu bergetar entah menangis atau kedinginan ke minimarket yang buka dua puluh empat jam di sebrang jalan
"Saya permisi."
Baru selangkah Mark meninggalkan pria itu sampai sebuah suara dengan isakan lirih menyapa rungunya cukup jelas
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry Me Mr. Billionaire (JAEDO)
Fanfiction__________________ Doyoung di tinggalkan di hari pernikahannya, sementara Jaehyun di Campakkan tepat semenit sebelum Janji Suci di ucapkan.