Bab. 21

881 109 4
                                    

Keringat mengucur di seluruh tubuhnya, membuat atasan yang dipakainya basah dan lengket. Terik panas matahari pagi membuat wajahnya putihnya memerah. Terakhir kali berolahraga di bawah matahari langsung begini, saat bersepeda bersama Attar beberapa minggu yang lalu. Niatnya Sasha berolahraga di halaman belakang rumah ibunya karena ingin menyegarkan tubuhnya.

Tubuhnya memang terasa sedikit lebih segar, hanya saja pikirannya masih layu tak menentu. Terduduk di pinggiran pilar yang berisi tanaman hias sang ibu yang tertata rapi, Sasha menunduk mengatur nafasnya yang tersengal. Sejak memulai olahraga ringannya, pikiran Sasha hanya tertuju pada sang suami. Ia merasa keputusannya meminta Attar tidak menjemputnya, sepertinya salah.

Pria itu hanya menjawab 'ok' lalu setelah itu tidak lagi Sasha dapatkan pesan dari suaminya itu. Kata ibunya maupun Septi, ia tidak seharusnya merasa curiga berlebihan pada Attar. Namun, ia sendiri tidak mengerti mengapa hatinya terbakar gelisah begitu hebat. Sungguh Sasha tidak ingin hancur sendiri akibat api curiga yang entah dari mana datangnya.

Membuka ponselnya, Sasha memilih membuka salah satu media sosialnya, tentunya dengan akun kedua yang ia gunakan. Akun pertamanya sendiri dikelola oleh Septi karena menyangkut pekerjaan. Tanpa sengaja Sasha menyentuh akun FS yang berada di deretan story beranda akun instagramnya.

Terlihat dari sana, kalau pagi ini beberapa staff FS mengikuti simulasi penanggulangan bencana gempa bumi dan kebakaran yang diadakan oleh Mall. Ada sosok Attar dalam video yang diunggah dalam story akun FS itu. Menggunakan blanket fire Attar terlihat berusaha memadamkan api yang berkobar dari sebuah tong berbahan seng. 

Sasha kembali menutup aplikasi itu, lalu bergegas masuk ke dalam rumah. Setidaknya hatinya merasa sedikit lega karena telah mengetahui kalau Attar sedang bekerja. Suasana rumah sedang sepi, ayahnya sudah pergi bekerja dan Ibunya sedang ada keperluan di rumah tantenya. Sasha memutuskan untuk beristirahat sambil menunggu Septi datang menjemput.

***

"Mas," Panggil Sasha ragu.

Pria bertelanjang dada, yang tengah mengeringkan rambutnya itu terlihat menghentikan aktivitasnya sejenak.

"Mas," panggil Sasha lagi. Ia kembali membalikkan tubuhnya menghadap meja rias, merasa malu sendiri kala Attar mengabaikan panggilan 'baru' darinya itu.

Dari pantulan cermin di depannya itu, ia dapat melihat Attar melempar handuk yang bekas ia pakai tadi ke atas tempat tidur mereka. Sebuah perbuatan yang ditentang oleh sebagian besar para istri di muka bumi ini. Namun, Sasha membiarkannya, tidak akan protes akan perbuatan 'tercela' Attar itu.

Senyum miring terletak jelas di wajah pria itu. "Kamu panggil aku apa, Sha?" tanyanya.

Sasha tidak bisa menyembunyikan wajah paniknya, karena cermin di hadapannya menunjukkannya jelas pada Attar. "Mas, aku panggil kamu, Mas?"

"Mas?" Ada nada keheranan dari pertanyaan Attar ini. Membuat Sasha jadi malu sendiri.

"Aku rasa, aku mau mengubah panggilanku ke kamu, Mas," balas Sasha.

"Kenapa?" tanya Attar lagi. Kini ia sudah berdiri di belakang Sasha, sambil kedua tangannya berpegangan pada pundak istrinya itu.

"Nggak kenapa-kenapa sih, hanya saja kita kan sudah menikah, aku ingin panggilan yang beda, aja."

"Tapi, Septi sudah panggil aku Mas."

Sasha mengerucutkan bibir, "Makanya itu, masa aku kalah sama Septi. Nanti biar aku suruh Septi merubah panggilannya itu."

Attar tersenyum geli, perlahan membungkukkan tubuhnya lalu mencium pipi istrinya dengan cepat. 

"Mas Attar!" Sasha merajuk. 

Attar menjadi semakin gemas, lalu berpindah mencium sebelah pipi sang istri lagi, berkali-kali, bergantian dari kanan ke kiri. Sasha yang kegelian berusaha melepaskan diri, tapi suaminya itu malah mendekat tubuhnya sambil terus memaksa untuk mencium.

"Setelah berbulan-bulan menikah, baru terpikir untuk mengubah panggilan pada suami kamu, hmm?" tanya Attar setelah berhenti mencium dan melepaskan pelukannya karena Sasha hampir terjatuh dari bangkunya tadi. "Tapi, aku senang sekali Sha. Suara kamu terdengar sangat seksi di telingaku," kata Attar lagi sambil mengerling nakal.

Sasha bangkit dari kursi meja rias yang ia duduki, lalu mencubit perut Attar yang rata. 

"Seharusnya juga kamu dari dulu menyuruh Septi merubah panggilannya. Aku sebenarnya tidak sudi mendengar dia memanggilku 'Mas'," kata Attar lagi.

Kini Sasha meraba dada Attar, mengusapnya pelan dengan maksud menenangkan sang suami. "Kenapa sih, dengan Septi? Dia pernah punya salah sama kamu?"

Attar diam sejenak, lalu saat tangan Sasha kembali bergerak mengusap lembut ke atas pundaknya, ia baru menjawab. "Tidak ada, hanya saja aku tidak menyukainya. Firasatku dia bukan orang baik."

"Memang, Septi itu sedikit ketus. Tapi, sejauh aku mengenal dia, dia sebenarnya baik. Maaf Mas, bukannya aku membela, tapi … "

"Sudah jangan bicarakan dia!" Attar memutus kalimat Sasha.

"Iya Mas," jawab Sasha patuh. "Oh ya, sebenarnya ada yang mau aku bicarakan juga." 

"Apa?"

"Pakai baju dulu, kamu Mas!" titahnya pada sang suami, seraya melepaskan pelukan.

"Kenapa? Tidak fokus ya?" goda Attar.

Sasha hanya mencebikkan bibir seraya mengambilkan kaus tipis untuk Attar dari dalam lemari. Attar memakainya lalu naik ke atas tempat tidur menyusul istrinya. Jam di atas nakas memang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Attar sendiri baru selesai mandi karena ia tiba di rumah sekitar satu jam yang lalu.

"Mau bicara apa, Sha-yangnya Mas Attar?" tanya Attar sambil berusaha menciumi wajah sang istri lagi.

"Serius, Mas," ucap Sasha yang sudah menjadikan selimut sebagai tameng wajahnya dari serangan Attar.

"Iya, apa?"

"Aku ada kontrak baru dari produk le-pasta," ucap Sasha.

Attar dengan mudah mengingat merek yang disebutkan Sasha tadi, produk pasta yang produsennya masih dari dalam negeri. Yang memiliki penjualan tertinggi dari semua merek produk pasta lokal. "Bagus, lalu kenapa?"

"Itu aku akan membintangi iklan produk le-pasta. Tapi, aku tidak sendiri. Aku dipasangkan dengan seorang chef di iklan itu."

"Chef? Laki-laki?"

"Iya."

"Siapa?"

"Darren."

Sasha dapat merasakan raut wajah Attar berubah menegang. Pria itu juga mengubah posisi duduknya, sedikit menjauh darinya sambil menarik selimutnya, seperti bersiap untuk tidur.

"Kamu tahu, apa jawabanku, Sha!" ucap Attar. 

"Tapi, Mas. Septi sudah menandatangani kontrak itu," jawab Sasha.

"Dia pasti menandatanganinya tanpa meminta persetujuan kamu dulu, kan Sha?"

Sasha diam, ia bingung menjawabnya karena tuduhan Attar itu benar adanya. Namun, Septi tidak sepenuhnya salah. Gadis itu juga tidak tahu kalau Attar membenci Chef Darren setengah mati. Kalau saja Septi tahu, ada kemungkinan Septi menanyakan dulu padanya.

"Sekarang, terbukti apa yang aku bilang Sha? Septi tidak peduli dengan kamu, ia hanya memikirkan pekerjaannya, mementingkan keuntungan dia dan agensi sialan tempat kalian bekerja itu!"

Sasha tersentak hingga refleks memundurkan tubuhnya. Attar tampak menyeramkan. Ia bahkan mengatai agensinya hanya karena ulah Septi.

TBC

'Crush' On You ✅ | Lengkap Di KaryakarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang