Bab. 19

728 100 4
                                    

"Kamu, yakin Sha, nggak mau diantar sama Mami?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu, yakin Sha, nggak mau diantar sama Mami?"

"Nggak perlu, Mam. Sasha, nggak lama kok."

"Benar ya, nggak lama? Kamu janjinya mau quality time sama Mami, lho, Sha! Ujung-ujungnya Kamu pergi juga. Pinjam mobil Mami, tapi Mami mau ikut nggak boleh!"

Melihat sang ibu mencebikkan bibir berpura-pura sedih, Sasha malah kian melewatkan senyumnya. Ia beranjak dari kursinya lalu memeluk sang ibu, yang duduk di kursi sebelahnya. "Iya, sebelum malam, Sasha sudah pulang kok," ucapnya lalu mencium pipi ibunya itu.

Harusnya, Sasha tahu kalau dengan statusnya saat ini sebagai istri, ia tidak akan bisa menyimpan rahasia apapun. Makanya sejak menikah dengan Attar, Sasha tidak bisa lagi melakukan rutinitasnya setiap bulan untuk mengunjungi makam korban yang ia tabrak tiga tahun lalu. Untuk itu, ia terpaksa sedikit berbohong pada Attar, kalau ia akan seharian di rumah bersama ibunya. Padahal, Sasha menginap di rumah ibunya agar bisa ke makam gadis bernama Anggia.

Memang sehari-hari pun ia dan Attar memiliki kesibukan masing-masing, yang seharusnya membuatnya bisa mencuri-curi waktu untuk mengunjungi makam Anggia. Namun, keberadaan Septi, menghalangi niat Sasha itu. Septi jelas melarang keras Sasha terlibat lagi dalam hal apapun terkait masa lalunya itu. Septi juga mengancam akan mengadukannya pada Angel dan Rendi, jika Sasha nekat.

"Tuh, kan. Ngelamun, anak Mami!" tegur ibunya.

Sasha yang sudah kembali ke kursinya sejak tadi itu hanya meringis pelan. 

"Sudah, nggak boleh curiga-curiga dengan suami tanpa alasan yang jelas. Itu nggak baik, Sha!" 

"Iya, Mam," sahut Sasha pelan. Ia memang tadi sempat bercerita pada ibunya tentang Attar. Sasha tidak bermaksud membuka permasalahan rumah tangganya pada orang tuanya, hanya saja ia butuh seseorang untuk bertukar pikiran. Sasha juga tidak ingin prasangka buruk yang menyerangnya kian merusak hubungannya dengan Attar.

Baru pukul satu siang, saat mobil yang ia kendarai keluar dari pekarangan rumah sang ibu. Menepikan mobilnya di sebuah toko bunga segar, Sasha memilih sepuluh tangkai bunga mawar putih dan kuning. Ia lalu meminta pegawai florist merangkainya menjadi sebuah buket bunga yang cantik. Toko bunga yang sudah menjadi langganannya hampir selama tiga tahun itu terletak tidak jauh dari taman pemakaman umum yang akan ia datangi.

Sampai di pemakaman, Sasha turun dari mobilnya seraya membawa serta buket bunga yang dibelinya tadi. Kacamata hitam bertengger di atas hidung mancungnya, dengan masker berwarna senada yang semakin menyamarkan wajahnya. Syal bermotif khas merek fesyen dunia, menutupi kepalanya di siang yang teduh itu. 

Dahan pohon bunga Kamboja berwarna merah muda bergerak lambat saat tertiup angin. Burung-burung gereja yang bermain di jalan setapak pemakaman, berpencar saat derap langkah Sasha terdengar. Berbelok pada gang pertama dimana kuburan berbasis rapi, Sasha berhenti di sebuah makam yang rutin ia datangi setiap bulannya itu. Sasha tahu mungkin yang ia lakukan tidak ada gunanya, juga tidak mengurangi rasa bersalah yang ia rasakan barang sedikit saja. Namun, Sasha tetap melakukannya, seolah gadis malang yang tak memiliki umur panjang itu, layaknya adiknya sendiri. 

"Hai, Gi! Maaf, aku baru datang lagi," Sasha memulai kebiasaannya setiap kali ia datang ke tempat itu. Menyapa, lalu bercerita. Ibunya pernah bertabya, bagaimana kalau sampai sapaannya berbalas, dan ceritanya ditanggapi? Oh, tentu Sasha akan memilih pingsan di sana.

"Aku sekarang tidak sebebas dulu, karena aku sudah menikah, Gi," lanjut Sasha. "Suamiku tampan sekali, artis juga kalah tampan sama dia, Gi. Attar, namanya. Sayangnya, aku belum bisa ajak dia ke sini." Nada bicara Sasha merendahkan di ujung kalimatnya.

Lama Sasha berjongkok sambil menatap rumput hijau yang menutupi gundukan tanah yang terakhir ia lihat dulu. Sejak hari itu, segala sesuatu tentang makam ini menjadi tanggung jawab Sasha. Namun, yang menyedihkan sampai saat ini ia belum pernah menemui keluarga Anggia. Sasha rela kalau ia harus menerima kemarahan mereka, tapi Angel dan Rendi benar-benar melarang keras dirinya untuk mencari tahu soal keluarga Anggia itu.

"Aku pamit, Gi. Bulan depan aku datang lagi. Semoga aku bisa ajak Attar datang ke sini," ucap Sasha sebelum ia kembali berdiri.

Meninggalkan makam Anggia dengan hati yang sesak luar biasa, Sasha menyeka air matanya yang terus turun. Memasuki mobilnya, Sasha kembali meluapkan emosinya dalam tangis yang tergugu. Kepalanya menumpu pada kemudi, ia berusaha menghentikan tangisnya, tapi ia justru semakin terisak menyesali kecerobohannya dulu, hingga membuat nyawa seorang gadis tidak berdosa melayang sia-sia.

Hingga sebuah suara dering ponsel terdengar, saat tangisnya sudah berangsur reda. "Iya, Septi. Jadi, kok. Iya, aku sedang di perjalanan menuju apartemen," ucap Sasha lalu mematikan panggilan lebih dulu. Kembali merapikan riasan wajahnya, Sasha kemudian menyalakan mesin mobilnya, dan segera pergi dari sana.

***

"Kita mau ngapain, sih, Mbak?" tanya Septi.

"Ini ke empat kalinya, kamu tanya begitu, Ti!" sahut Sasha sambil memberikan kunci mobilnya ke petugas valet parking. Ia kini sudah berada di lobi utama Mall tempat FS Attar berada.

"Awas aja, kalau aneh-aneh!" Omel Septi. "Jaga dengan baik image Mbak Sasha sekarang ini, Mbak. Jangan main-main!"

"Aku cuma mau meminta kamu buat bantu aku jadi mata-mata. Itu aja. Aku sudah jelasin juga dari tadi, Ti," jelas Sasha.

"Ya mata-mata apa? Untuk apa? Memang Mas Attar ada gelagat selingkuh?" 

Sasha memukul paha Septi menggunakan telapak tangannya dengan keras. "Jangan sembarangan!"

"Kamu bukan bertugas memata-matai Attar. Tapi, ibu tiri Attar."

"Mas Attar bukannya nggak punya keluarga lagi?" tanya Septi menurut yang ia ketahui selama ini.

"Attar nggak akur dengan ibu tirinya ini. Attar sudah menjelaskan sih, tapi aku merasa nggak puas. Apalagi Attar juga melarang aku berhubungan dengan ibu tirinya ini," jawab Sasha. "Tugas kamu, mengawasi ibu tiri Attar, lalu nanti kita ikuti dia hingga ke rumahnya. Aku hanya ingin tahu di mana dia tinggal, dan bersama siapa." Sasha memaksa Septi agar segera memakai ear phone-nya.

Septi baru akan membantah, tapi Sasha sudah mendorong tubuhnya dengan kuat, bahkan hingga membuatnya hampir tersungkur. "Cepat, kamu hanya perlu mengikuti instruksi aku," ucap Sasha lagi.

Sasha kemudian duduk di kursi rotan yang ada di tepi kolam, dari layar ponselnya ia tahu kalau Septi sudah tiba di depan FS. Ia mang tersambung panggilan video dengan Septi. Kamera ponsel Septi sendiri di arahkan ke sekitar depan counter customer service dengan mode kamera belakang. Rencananya dari panggilan video itu ia akan menunjukkan mana ibu tiri Attar, pada Septi.

Hari ini adalah hari di mana Attar menerima gajinya. Menurut cerita Attar, ibu tirinya Yang sudah mengetahui tanggal tepat gajinya diterima itu akan datang di hari itu juga, antara jam dua hingga jam tiga sore. Sasha terus mengamati pergerakan Septi dari layar ponselnya. Sesuai dengan perhitungannya, ia datang di waktu yang sama saat ia terakhir kali bertemu Aryani. Benar saja, wanita paruh baya itu ada di depan counter customer service FS. Sasha tersenyum puas, sebentar lagi ia akan mengungkap kenapa Attar menjauhkannya dari Aryani.

TBC

'Crush' On You ✅ | Lengkap Di KaryakarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang