Desahan nafas lega lolos dari bibirnya, seraya membawa ponsel dalam genggamannya ke atas dada. Ia baru saja melakukan hal konyol, hanya demi bisa mendengar suara suaminya sendiri. Sasha berpura-pura menjadi pelanggan FS yang mengajukan keluhan ke customer service FS, ia mengarang cerita mendapat produk kedaluwarsa saat ia berbelanja di FS.
Sasha merasa begitu berdosa karena sudah berpura-pura marah pada Nindi, yang secara kebetulan menjawab teleponnya tadi. Sasha juga berusaha menyamarkan suaranya agar tidak sampai dikenali oleh Nindi. Sasha marah hingga memaksa untuk berbicara dengan manajer yang bertugas saat itu juga, hingga Nindi akhirnya memanggil Attar. Tepat saat suara Attar terdengar ditelinganya, Sasha tidak bersuara. Ia sibuk menuntaskan rindu pada sang suami, yang belum sampai dua puluh empat jam tidak ia temui. Sasha bersyukur cara ini berhasil. Setidaknya ia tahu Attar sedang bekerja saat ini.
Septi juga sempat menghubunginya tadi, untuk menanyakan keadaannya. Sasha mengatakan kalau ia baik-baik saja. Kebetulan hari ini memang ia tidak memiliki aktivitas apapun di luar rumah. Sasha kemudian berbelanja lewat aplikasi daring, lalu berniat memasak untuk sore nanti.
***
Mas, sore nanti pulang kan? Aku tunggu di rumah, ya. Kita makan malam sama-sama. Aku masak untuk kamu hari ini. Pulang ya Mas, izinkan aku menjelaskan dan memperbaiki semuanya. Aku sangat menyesal, Mas.
Attar berulang kali membaca pesan dari Sasha, terbayang juga wajah menyesal yang Sasha tunjukkan saat meminta izin malam itu. Attar tahu, itu bukan sepenuhnya salah Sasha. Salah Septi yang selalu seenaknya saja mengambil pekerjaan untuk Sasha.
Sebenarnya, dulu ia cemburu pada Darren, hanyalah sebuah tipu daya agar Sasha merasa sangat dicintai. Sungguh ia tidak peduli dengan pria mana pun yang dekat dengan Sasha. Sama halnya dengan yang ia lakukan kemarin, saat Sasha meminta izin. Ia tidak benar-benar cemburu, hingga menentang keras Sasha mengambil pekerjaan bersama Darren. Attar hanya merasa egonya tersentil karena Sasha mengabaikan rasa cemburunya dengan tetap bekerja dengan Darren. Sasha yang memohon dan terus memberinya pengertian kalau ia dan Darren hanya sebatas hubungan kerja saja, membuat Attar melunakkan hatinya dan mengizinkan Sasha.
Namun, begitu melihat secara langsung sang istri dekat dengan pria lain, bahkan hingga berpegangan tangan dan saling memandang, membuat Attar emosi sendiri. Ia yang sempat melihat proses syuting Sasha kemarin itu, akhirnya menarik diri dari lokasi syuting dan bersembunyi di ruang kerjanya.
"Lihat aktingnya natural banget, ya! Ya memang cocok sih."
"Lebih cocok sama Pak Attar lah, kan suaminya."
Attar tersenyum dari tempat ia berdiri, mendengar ucapan terakhir dari seseorang yang tidak bisa ia pastikan wajahnya. Ia memang bersembunyi, dari dua orang wanita berseragam SPG yang baru memasuki gudang. Kedua wanita itu tengah memutar video rekaman Sasha saat beradu akting dengan Darren kemarin. Attar sendiri tadi tengah mengecek barang yang katanya akan diretur oleh pihak gudang.
"Pak Attar ganteng juga sih, terus baik juga karena mau terima masa lalu si, siapa? Sha … Ganesha itu!"
"Iya juga, jangan-jangan Pak Attar dibayar sama si model itu, agar mau menikahi dia. Biar dia terkesan seolah-olah sudah tobat, agar popularitasnya bisa naik."
Attar mengintip kedua wanita itu dari celah tumpukan kardus di atas palet. Kedua wanita itu sudah meninggalkan gudang dengan membawa serta dua troli penuh berisi barang-barang jualan mereka yang harus mereka pajang di rak.
Memasukkan kedua tangannya ke saku celana, Attar berjalan keluar dari tempat persembunyiannya. Masih tak habis pikir dengan 'otak sinetron' kedua SPG tadi, Attar mengawasi kedua SPG itu hingga menghilang dari pandangannya. Sungguh tidak benar apa yang mereka katakan tentang Sasha, karena di mata Attar, Sasha jauh lebih buruk dari itu.
***
Attar memilih untuk segera pulang kala jam kerjanya usai. Sampai di rumah, seseorang menjawab salamnya dengan riang saat Attar baru membuka pintu yang tidak terkunci.
"Sudah pulang, Mas," Sasha yang melangkah tergesa dari dalam, menghampiri Attar lalu mencium tangannya.
"Kalau belum pulang, bagaimana mungkin saya ada di sini, Sha."
Jawaban dingin dari Attar direspon dengan senyuman lebar oleh Sasha. "Iya juga ya, Mas," jawabnya meringis malu. "Kamu mandi dulu ya, aku masih belum selesai masak. Sedikit lagi," kata Sasha lagi seraya meraih tas punggung Attar dan merapikan kaus kaki kotor Attar.
Tidak peduli meski sang suami masih saja memasang wajah datar. Sasha tetap sibuk menyiapkan handuk serta pakaian bersih untuk suaminya itu. Tidak lupa camilan ringan dan teh hangat ia suguhkan untuk menemani sang suami selama menunggu ia selesai memasak.
"Mas, makan malam dulu yuk," ajak Sasha setengah jam kemudian.
Jam di laptop Attar menunjukkan pukul setengah delapan malam saat istrinya itu menjemputnya untuk makan malam. Tanpa berkata apapun, ia mengikuti langkah sang istri menuju meja makan yang berada di satu ruangan dengan dapur. Sasha mengisi piring Attar, dengan nasi serta sayur dan lauk pauk hasil masakannya.
Attar menghabiskan isi piringnya tanpa bersuara sama sekali. Begitupun Sasha yang setia menikmati makan malamnya sambil menunduk saja. Bukannya Attar tidak menyadari mata sembap, di wajah mendung sang istri. Sejak tadi, diam-diam ia memperhatikan segala gerak-gerik Sasha yang seperti 'dipaksa' untuk bersemangat.
"Sudah makannya?" tanya Sasha seraya beranjak dari duduknya.
Attar hanya melengos pelan tanpa memberikan jawaban. Ia pun berniat segera pergi meninggalkan meja makan, tapi saat ia baru berdiri datang Sasha yang berusaha membereskan piring bekas makan Attar. Hingga tangan mereka tak sengaja bersentuhan, ada hawa panas yang dirasakan lengan Attar, yang berasal dari tangan lengan atas Sasha.
"Sebentar," ucap Attar menahan lengan Sasha yang berusaha pergi. "Ke sini," titah Attar meminta istrinya itu untuk mendekat. Ia meraba kening Sasha dengan telapak tangan kanannya, lalu berpindah ke sekitar tulang selangka Sasha. "Badan kamu panas, kamu sakit?" Attar bertanya seraya menyentuh dagu sang istri menggerakkannya ke atas, agar ia dapat melihat wajah Sasha dengan jelas.
Sasha menggeleng lemah, memberi senyum tipis lalu berusaha untuk melepaskan diri. Attar dengan cepat mengambil alih piring dari tangan Sasha lalu meletakkannya ke atas meja. "Kamu kira dengan begini, bisa membuat aku bersimpati?"
Seketika mata Sasha diserang hawa panas, begitu Attar melontarkan pertanyaan pedasnya. Sasha ingin menjawab tidak, tapi ia merasa tidak sanggup. Ia malah menunduk takut, menghindari tatapan tajam suaminya.
"Sha?"
Attar berteriak tepat di depan wajahnya, membuat Sasha sontak mengangkat wajah. Namun, belum sempat kepalanya mendongak sempurna, ia hampir ambruk di lantai, kalau saja Attar tidak cepat menahannya.
TBC
Halo Sha-yang - Sha-yangnya aku.
Maaf kemarin tidak update.Terima kasih buat vote dan komentarnya ya temen-temen. 😍
Yuk bantu aku menulis lebih baik lagi, dengan kasih komentar, kritik ataupun saran.
Sekali lagi, terima kasih.
Selamat beristirahat 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
'Crush' On You ✅ | Lengkap Di Karyakarsa
RomanceBagi Sasha, memiliki Attar adalah suatu keberuntungan. Ketidaksempurnaannya sebagai seorang wanita, dapat diterima oleh Attar. Menikah, hidup bahagia membangun rumah tangga adalah sebuah cita-cita yang ingin Sasha raih bersama Attar. Namun, Attar d...