Bagian 14

166 32 3
                                    

Sebuah rumah megah berdiri di tengah hutan yang gelap, tidak ada keramaian disana, semua sunyi hanya bisikan-bisikan angin dan suara hewan yang menggema.
Naruto kecil hanya tau, bahwa kehidupan diluar 'berbahaya' Itulah yang selalu dikatakan oleh ibunya. Dia hanya tahu dunianya di dalam rumah megah bak kastil.
"Naruto kemarilah nak!" Ucap sang ibu, kala itu Naruto bermain seorang diri dengan musang yang ia temukan beberapa waktu lalu.
Naruto kecil yang polos hanya menurut saja, ia menghampiri ibunya, sang ibu mengulurkan tangannya seolah minta di genggam. Namun langkah Naruto terhenti saat ia melihat banyak noda darah di tangan ibunya. Pandangan matanya mengarah memandang baju yang dikenakan banyak sekali bercak darah, dan ia beralih memandang wajah sang ibu. Mata Naruto terbelalak saat melihat wajah ibunya, disana juga banya bercak darah, di bibir ibunya. Ada air mata di sudut matanya. Ia tersenyum pada Naruto. Naruto perlahan mundur menghindari tangan sang ibu yang ingin meraihnya.

"A-apa yang terjadi pada ibu?" Kata Naruto bibirnya sedikit bergetar.

Sang ibu hanya tersenyum melihat ketakutan Naruto, perlahan ia meraih tangan Naruto dan ia tersenyum lembut. "Kemarilah, kau akan tahu nanti didalam." Nadanya terdengar hangat dan lembut, namun yang Naruto rasakan, bukan seperti itu. Ia merasa suara ibunya bagai lonceng kematian, aura mencekam datang dari tubuh ibunya. Naruto hanya menurut, ia mengekori ibunya. Ia menaiki tangga, menatap dinding yang di penuhi lukisan. Lukisan itu tampak hidup, seolah menatap keduanya.

"Kenapa berhenti bu?" Tanya Naruto, saat ia tepat berada di depan pintu kamar orang tuanya.

Wanita itu tidak menjawab pertanyaan Naruto, ia perlahan membuka pintu kamarnya, dan ia tersenyum. Ia melepaskan genggaman tangan Naruto, dan berjalan perlahan menuju ranjang. Ia berhenti tepat di hadapan suaminya yang sudah sekarat, dan ia  memenggal kembali kepala suaminya. Pisau masih tertancap di leher suaminya. Wanita itu tersenyum, ia juga meneteskan air matanya.
Naruto yang berada di belakang ikut memajukan tubuhnya dan melihat apa yang ibunya lakukan. Seketika tubuh Naruto membeku, mulutnya terbungkam, kedua bola mata yang tak berkedip.

"Lihatlah, seperti itu jika kau berani membantah ibumu!" Kata Ibunya, ia membisikkan ke telinga Naruto, dan merangkul erat bahu Naruto yang bergetar hebat, namun kondisinya tetap mematung. Wanita itu tertawa menggema disana.

Naruto berjalan mundur beberapa langkah ia menguatkan dirinya untuk berbicara. "Kau bukan ibuku! Kau monster! Kau iblis!" Katanya dengan bibir yang bergetar dan ketakutan luar biasa.

Wanita itu berbalik dan tersenyum menyeringai. "Kenapa kau berbicara seperti itu pada ibu sayang? Kemarilah, hanya kau yang ibu punya." Ibunya berbicara lembut khas kepada seorang anak. Namun, saat ia akan meraih Naruto, anak itu segera menepisnya.
"Kau monster! Kau monster!" Naruto menggeleng cepat suaranya meninggi, matanya memerah menahan amarah disana.

"Kemari kau anak sialan!" Wanita itu dengan paksa menarik tangan Naruto, dan ia mendorong Naruto pada dinding. Ia membelai lembut pipi Naruto. "Kau bukan seperti mereka, kau terlahir sepertiku. Dirimu yang sebenarnya adalah diriku. " Ia tertawa menggema disana, tawa yang dikeluarkan saat seseorang bahagia telah membawa kematian suaminya.

"KAU MONSTER! KAU BUKAN IBUKU, AKU MEMBENCIMU KAU MONSTER!"  Naruto berteriak, sang ibu hanya menatapnya iba beberapa detik, kemudian dengan cepat wanita itu mencekik kuat leher Naruto, hingga tubuh Naruto terangkat. Ia berusaha melepaskan cekikan ibunya, namun sia-sia.

"Kau akan menjadi diriku, kau tidak akan pernah di terima oleh siapapun itu, kau juga terlahir monster! " Wanita itu tertawa menggema, dan menguatkan cekikan pada Naruto. Nafas Naruto tersengal, ia berusaha melepaskan dan tangannya berusaha meraih wajah ibunya, ia ingin mencakarnya.

KILLER (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang