Bagian 11

175 31 0
                                    

Naruto hanya diam saja. Ia memandang datar wajah seseorang yang memanggilnya. Kiba maupun Hinata menghentikan aktifitasnya. Shikamaru kemudian memberikan identitas dirinya kepada Naruto.

"Ini tanda pengenalku. Bisa kita bicara sebentar?"

Naruto membacanya sekilas, ia sudah menduga hal ini pasti terjadi. Lalu Naruto berkata. "Bisakah anda mengizinkan saya untuk makan terlebih dahulu?" Katanya datar. Sejujurnya Naruto paling tidak suka ada seseorang yang mengganggunya, tapi ia harus bisa mengontrol emosi.

"Oh tentu. Saya akan menunggu di meja ujung sana jika anda sudah selesai. Saya percaya anda tidak akan kabur bukan?" Shikamaru menyunggingkan senyumannya, ia berlalu pergi. Semua heran di buatnya. Namun Naruto hanya menatap datar.
Karena penasaran, akhirnya Kiba bertanya. "Siapa dia? Dan apa maksudnya?"

"Detektif." Balas Naruto singkat. Ia mulai menyantap makanannya. Kiba maupun Hinata hanya saling pandang, Kiba mengangkat bahu tanda ia juga tidak tahu apa-apa. Mereka melanjutkan aktifitas masing-masing tanpa ada yang bicara, hanya Hinata dan bayi itu saja yang bersuara. Mereka layaknya ibu dan anak.

Sekitar lima belas menit kemudian, Naruto telah selesai menghabiskan makanannya tanpa tersisa. Ia meraih gelas berisi air mineral lalu meminumnya, dan ia segera bangkit dari duduknya.

"Aku akan segera kembali, dan juga titip Izanee." Naruto menatap Hinata sekilas, dan ia berlalu pergi dari hadapan mereka bertiga.

"Kiba, ada apa dengan temanmu? Dia begitu irit bicara." Tanya Hinata setelah kepergian Naruto.

"Yah.. dia memang seperti itu. Kau maklumi saja ya, dia sedikit memiliki gangguan pada mentalnya, akibat trauma di masa lalu. Tapi jika sudah akrab dia tidak akan irit bicara" Jawab Cedric sambil terkekeh.

"Benarkah?" Hinata kembali duduk di kursi semula, sambil memangku Izanee.

"Iya, tapi aku tidak tahu pasti bagaimana penyebabnya. Ia hanya mengatakan bahwa saat ini ia menjalani pengobatan untuk mengontrol seluruh emosinya. Jika tidak, sesuatu yang buruk akan terjadi." Kiba berbicara dengan tatapan kosong.

"Pasti sulit menjadi dirinya, pantas saja dia bersikap seperti itu. Tapi bagaimana bisa kamu berteman dengannya?"

Kiba mengangguk. "Dia terkenal seorang yang antisosial, dan tidak punya empati. Para pengunjung galery juga tahu Naruti karena ia sering kesana. Aku kenal dia saat masih kuliah, dia sangat pendiam, tapi dia berbakat dalam seni... " Kiba menghentikan perkataannya sesaat, ia tidak mungkin menceritakan kalau Naruto adalah pelukis dan juga pemilik galery.

"Kiba? Kenapa kau diam? Tanya Hinata.

"Oh ya, waktu kuliah dia sangat penyendiri dan aku tidak pernah melihat dia berbicara dengan siapa-siapa. Ia hanya menyibukkan diri dengam menggambar. " Kiba mengingat kembali pertemuannya dengan Naruto, ia hanya penasaran dengan anak itu. Selain ia juga sering menyendiri dan hobi menggambar lebih tepatnya melukis, sifat Naruto yang antisosial dan tidak memiliki empati semakin terlihat. Pada saat itu salah seorang teman Naruto meminta tolong padanya. Karena dirinya terlibat kecelakaan motor bersama temannya yang sudah terkapar. Ia tidak sengaja melihat Naruto yang sedang berjalan. Dan pada saat itu juga Naruto sama sekali tidak peduli ia hanya berlalu pergi dari sana.
Keseesokan harinya, hal itu menjadi perbincangan hangat. Hingga pada akhirnya semua orang tau bahwa Naruto adalah manusia yang tidak memiliki empati. Hal itu membuat Kiba semakin penasaran, dan berusaha ingin menjadi teman Naruto. Entahlah dia tidak tahu, kenapa dirinya ingin berteman dengan Naruto.
Hingga seiring berjalannya waktu, mereka akhirnya mendirikan sebuah galery.

"Aku yakin sekali, ada sesuatu yang membangunkannya, maka Naruto seperti memiliki kepribadian ganda. Tapi aku tidak masalah, saat itu juga aku penasaran dengannya, hingga pada akhirnya dia mau berteman denganku."

KILLER (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang