Suasana sore ini tidak terlalu ramai. Hanya beberapa orang saja yang masih bertahan menikmati semilir angin dan kesejukan danau di depannya. Gadis bermata ametis itu merapatkan mantel yang ia kenakan, memang suhu sore ini tidak terlalu dingin, hanya saja ia melakukannya untuk menutupi kegugupannya. Bagaimana tidak, sejak tadi obrolannya dengan Kurenai, wanita itu tampak mengusir halus ah tidak lebih tepatnya ia ingin memberi kedua sejoli ini privasi dan menyuruhnya berjalan-jalan di tepi danau dekat panti. Ia sungguh bingung, apa yang harus di katakannya setelah tau kebenarannya. Meski ia bahagia, Narutolah anak laki-laki itu, tapi ia merasa pria yang duduk di sampingnya tidak merasa bahagia sama sekali.
"Jadi selama ini kau mencari ku?" Tanyanya tanpa melihat gadis di sampingnya, ia fokus pada danau di depannya.
Hinata merapikan rambutnya yang tersapu lembut dan menerpa wajah, ia menoleh pada pria pemilik mata biru.
" Kau benar, dulu aku terlalu malu untuk bicara denganmu. Sejujurnya, kau anak yang aneh dan sangat pendiam. Kau selalu di sudut ayunan itu. Tapi entah kenapa aku ingin sekali menegurmu, bermain denganmu. Tapi aku terlalu malu untuk memulainya... Maka dari itu, aku hanya diam-diam melihatmu dan..." Matanya beralih ke depan, ia terlalu malu untuk mengatakan kelakuannya dulu. Ia menerawang mengingat semua itu.
"Dan mencuri gambarku?" Tebak Naruto. Bibirnya tersenyum tipis.
"A-aku tidak bermaksud seperti itu. " Sanggah Hinata, ia memalingkan wajahnya karena malu.
"Apa kau menyesal anak laki-laki itu aku?"
"Sangat menyesal." Naruto menatap tajam pada gadis di sampingnya. Ia hendak pergi.
"Sangat menyesal jika itu bukan kau." Hinata terkekeh melihat ekspresi Naruto.
Pria itu juga tersenyum hangat. Ia merapatkan tubuhnya di samping gadis itu. Menatap lembut wajah ayu Hinata.
"Aku ingin bertanya, apa lukisan yang di galery itu milikmu?"
"Ya, kau benar itu adalah lukisanku.." jawabnya sambil merapikan rambut yang menerpa wajah Hinata karena angin.
"Galery itu juga milikku." Mata ametis itu membulat, ia hanya tahu bahwa Kiba lah yang mengurus galery itu.
"Lalu... Siapa yang kau maksud pena N.H?"
"Kau ingin tahu? " Hinata mengangguk cepat. Kedua tangan Naruto masih setia di kedua pipi tembem Hinata
"Itu... Naruto-Hime"
"Hime siapa yang kau maksud? Kau kan tidak mengenali aku sama sekali waktu itu?" Wajahnya memberenggut, ia fikir Hime yang di maksud bukan dirinya.
Naruto tertawa pelan. Ia sungguh gemas dengan gadis ini. "Memangnya Hime siapa lagi selain dirimu? Ya.. pada saat aku kecil, samar-samar aku mendenger seseorang selalu berteriak menyebut nama 'Hime'. Tapi aku tidak peduli dan tidak menengok wajah gadis yang di sebut Hime. Hanya saja menurutku.. satu nama itu yang membuatku hangat. Maka dari itu aku jadikan sebagai nama pena lukisanku." Jawabnya panjang lebar.
"Benarkah? Apa kau berbohong?" Naruto menghentikan kegiatan tangannya yang merapikan rambut hitam Hinata. Matanya memicing mendenger pertanyaan Hinata.
Gadis itu hanya terkekeh. Ia senang menjahili pria berambut pirang ini."Lalu kenapa kau memanggilku dengan sebutan Hime?" Hinata memandang lekat kedua mata biru di depannya.
"Haruskah ada alasan? Aku tidak tahu. Itu terlontar saja dari mulutku." Naruto mulai kesal, Hinata cerewet sekali.
"Heheh. Baiklah aku percaya. Tapi kali ini serius. Kau kenapa harus melukis sesuatu yang menyeramkan seperti itu?"
Seketika Naruto terdiam. Kini pandangannya ia arahkan pada danau. Pancaran matanya berubah jadi kebencian, tangannya terkepal kuat. Hinata yang melihat itu segera memegang bahu pria itu. Ia merasa bersalah, atas pertanyaan yang di lontarkan. Pasti ada sesuatu di masa lalu hingga ia seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
KILLER (TAMAT)
Tajemnica / ThrillerMimpi buruk itu terulang kembali. Setelah beberapa tahun terkubur dan kasusnya tak pernah tuntas. Mungkinkah 'ia' bangkit kembali? Membuat mimpi buruk itu terjadi lagi. Keceriaan di awal musim panas harus menjadi kelam. Beberapa waktu lalu di temuk...