Sore ini hujan masih membasahi kawasan Redbridge. Tampaknya, belum ada tanda-tanda akan reda. Para pelayat berangsur meninggalkan pemakaman luas tersebut. Hanya ada beberapa polisi dan petugas forensik yang juga ikut mengantarkan, mereka tampaknya juga akan segera pergi dari sana. Gadis bersurai panjang dengan balutan dres hitam, masih setia memandang kedua batu nisan di depannya. Dia menangis dalam diam, sesekali air matanya mengalir, meski menggunakan payung namun air hujan di sertai angin yang berhembus cukup kencang, mampu membasahi wajah si gadis. Untuk beberapa saat ia masih setia disana.
Naruto, berdiri beberapa meter di belakangnya, ia memandang punggung gadis itu. Sama halnya dengan Hinata, wajah dan sebagian mantelnya terlihat basah karena derasnya hujan dan hembusan angin meski ia menutupnya dengan payung. Perlahan, Naruto mengampiri gadis itu. Ia berdiri tepat di sampingnya, matanya juga memandang arah yang sama.
Gadis itu menoleh, mendapati seseorang disana. Ia memejamkan matanya, sekarang dia sudah tidak memiliki siapa-siapa. Meski ada Neji, kakaknya tetap saja dia tidak ingin merepotkannya, dia sudah berkeluarga. Saat ini, kakaknya tidak bisa menghadiri pemakamannya orantuanya, Neji di kabarkan sedang sakit dan kritis, sampai sekarang kakaknya tidak tahu soal kematian orangtuanya, takut memperburuk kondisi. Hanya istrinya saja yang mengetahui, tidak memungkinkan dia datang.
"Naru, ayo kita pergi dari sini." Hinata hendak pergi dari pusata orang tuanya, langkahnya terhenti saat Naruto berbicara, matanya beralih oada Hinata. Gadis itu terlihat tegas, namun ada guratan kesedihan yanh terpancar disana.
"Kenapa kau seperti ini Hinata?" Suaranya nahkan terlihat lebih dingin, sorot matanya tajam. Dia bahkan tidak memanggil sebutan Hime, menandakan ada sesuatu yang mengganggu fikirannya.
"Apa maksudmu Naru?
"Kau bahkan, pura-pura tegar di depanku bukan? Seharusnya kau tidak seperti ini. Kembalilah pada kakakmu. Jangan datang padaku lagi." Ini bahkan lebih tenang dan juga dingin.
Hinata tidak mengerti maksud yang di ucapkan Naruto, namun ia sedikit memahami mengapa dia berkata demikian.
"Aku melakukan hal ini, hanya menguatkan hati. Tidak ada gunanya bersedih terlalu lama. Tidak akan mengembalikan semuanya. Aku harus bangkit dan mencari siapa pelaku pembunuh orang tuaku. Aku.." ucapnya terpotong saat Naruto menyangganya sambil membentak.
"Aku yang menyebabkan orang tuamu seperti ini Hinata! Kau dan juga Kiba seharusnya tidak mengenalku. Kau lihat sendiri? Aku membawa kalian pada kesialan. Seharusnya aku memang sendiri seperti dulu. Tidak mengenal siapapun!"
Hinata terkesiap dengan apa yang di lontarkan Naruto, terlebih dia melihat kilatan tajam di matanya. Hinata tidak ingin berdebat di tempat seperti ini, hatinya masih bersedih di tambah lagi dengan perkataan Naruto yang menurutnya tidak masuk akal. Ia segera menarik tangan Naruto dan meninggalkan pemakaman.
"Apa yang kau lalukan?!"
"Naru, simpan amarahmu! Mengerti lah, ku mohon." Wajahnya kembali sendu, ia sungguh tidak ingin berdebat karena hal ini.
" Sekarang, ikut denganku."
Tanpa kata, Naruto hanya mengikuti arah Hinata yang masih memegang tangannya.
Ternyata Hinata mengampiri beberapa orang di dekat gerbang pemakaman, dusana ada pengasuhnya, dan juga beberapa polisi termasuk Kakashi. Ia segera melapaskan tautan tangannya dengan Naruto. Naruto juga melihat ada ada Izanee yang di gendong oleh seorang wanita dewasa. Ah benar ia hampir melupakan balita itu."Bibi, terimakasih selama ini atas bantuannya. Kau bisa ke pulang ke kampung halamanmu. Sementara ini, aku belum sanggung untuk pulang ke rumah. Aku juga sudah transfer uang ke rekeningmu. " Ucapnya, dengan air mata yang mengalir, Hinata saat ini tidak ingin kembali ke rumahnya, meski berat berpisah dengan pengasuh sekaligus pelayan keluarganya. Tapi ini hanya sementara. Gadis itu mengambil alih Izanee, ia juga menyerahkan payung pada pengasuhnya dan ikut berteduh dengan Naruto.
KAMU SEDANG MEMBACA
KILLER (TAMAT)
Mystère / ThrillerMimpi buruk itu terulang kembali. Setelah beberapa tahun terkubur dan kasusnya tak pernah tuntas. Mungkinkah 'ia' bangkit kembali? Membuat mimpi buruk itu terjadi lagi. Keceriaan di awal musim panas harus menjadi kelam. Beberapa waktu lalu di temuk...