[22]

1.1K 78 11
                                    


Entah apa yang dalam pikiran Haechan kala itu mengapa dia dan Jeno berciuman dijembatan sore itu. Mark benar-benar tidak mengerti. Dan dengan sialnya Mark melihat itu. Anak itu hanya mematung seperti batu melihat pemandangan yang menutupi sinar jingga kala itu. Mark tak tau apa sebabnya, apakah untuk pelampiasan atau apa ada hal lain yang Mark tidak ketahui. Dia tau anak itu terpuruk karena kejadian waktu itu, namun mengapa dia harus melakukan itu dengan Jeno, dan kenapa juga Jeno melakukan itu. Pertanyaan itu muncul dibenak Mark, selagi dia melajukan motornya kearah rumah Haechan.

Waktu pertama kali datang, sangat sepi. Tidak ada mobil maupun motor Haechan. Mark berfikir mungkin motor Haechan rusak, dan mungkin pemiliknya ada didalam. Mark berjalan cepat kearah pintu Haechan, setelah selesai memarkirkan motornya. Mark mengetuk pintu tiga kali dan tak lama pintu terbuka.

"Kita harus bicara Chan."

Mark dan Haechan duduk berdampingan dedekat ranjang. Tak terasa atmosfer ruangan menjadi dingin, sangat kaku diantara Haechan dan Mark. Lantas Mark menoleh kesamping, menatap Haechan dengan lembut berusaha agar anak itu tidak merasa tertekan dulu sebelum Mark memulai percakapannya.

Mark menghela napas, lalu kembali menatap pintu kayu didepannya,"Gw nggak tau lo kepikiran apa waktu itu?"

Haechan mengangguk pelan,"Gw juga nggak tau pikiran lo, saat bilang nggak pernah cinta sama gw."

Mark beralih menatap Haechan,"Chan, tapi lo ciuman dengan Jeno! itu sakit buat gw!"

Haechan tersenyum miring, "Terus perkataan lo sama gw nggak nyakitin? Apa lo fikir gw cuman mainan, dan cuman lo yang merasa sakit? gitu?"

Mark terdiam, setelah mendapat tatapan sendu oleh Haechan. Mark memalingkan wajahnya berhenti menatap netra Haechan yang memerah. Lantas kalau begini perasaan Mark rasanya teriris, melihat Haechan yang seperti ini.

"Lo egois, Mark."

Haechan dan Mark kembali terdiam. Sampai suara isakan Haechan terdengar diseluruh ruangan yang berisikan dia dan Mark. Haechan sudah menahan habis-habisan tangisnya, karna berharap Mark tidak melihat dirinya yang sedang hancur-hancurnya hanya karena dirinya. Mark tetap memalingkan wajahnya, rasa sesak hampir didadanya hanya karena mendengar suara isak Haechan yang menjadi-jadi. Kalau begini, Mark rasanya ingin memeluk Heachan dengan erat.

"Maaf... lo tau, gw cuman nggak mau ada yang terluka hanya karena hubungan kita, Chan."

Mark berusaha bangkit, mengambil tasnya dan akan menyeret tubuhnya keluar meninggalkan Haechan. Namun sungguh, baru selangkah berjalan Mark rasanya ingin berbalik dan berlari lalu memeluk Haechan dengan erat. Mark menahan habis-habisan egonya itu agar tidak berbalik, namun dengan hanya satu isakan Haechan yang lolos lagi pertahanan Mark runtuh. Dia berbalik lalu menghampiri Haechan memeluk anak itu erat seakan tak akan melepaskannya.

"Kalau lo gini, gimana gw bisa biarin lo sendiri." Ucap Mark dengan suara paraunya.

Haechan membalas pelukan Mark tak kalah erat. Ini yang Haechan inginkan saat hatinya terluka sangat parah, hanya pelukan hangat dari Mark tidak lebih. Haechan melakukan itu dengan Jeno semata-mata karena hatinya yang terluka, bukan berarti dengan begitu Mark sudah terganti dihatinya. Bila ada yang berfikir demikian dia salah. Haechan itu sayang sama Mark.

"M-maaf Mark..."

Mark mengusap punggung Haechan yang bergetar, mati-matian dia menahan agar sesaknya singgah saja didadanya biarlah dia susah bernapas kalau itu tidak membuat Haechan semakin sakit. Mark melepas pelukannya, menghadapkan tubuh Haechan berhadapan dengannya. Sekuat tenaga Mark tersenyum hangat, lalu mengusap pipi Haechan yang basah oleh air mata. Mungkin Mark sudah mengingkari janjinya, yang katanya akan membuat Haechan selalu tertawa namun itu memiliki alasan yang kuat. Tidak tau pasti, namun saat Mark melihat bundanya yang menangis karna tahu anaknya tidak normal seperti yang lain. Dengan begitu, Mark dengan lantang meneriaki Haechan kalau dia tidak pernah mencintainya.

 Belok [Markhyuck]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang