[30] (END)

2.2K 109 13
                                    

Ada yang bilang semua yang terjadi biarlah terjadi, itu memang pasti sudah jalan terbaik yang tuhan tentukan. Mungkin, takdir yang ditentukan itu punya maksud dan tujuan, walau sulit diterima kita manusia tidak ada pilihan lain selain itu. Mungkin setelah semua kejadian yang terjadi, diri akan menjadi lebih kuat dan lebih hati-hati agar kejadian kelam tidak terjadi lagi. Seperti contoh patah hati, lambat menyadari sesuatu, dan lain sebagainya.

Seperti pasca setelah kehilangan. Banyak yang akan memberi semangat, kata-kata untuk bangkit dan ada juga yang malah membuat diri semakin terpuruk. Namun itu semua hanya omong kosong, yang terjadi sebenarnya, sekeras apapun mereka membuat kira bahagia kalau memang sakitnya belum hilang maka akan sulit berjalan seperti dahulu kala. Pasti ada moment seperti itu, dan yakinlah itu akan terlewatkan.

Yah seperti itulah kehidupan, semua akan berjalan bagaimana pun kita merasa hancurnya dunia kita. Namun waktu itu dapat mengubah segalanya. Seperti sekarang, semua tak jauh berbeda. Jeno dan Jaemin sudah menjadi sepasang kekasih, Laras dan ayahnya Jaemin tak lama lagi akan menikah, Ryujin sudah menemukan pendampingnya, Mark sudah kembali ke Amerika mengejar cita-citanya kembali dan mendapat pendampingnya disana.

Sementara Haechan?

Dia masih hidup. Masih bernapas. Denyut nadinya masih berdenyut, jantungnya masih berdetak dan Masih menjalankan kehidupan seperti manusia lainnya. Yang beda hanya dia harus hidup tanpa Mark. Hanya itu yang berbeda.

Haechan duduk dikursi dekat jendela, sekarang dia berada dicafe yang dulu. Dia tersenyum menatap keluar jendela, masih sama seperti dulu, suasananya, keramaiannya. Rasanya masih seperti dulu. Sudah lama dia tidak kesini, sebab butuh waktu lama menyembuhkan luka-lukanya dirumah sakit. Bekas operasi hatinya saja masih belum kering betul, masih basah. Haechan menghabiskan banyak waktu dirumah sakit, bahkan sampai berbulan-bulan lamanya.

"Haechan!"

Haechan menghentikan lamunannya, dan tersenyum kearah gadis yang melambai kearahnya. Tak lama gadis itu berjalan pelan menuju Haechan, lalu duduk didepannya.

"Maaf yah Chan, tadi habis jengukin Tio dipenjara."

Haechan menggeleng,"Iya nggak papa. Aku juga baru datang."

Ryujin menatap tak percaya Haechan. Jelas sekali pemuda itu sudah lama disini, terlihat dari minuman yang tinggal gelasnya saja, " Lagian kamu baik banget. Udah hampir mati karena bajingan itu masih ajah suruh aku jengukin dia."

"kan takutnya kalau aku yang jengukin, nanti dikira aku suka sama dia. Kan nggak lucu, Ryujin."

Ryujin menghela nafas pelan,"Terserah deh. Ngomong-ngomong kenapa ngajakin aku kesini?" Tanya Ryujin.

"Pesan minum dulu?"

Ryujin mengangguk. Lalu tak lama Pelayan yang telah dipanggil Haechan datang menghampiri mereka berdua. Setelah selesai memesan, Ryujin kembali menatap Haechan.

"Jadi? Alasan kamu ngajakin aku kesini buat apa?"

"Hmm... Mau ditemenin ngobrol ajah. Kenapa? Pacar kamu marah?"

Ryujin terkekeh pelan,"Astaga, nggak gitu. Aku cuma nanya. Atau... Kamu rindu Mark? Makanya mau keCafe ini lagi, supaya dengerin lagu-lagu galau."

Haechan menggeleng-geleng,"Yujin, yang perlu kamu tau aku udah nggak mau mikirin itu lagi. Semua sudah usai sejak lama, dan pasti Mark sudah dapatin kebahagian tersendirinya."

Ryujin tertawa renyah,"Aku nggak yakin. Kayaknya kata-kata mu dari Google."

"Terserah."

Semuanya Hening. Ryujin sibuk melihat-lihat keluar kaca. Sangat banyak yang berlalu lalang disana, dia jadi berfikir mungkin banyak diluar sana yang mempunyai masalah berat, namun masih bisa berjalan ditengah-tengah keramaian itu. Ryujin menatap Haechan, berfikir dia tidak pernah bertanya apakah anak itu baik-baik saja saat ini? Atau malah masih sakit?. Ryujin hanya tidak ingin mengungkit sesuatu yang mungkin ingin dilupakan-nya.

 Belok [Markhyuck]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang